Enam; Nian..

25 4 5
                                    

"Nian.." lirih pemuda itu sembari terus menahan detakan jantung yang terus bertalu, seolah tak peduli akan langit yang semakin gelap, kedua kaki itu terus berlari seakan enggan berhenti dan menyerah begitu saja.

"Sampai lo ketemu," di sela nafas yang tersengal ia bergumam, "Gue nggak segan-segan untuk ngasi hukuman berat buat lo," imbuhnya dengan peluh yang terus membanjiri keningnya.

"Lo udah buat gue gila sebegini khawatirnya," gumam pemuda itu lagi.

Menyusuri rimba hutan, berbekal nekat ia terus berlari dan meneriaki satu nama dengan begitu keras..

"Nian!!"

Tak ada sahutan.

Langkahnya ia mantapkan, sempat ia berhenti untuk melihat sekitar, matanya bergerak begitu cepat mencari-cari sosok tengil yang kini hampir membuat kepalanya pecah.

"Nian!!" panggilnya sekali lagi.

Masih sama, tidak ada sahutan.

"Argh!" pekiknya gusar, debaran jantung yang terus berdentam itu menambah beberapa kali lipat kecemasannya. Hening. Ia membungkuk dan bertopang tubuh dengan kedua lututnya.

Untuk pertama kalinya..

..ia merasa kehilangan seperti ini.

Sesak memenuhi rongga dadanya. Memikirkan bagaimana sikap manis yang kerap kali gadis itu tunjukan semakin membuat nyeri tak berujung di dalam hatinya.

"Cewek tengil! lo benar-benar.."

Kembali ia langkahkan kedua kaki itu menyusuri hutan, senja menyambut dengan senang hati, menebar semburat mencekam di setiap sudut hutan.

Dingin menyergap. Tak peduli. Terus ia berlari sembari meneriaki nama itu begitu keras, kedua matanya memanas, kehilangan kendali atas arogansi yang selama ini ia pertahankan pada halayak umum.

Dan kini, ia berakhir dengan terjatuh bersimpuh, ia masih ingin melangkah namun kekuatan tubuhnya seolah memberi peringatan bahwa ia juga perlu istirahat.

Menunduk dalam. Tak paham akan satu perasaan yang selama ini sanggup membuat malam-malamnya begitu indah setiap menatap kedua bola mata indah gadis itu. Namun, rasanya juga sangat sakit. Berkali-kali ia mempertahankan genangan di pelupuk matanya itu, menetapkan hati bahwa ini bukanlah saat yang tepat untuk menyerah.

Tapi.. suatu beban berat pula seakan menimpa seluruh bagian tubuhnya, keram kakinya, pening kepalanya, semua itu sangat mengesalkan.

Hingga seseorang memecah keheningan, "Neo," panggil suara tersebut.

Pemuda itu terpelonjat kaget, sontak tangan sebelah kirinya bergerak secara reflek mengenai pipi sosok tersebut. Sebuah rintihan keluar begitu saja, "Ash, Neo apa yang lo lakukan!"

"Leo!?" pekik Neo lantas berjalan mendekat lalu membantu Leo berdiri dengan satu tangannya, "Lo ngapain di sini?" imbuh Neo lagi.

"Nyusul elo lah!" tukas Leo cepat, "Gue itu punya tanggung jawab buat menjaga seluruh anggota gue, sori aja, gue terlalu memperhatikan image gue di depan umum," tambah Leo lagi dengan lagak yang ia buat-buat.

Neo terkekeh lantas menepuk bahu pemud itu pelan, "Candaan lo nggak bisa nyairin suasana yang udah terlanjur dingin, Le."

"Neo.." lirih Leo. Ia menghela berat, tak tahu harus berbuat apa, ia pandang keseluruhan Neo dengan prihatin, "Lo itu sebenarnya nyari siapa?" imbuh Leo.

"Nian," sahutnya singkat, "Sina sama Kiera, mana?"

"Mereka balik ke tenda," begitu ujar Leo, "Emang Nian kenapa? dia 'kan lagi sama kelompoknya, mending kita balik, palingan Nian udah balik juga, Yo."

NEONIAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang