Tigapuluhdua: Kembali (TAMAT)

13 1 0
                                    

"Khihihi.."

Membelalakan mata, Nian mau pun Terreo sama-sama membeku. Menatap cemas satu dengan yang lainnya, degup jantung mereka semakin kencang kala suara tersebut semakin jelas terdengar. Suasana mencekam kian menekan pernapasan mereka, sesak memenuhi dada mereka. Kepanikan mereka kuan menjadi kala suara itu kembali terdengar.

"Ayo keluar, bocah. Aku bisa mencium aroma tubuhmu."

Menatap cemas. Keduanya sama-sama memandang pada satu sudut dimana siluet tubuh Neo terpampang jelas tepat di bawah temaram bulan purnama.

Namun, dengan kondisi fisik yang sedikit lebih menyeramkan. Sayap gelap yang rusak, serta tanduk yang terpatri jelas di atas kepalanya. Ia kali ini lebih mirip seperti demon. Nian menyorot sayu, merasa gagal menjadi naungan yang seharusnya selalu berdiri kokoh untuk Neo. Berulang kali gadis itu merapal kata maaf, menyesal telah menyerah begitu saja.

Namun sayang, mungkin hari itu adalah hari terburuk sepanjang masa untuk mereka.

Jantung mereka kian berpacu kuat kala melihat bayang secepat kilat menghampiri mereka.

"Dapat."

Sosok yang berdalih dalam tubuh Neo saat itu benar-benar nyata dengan fisiknya yang menyeramkan. Netra merah itu menyorot tajam, seulas senyum jahat terpampang disana. Walau seperti itu, ntah bagaimana, tapi jelas Nian pandang goresan luka yang terpahat indah di balik senyumnya.

Mundur beberapa langkah, Terreo seperti siap untuk memasang kuda-kuda. Mengepal erat jemarinya, memunculkan maya yang membungkus kepalan tangannya. "Lo mau apa?" Terreo membeo, menatap tajam sosok tersebut.

Terkekeh, sosok tersebut justru kian tertawa lantang. "Kau tidak usah berlagak sok pahlawan melindungi gadis yang sudah memperburuk keadaan itu," sejenak Terreo mendengarkan. "Dia yang sudah membuat gadis kesayanganmu hilang, kan? Jadi sudahlah, tidak usah lindungi dia," jelas sekali rayuan sosok tersebut hampir merobohkan niat Terreo.

Walaupun memang benar, semua yang terjadi karena hanya untuk melindungi gadis yang berdiri di balik punggungnya. Terreo sempat merasa hampa, bahkan masalah yang kian meruam ini justru membuat dirinya buta keadaan. Tapi Terreo tahu, Nian bahkan tidak ada maksud untuk membuat yang lainnya celaka, bahkan beberapa kali gadis itu menyuruh mereka untuk tidak ikut dan terseret masalah ini jauh lebih dalam lagi.

"Bacot," cerca Terreo. "Bayangan sinting nggak jelas, rupa jelek macam sampah kayak lo, lebih baik musnah. Nyusahin aja tahu nggak."

Sepersekian detik berikutnya, Terreo mengulurkan tangannya, menyerang dengan sisa energinya. Warna merah terjejal di antara maya yang ia buat untuk menyerang sosok tersebut. Dan tepat sasaran, sosok tersebut memekik, meremat lengan yang sepertinya keram dan kaku karena serangan Terreo.

"Cih, melawan juga."

Serangan demi serangan Terreo lontarkan, begitu juga sosok tersebut. Sama-sama mencari cela demi mengenai satu sama lain. Terreo, ia berusaha keras melindungi Nian. Menjadi tamengnya walau beberapa kali harus terpental ketika mendapat serangan tepat di bagian perut. Merasa seperti pecundang, Nian bahkan tidak mampu melakukan apa pun saat teman-temannya dalam bahaya, menyaksikan Terreo terluka membuat Nian dengan cepat meraih pundak pemuda tersebut dan berbisik lirih.

"Re, udah. Kali ini biar gue yang maju," tersenyum getir, Nian coba sunggingkan seulas garis melengkung di atas bibirnya.

Menggeleng. Terreo bersi keras berdiri. "Nggak, biar gue aja. Gue masih kuat."

"Tolong."

"Tapi, Yan, baha-"

"Gue mohon."

Menghela berat, Terreo mengalah. Ia biarkan gadis itu bertindak, setidaknya sampai tenaganya pulih seutuhnya.

NEONIAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang