Seminggu semenjak kejadian itu, Nian kembali membaik seperti biasanya. Kedua kaki mungil itu mengayun menendang angin, ia melangkah kecil sembari menyenandungkan lagu yang ia putar menggunakan headset tepat dikedua telinganya.
Hello, it's me
I was wondering if after all these years you'd like to meet
To go over everything
They say that time's supposed to heal ya, but I ain't done much healing
Sesekali kedua bola mata indah itu memejem, merasakan setiap hembusan angin yang membelai seluruh tubuhnya.
Kali ini ia sedang berada tak jauh dari sekolah, lapangan luas beralas rumput hijau dengan suasana sepi nan tenang menjadi favoritnya.
There's such a difference between us
And a million miles
Lagi, ia gumamkan lagu itu.
Bersama dengan langit kelabu.
Bersama dengan hembus nafas yang kian lama tersendat.
Bersama dengan tubuh ringkih yang terbalut seragam sekolah khas anak SMA.
Nian merasa rapuh.
Dan tanpa diketahui olehnya, seseorang kini sedang berdiri tak jauh dibelakangnya. Memandang dengan sorot sendu, juga dengan kedua tangan yang ia masukkan kedalam saku celana.
Neo jauh lebih rapuh.
Tapi ia tak bisa tunjukkan sisi itu terang-terangan pada gadis tersebut.
Itu sama saja menunjukkan betapa lemah dirinya.
Lagi pula, Neo merasa gengsi jika banyak yang tau jika dirinya itu sangat letoy. Oke, bukan letoy, tapi apa ya? Ia merasa risih aja.
Langkah besar Neo dengan cepat sampai pada posisi Nian. Rambut coklat gadis itu berterbangan, menebar rasa manis setiap kali Neo melihatnya. "Lo mau nyari mati di sini sendirian doang?"
Nian bergeming, tak merespon ucapan Neo sama sekali. Sebelah alis Neo terangkat. "Oy."
Masih tak merespon.
Neo merasa sedikit was-was ketika mengingat apa yang Terreo ucapkan. Cepat-cepat Neo raih pundak gadis itu lalu berkata. "Nian!"
Terkejut. Nian berbalik dengan pandangan sama herannya. "Neo?" gadis itu menjeda sebentar. "Lo kenapa?" tanya gadis itu lagi, sembari melepas kedua headset putih yang menyumpal kedua telinganya tadi.
Neo terbengong, kedua matanya memperhatikan secara seksama lalu membatin kesal. Headset sialan emang, anjir.
"Neo, lo kenapa sih?" kembali Nian bertanya.
Neo menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Ia sedikit meringis. "Tadi gue panggil-panggil lo nggak nyahut. Gue kira lo kenapa, makanya tadi gue khawatir."
Ada yang berbeda, kali ini, Neo tak pernah sungkan lagi untuk mengekspresikan perasaannya. Tak seperti dahulu. Dan Nian rasa, perlakauan Neo untuk sekarang terbilang sangat manis dan juga hangat.
Tersenyum. Jemari gadis itu terulur, ia membenarkan juntaian-juntaian halus milik Neo. "Asal ada lo, gue pasti nggak papa."
"Hm. Itu udah pasti," balas Neo percaya diri.
Nian tertawa. Tawa yang teramat manis, tawa yang sanggup membuat orang di sekitarnya juga ikut tertawa.
"Lo ngapain di sini?" tanya Neo tanpa basa-basi setelah tawa Nian mereda. "Kalau lo kenapa-kenapa gue yang bakal gila."
KAMU SEDANG MEMBACA
NEONIAN
Teen Fiction"Kalau lo pergi, gue nggak menjamin eksistensi gue ada di dunia ini lagi," tersenyum getir pemuda berkaos olahraga yang telah banjir keringat itu berbicara lemah. Mengulum bibir dalam. Beberapa kejadian pahit yang menimpa mereka cukup membuat ia ban...