WeddingDress keduapuluhlima

14.1K 748 37
                                    

"Halo ... Assalamualaikum," ucap Arven sambil mendekatkan ponsel genggamnya ke arah telinganya. Arven berjalan dari ruang rapat menuju ruangannya dia ingin beristirahat sebentar dulu karena dua jam lagi dia akan menghadiri rapat lagi.

"Waalaikumsalam, Arven ...."

Arven mengerutkan alisnya, dia melihat kembali siapa yang meneleponnya rupanya mertuanya. Entah, dia juga tidak tahu apa yang terjadi sampai-sampai mertuanya meneleponnya, biasanya kalau tidak penting ya tidak menelepon. Arven tebak, mungkin kali ini penting.

"Iya Mah? Kenapa?" tanya Arven. Tangannya membuka pintu ruangannya dan segera masuk lalu duduk di bangkunya.

"Kamu kenapa sih sama Retta? Dia enggak mau keluar kamar dari semalam, dia belum makan Ven. Bantu Mama bujuk dia, kondisi dia semalam juga sangat kacau Mama takut terjadi apa-apa sama dia."

Arven menatap langit-langit ruangannya. Bingung juga apa yang harus dilakukannya karena sejujurnya dirinya masih kesal kepada Retta, namun sejujurnya dia masih menyayangi Retta dan dia sangat tidak mau terjadi apa-apa kepada Retta.

"Ven ... Arven .... Kamu dengar Mama kan?"

Arven mengerjapkan matanya. " Iya Mah sekarang Arven siap-siap ke sana. " Setelah itu dia langsung bergegas pergi dari ruangannya, tidak peduli dengan rapat nanti yang dia pedulikan hanya satu yaitu Retta, seperti biasanya.

Untung saja jalanan tidak macet, karena tidak macet Arven mendapat keuntungan yaitu dia cepat sampai ke tempat yang dia tuju. Arven memarkirkan mobilnya, dia menoleh ke samping lalu mengambil bungkusan lalu setelah itu dia masuk ke dalam rumah dengan tangannya yang memegang bungkusan.

Tangannya memencet bel beberapa kali, pintu terbuka dan memunculkan wajah sang ibu mertua. Arven mencium tangannya, ibu mertuanya hanya berbicara Retta sedang berada di kamarnya dan menyuruh Arven untuk segera masuk ke dalam rumah. Tentu saja setelah mendengar itu Arven langsung mengangguk dan masuk ke dalam.

Di depan kamar Retta, Arven sudah mengetuk-ngetuk beberapa kali, tetapi belum ada jawaban dari dalam sana. Arven mencoba lagi mengetuknya, namun hasilnya sama tidak ada jawaban.

"Retta ... buka pintunya," Arven akhirnya mengeluarkan suaranya.

"Rett ... buka," ucap Arven lagi.

Tidak ada jawaban lagi!

"Retta mau kamu buka atau aku dobrak pintunya?"

Tidak ada jawaban lagi!

"Aku dobrak ya ... 1 ... 2 ...."

Ceklek

Pintu seketika terbuka, wajah Retta yang sangat kacau terlihat jelas di sana. Mata yang bengkak, hidung yang memerah dan rambut yang berantakan. Semua itu sangat jelas mengambarkan wanita itu sedang depresi.

"NGAPAIN? PULANG SANA! GUE BENCI SAMA LO!" bentak Retta berapi-api. Wajahnya memerah menahan marah dan air matanya terus keluar.

Arven diam tidak bergeming, tubuhnya kaku seketika melihat keadaan Retta saat ini. Di dalam hatinya bertanya 'Ini semua sebab dari Delvin yang meninggal atau sebab dari pertengkaran mereka kemarin?'

"PULANG!" teriak Retta lagi.

Arven memilih tidak menjawab. Pria itu memeluk pinggang Retta lalu mendorongnya agar masuk ke dalam, Arven mengunci kamar Retta dengan tangannya dan tangan yang satu lagi memeluk Retta dengan erat karena bagaimanapun juga wanita itu masih meronta-ronta. Semakin Retta meronta-ronta maka semakin erat juga Arven memeluknya, itulah prinsip pelukan Arven yang dia buat sendiri.

Karena merasa lelah, akhirnya Retta memilih diam saja di pelukan Arven.Dia menangis di sana dengan tersendu-sendu, biarkanlah baju Arven basah yang penting Retta merasa lega. Tidak begitu lama, Arven membawa Retta dan mendudukannya di ranjang. Arven duduk di sebelah Retta sambil mengusap-ucap puncak kepada wanita itu. Retta hanya terduduk lemas dengan air mata yang terus mengalir.

"Gue takut," ucap Retta parau.

Arven mengambil bungkusan yang dia taruh di meja, dia meletakan di samping Retta. "Di makan ya Ret, aku bawain rujak. Katanya, orang hamil suka yang asem-asem jadi aku bawain rujak aja. Gapapakan?" ucap Arven dengan lembut.

Retta menegakan pandangannya, tatapan mereka saling beradu. Arven tersenyum. "Ret, maafin aku soal kata-kata aku kemarin. Mau kamu kaya gimanapun aku akan nerima kamu, dan kamu enggak perlu takut aku akan mengangap janin yang ada di perut kamu adalah anak aku, walaupun kenyataannya bukan."

VOMEN...

Salam,

TheDarkNight_

Wedding DressTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang