Retta masih berada di kamar inap. Keadaannya yang masih belum memungkinkan memaksanya agar tetap tinggal di tempat ini, walaupun kecelakaan yang dialaminya tidak terlalu parah. Hanya luka-luka kecil dan kepala yang berdarah,dan kandungannya tidak terjadi masalah apa-apa. Kecelakaannya memang tidak terlalu parah apabila dibandingkan dengan kecelakaan yang dialami Terra, mungkin sebab itu sampai saat ini Arven belum juga datang untuk menjenguknya.
Sakit. Kata itu yang menggambarkan bagaimana hatinya Retta. Tidak dianggap kehadirannya memang sangat menyakitkan. Retta kini menyadari, mungkin semua ini adalah karma, dulu dia pernah membuat Arven merasakan hal seperti ini, kini dia juga merasakan hal yang sama. Kalau tau rasanya sesakit ini Retta mikir dua kali untuk melakukannya.
"Ret," panggil seseorang yang mampu membuat pikirannya buyar. Lani masuk ke dalam kamar inapnya dan berjalan ke arahnya. Dia duduk di sebelah Retta dan menatap Retta dalam.
"Arven belum kesini?" tanya Lani dengan nada bicara yang sedikit kesal.
"Belum."
Lani mengerutkan alisnya. Lama kelamaan dia menjadi kesal dengan Arven, pria itu seakan mau bermain-main dengan Retta. Lani sangat mengetahui dulu Arven yang sangat mengejar-ngejar Retta, namun saat Retta sudah berhasil didapatnya, Retta malah dibuang begitu saja. Cowo memang semuanya sama. "Apa perlu gue tarik dia ke sini?" tanya Lani tegas.
Retta menggeleng. Dia tidak mau masalah ini terlalu menjadi besar, Lani kalau sudah seperti ini sangat bahaya. "Jangan, lagi juga gue ga parah Lan."
"Lo beneran cinta sama Arven. Buktinya lo bisa sebodoh ini Ret! Mana Retta yang dulu? Mana Retta yang selalu menjajah bukan malah yang terjajah?!" ucap Lani kesal.
Retta terdiam.
Ucapan Lani benar, dia memang telah mencintai Arven!
Lani menegakan tubuhnya, dia menyelempangkan tasnya di bahunya, dan bangun dari duduknya. "Gue pergi!"
.
Di taman rumah sakit Terra dan Arven tengah menikmati sore bersama. Kondisi Terra sudah membaik. Terra yang duduk di kursi roda dan Arven yang mendorong kursi roda itu, terlihat sangat bahagia padahal dibalik kebahagiaan itu ada hati yang teriris.
"Ven ... aku mau ke taman bunga sana," ucap Terra sambil menunjuk ke sebuah taman di ujung sana. Arven tidak berbicara dia memilih untuk mendorong kursi roda itu kesana.
PRAK!
Suara tamparan yang sangat kencang. Terra langsung menoleh ke belakangnya, matanya membulat seketika begitu melihat ada seseorang wanita di sebelah Arven.
"LO GILA YAH VEN!" teriak Lani dengan penuh Amarah. Lani memandang Arven dengan tatapan kebencian. Dia membenci Arven, kalau tahu begini dari dulu saja dia tidak mendekatkan Retta dengan Arven.
"Ven! RETTA KECELAKAAN DAN LO MALAH MILIH BERADA DI SINI BERDUAAN DENGAN CEWE ENTAH BERENTAH INI!" teriak Lani lagi. Terra yang mendengar itu langsung menundukkan kepalanya, sedangkan Arven memalingkan wajahnya, malu dengan orang-orang yang menoleh ke arah mereka.
Lani menarik tubuh Arven agar menghadapnya. Arven menatapnya dengan setenang mungkin seakan tidak mengerti kesalahannya apa. "Lo jengukin sana! Di kandungan Retta ada anak lo Ven, anak lo!" ucap Lani sambil menunjuk-nunjuk wajah Arven.
"Gue tau semua itu, tapi keadannya tidak terlalu parah," ucap Arven mulai angkat bicara.
Lani tersenyum smirk. "Lo tau tapi lo ga jengukin dia? Cih, SAMPAH!"
"Lo ga ngerti apa-apa Lan!" ucap Arven mulai tersulut emosi.
"Lo ga mengerti Retta, dia sendirian di sana, keluarganya ga ada yang tahu, gue ga bisa selalu jagain dia. Mana pengertian lo?!"
"Masih ada lo yang menjaga dia, sedangkan Terra? Dia sendirian di Indonesia. Ga ada yang jaga, gue harus ada buat dia, lo harus ngertiin gue!"
"Lo ada buat dia, tapi lo ga ada buat istri lo sendiri!"
Arven seketika terdiam.
"Gue ga akan tinggal diam Ven. Gue akan bilang ke keluarga Retta apa yang lo perbuat ini, gue yakin mereka tidak akan tinggal diam, biar semuanya tau! Biar semuanya jadi hancur karena dibalik semua ini hati Retta yang paling hancur." Ucap Lani lagi.
Lani melangkahkan kakinya mendekati Terra. Dia menepuk bahu Terra agar menegakan pandangannya, pandangan mereka bertemu, Lani tersenyum lalu bertepuk tangan. "Buat lo, terimakasih sudah berhasil menghancurkan kehidupan mereka."
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
Wedding Dress
Подростковая литература"Kamu kenapa milih warna gaun yang gelap?" tanya Arven dengan tatapan lurus ke depan. Retta mengangkat bahunya acuh. "Untuk menggambarkan keadaan gue nanti saat sama lo," ucapnya sarkastis. Arven tersenyum lalu mengusap puncak kepala Retta. "...