Retta terduduk di taman kota, kakinya sudah tidak kuat lagi untuk berlari. Dia memeluk tubuhnya sendiri, mencoba mengurangi kedinginan yang dirasakannya, namun tiba-tiba dia merasakan sesuatu yang menempel di badannya.
"Baju kamu sangat transparan Ret, aku enggak rela sampe pria lain ngeliat,"ucap seseorang itu sambil membetulkan jaketnya di tubuh Retta.
Suara itu ....
Suara yang tidak asing!
Retta menoleh ke arah suara, mata Retta bertemu dengan mana Arven. Arven tersenyum lalu duduk di sebelah Retta, entah apa yang Arven pikirkan sampai-sampai detik ini aura kemarahan belum dia ledakan. "Bandel ya kamu, hujan-hujanan," ucap Arven.
Retta tidak menjawab, dia masih saja terdiam. Pikirannya masih berkelana jauh ke masa-masa dahulu dirinya dengan Delvin. Tanpa disadari air matanya mengalir lagi, dia kembali terisak dengan kencang. Arven yang melihat itu terkejut bukan main. Dia langsung menarik Retta ke dalam pelukannya. "Kamu kenapa Sayang?" tanyanya kebingungan.
Retta tidak menjawab, namun isakan tangisnya semakin kencang. Arven lagi-lagi bingung dengan tingkah istrinya. "Aku salah ngomong ya?" tanya Arven mencoba memikirkan perlakuan dirinya kepada Retta, tetapi dia tidak menemukan kesalahannya sedikitpun.
Retta menggeleng,dia memukuli dada Arven dengan tangannya mencoba meluapkan segala kekesalannya disana. "Arven ... Delvin dia selingkuh!" ucap Retta dengan seraknya.
Mendengar itu membuat Arven semakin mengecangkan pelukannya itu. Biarlah mereka berpelukan di bawah naungan hujan, biarkahlah alam menjadi saksi bisu mereka berdua. "Dia jalan sama wanita lain Arven ... hati gue sakit," ucap Retta sambil mencengkram dadanya.
Arven mengusap rambut Retta yang basah, memberi ketenangan dan ketegaran di sana. "Dia lebih memilih wanita itu daripada gue. Arven ... gimana nih?"
Arven melepaskan pelukannya, dia memegang bahu Retta, mereka berdua saling berpandangan. "Jangan nangis lagi,kamu selingkuhin aku, aku enggak nangis. Sudah ya jangan nangis, aku sayang kamu."
Dalam hati Arven berteriak."Terimakasih ya Allah karena mengabulkan doaku."
.
.
."Retta, makan dulu lalu minum obatnya. Aku enggak mau kamu sakit karena kehujanan tadi.," ucap Arven yang tiba-tiba berbicara di depan pintu kamar Retta. Retta masih saja memandang sekitarnya dengan tatapan kosong, bahkan ucapan Arven tadi tidak dia dengarkan.
"Retta, makan dulu, " ucap Arven lagi, kini pria itu sudah berada tepat di samping Retta. Di tangan Arven sudah ada sepiring nasi untuk makan Retta malam ini.
"Nih, makan dulu." ucap Arven sambil memberikan piring itu kepada Retta. berharap jika Retta mengambilnya lalu memakan isi dari piring itu.
"Nanti aja, gue enggak nafsu makan," ucap Retta tanpa menoleh sedikit pun ke arah Arven.
"Makan Ret!" Retta hanya menggeleng.
Arven menyendok makanan itu. "Buka mulutnya, aku suapin!" ucapnya dengan dingin, tidak ada penolakan lagi ketika pria itu berbicara dengan nada yang sudah dingin.
Bersambung.....
Vote komennya.....
Salam,
TheDarkNight_
KAMU SEDANG MEMBACA
Wedding Dress
Teen Fiction"Kamu kenapa milih warna gaun yang gelap?" tanya Arven dengan tatapan lurus ke depan. Retta mengangkat bahunya acuh. "Untuk menggambarkan keadaan gue nanti saat sama lo," ucapnya sarkastis. Arven tersenyum lalu mengusap puncak kepala Retta. "...