Kembali

433 37 5
                                    

"Shania,,,"

Seketika gadis itu mendongak menatap lelaki jangkung yang kini berdiri di hadapan nya.

"Bobby." Gumam nya hampir tak terdengar,lelaki itu menyipitkan mata nya menatap penampilan Shania yang kini terlihat sangat berantakan.

Celana selutut berbahan jeans dan berwarna biru,sepatu Adidas berwarna putih dan kaos polos putih yang terlihat sedikit basah juga di tambah rambut kuncir kuda yang sudah tak beraturan lagi bentuk nya.

"Kamu dari mana.?" Tanya Bobby memegang bahu Shania untuk memutar tubuh gadis itu.

Shania berdecak kesal saat lagi-lagi lelaki itu tak menangkap pandangan serius yang ia berikan,seolah tidak pernah ada masalah setelah sambungan telfon yang terputus secara sepihak beberapa jam yang lalu.

"Bobby, jawab pertanyaan gue,apa maksud elo mau ninggalin Ka Ve.?" Tanpa menghiraukan tatapan aneh Bobby sekaligus pertanyaan nya , Shania memutar tubuhnya kasar lalu menatap lelaki itu tajam.

Bobby menurun kan tangan nya dari bahu Shania dan menghela nafasnya sejenak.

"Mas Gibran lebih butuh dia dari pada aku." Jawab Bobby tak berani membalas tatapan Shania yang seolah mengintimidasi dirinya.

Shania tersenyum miring mendengar alasan yang Bobby katakan membuat lelaki itu mengernyitkan alis nya heran.

"Segampang itu Loe percaya klau Gibran lupa ingatan,segammpang itu juga Loe memperlakukan kakak gue seperti bola yang se enaknya Loe oper kesana-kesini,hmm.?" Bibir Bobby terkatup rapat tak mampu membalas ucapan Shania,dari awal ia memang merasa bahwa tak seharusnya ia melakukan ini,namun logika nya berkata lain kala kerinduan tentang kehadiran sosok kakak lebih menguasai hatinya dari pada memertahankan seorang veranda yang baru saja menjadi kekasih hatinya.

"Apa jangan-jangan Loe emang ngk pernah cinta sama Ka Ve.?" Bobby tergelak menatap Shania jengkel.

"Dia adalah wanita kedua yang aku cintai setelah bunda,aku rela melakukan apapun demi dia,jadi jangan pernah bilang klau aku tidak mencintai dia." Jawab Bobby dengan tegas,Shania menghela nafasnya lega,itu berarti masih ada kesempatan untuk ia mempersatukan sang kakak dengan lelaki itu.

"Klau gitu sekarang Loe ikut gue ketemu Kak Ve,siapa tau dengan kehadiran elo kakak gue bisa segera sadar." Bobby membalikkan tubuhnya mengikuti langkah Shania meninggal kan tempat itu.

---

Ve pov.

Perlahan aku membuka mataku saat aku merasakan kehangatan genggaman tangan yang kini aku rasakan. Samar aku melihat dia tersenyum ke arahku,wajah tampan nya,senyuman yang begitu meneduhkan dan juga Belaian tangan nya di punggung tangan ku ,entah kenapa itu semua seolah menjadi candu yang selama beberapa bulan ini aku sukai.

"Hay,,kamu udah bangun,hmm.?" Lirihnya dengan satu tangan menuju ke ujung kepalaku dan mengelus nya lembut,aku tersenyum samar lalu mengangguk. Dia sedikit mengangkat tubuhnya untuk sekedar mengirimkan kecupan lembutnya di kening ku membuat semua beban rasa sakit yang sebelum nya aku rasakan seolah terangkat bersama kupu-kupu yang berterbangan di perutku.

"Mas," panggil ku lirih,dia merendahkan wajahnya tepat di depan wajahku.

"Iya sayang,aku disini." Bisiknya lembut.

"Kamu ngk akan ninggalin aku kan,?" Tanyaku sedikit takut akan kejadian beberapa waktu yang lalu,membuat dia tersenyum hingga ukiran kecil yang ada di pipinya tampak semakin jelas.

"Ngk akan sayang,Maafin aku ya,karna udah berniat untuk ninggalin kamu,aku baru sadar ternyata jauh dari kamu itu lebih menyakitkan dari pada ditusuk apapun." Jawabnya membuat ku sangat lega,lalu tersenyum ke arah nya.

The Sister Love Story (complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang