Jam pelajaran matematika saat ini berlangsung, posisi strategis kali ini membuat jeuntungan berlipat untuk Nian. Pojok belakang. Ia dapat bersantai ria tanpa harus takut akan ditanyakan atau ditunjuk untuk mengerjakan soal pada papan tulis.
Ia menguap lebar, membuat Kiera yang bersebrangan dengan dirinya kali ini gemas setengah mati. Kiera meremas secarik kertas membentuk sebuah bola kecil. "Hap!" seru Kiera begitu kecil.
Gumpalan kertas itu masuk tepat didalam mulut Nian, sontak Nian terbatuk lumayan keras memecah keheningan yang terjadi beberapa saat lalu. "Uhuk! uhuk!"
Kiera mati-matian menahan tawa yang berada diujung bibirnya, ia hampir ikut tergelak ketika melihat pelototan mata Nian.
"Nian, kamu kenapa?" Bu Guru dengan postur besar juga padat itu menatap Nian tajam.
Terkesiap. Sebuah cengiran menyebalkan Nian berhasil membuat Bu Guru bergeleng pelan. "Tadi kemasukan lalat, Bu."
Murid lainnya memutar kepala lalu memandang gadis itu dengan tawa yang sudah berada diujung bibir. Lalu tawa keras Kiera terdengar, diikuti oleh yang lainnya.
Nian menggaruk tengkuknya yang tak gatal, ia menampilkan jejeran gigi putihnya.
"Ya kali lalat, Yan, ahaha."
"Berisik!"
"Udah-udah, fokus pelajaran lagi." sergah Bu Guru, tubuh bongsornya ia bawa menuju bangku yang sudah di persiapkan untuknya. "Kalian kerjakan soal-soal di depan, lalu kumpulkn pada ketua kelas. Ibu permisi sebentar," sorot matanya tegas, membuat seluruh murid mengangguk paham seolah-olah memberi pencitraan yang begitu bagus di matanya.
Bu Guru berdeham sebentar, lalu dengan gerakan cepat nan rapi khas guru-guru teladan ia bereskan tumpukan buku tebal berisi rumus-rumus yang sumpah demi apa pun, Nian rutuki keberadaannya. "Selamat siang," pamit Bu Guru sebelum kaki bontotnya melangkah keluar.
"Siang, Bu!"
Helaan nafas lega dari bibir para.murid sekan memberi tnda betapa senangnya mereka saat ini, tak butuh waktu lama, suasana kembali meramai seiring bisikan-bisikan kecil yang berubah menjadi sebuah tawa besar dari sekumpulan anak yang mulai sibuk menggosip.
Nah, suasna seperti ini lah yang Nian cintai.
Santai tanpa harus merasa tertekan.
"Oy!" seru Kiera, Nian menoleh dengan dengusan yang terdengar dari bibirnya.
"Apa!?"
"Adaw, galak amat," gurau Kiera, lalu tertawa garing yang memang teramat garing.
Nian memutar bola mata malas, ia bertopang dgu lalu menghela sebentar. Ia menatap Kiera -sedikit lebih sendu. "Kier, gue gimana ya?"
"Hn." Kiera sempat kebingungan ketika mendapati wajah Nian yang berubah dalam waktu singkat. "Gimana apanya?"
Menggeleng, seulas senyum yang membuat Kiera sedikit tertohok itu terukir jelas dikedua bibir Nian. "Nggak. Nggak jadi."
Kier hanya diam, memndang lekat wajah gadis yang kini menjadi temannya.
"Gue kantin dulu ya." Nian bangkit, ia membenrkan sedikit rokny yang berantakan. "Lo mau ikut?"
"Nggak deh, gue mau lanjut bikin tugas."
"Deh. Nggak usah sok rajin dong, Kier," tawa Nian pecah, diiringi biasan cahaya matahari yang kali ini menggambarkan sebuah siluet manis yang membuat Kiera terpanah.
"Gue emng rajin kali." Kiera menggeplak lengan Nian bercanda. "Udah sono, lo pasti lapar. Gue nggak mau dibuat repot kalau semisal lo pingsan ya."
"Dih. Temen gue dikelas cuma lo doang padahal," suara lembut itu terdengar pahit ditelinga Kiera. Sebuah rasa bersalah kali ini menyelimuti pikiran Kiera. "Ya udah, gue cabut dulu ya. Bye," gadis itu melambai girang.
KAMU SEDANG MEMBACA
NEONIAN
Teen Fiction"Kalau lo pergi, gue nggak menjamin eksistensi gue ada di dunia ini lagi," tersenyum getir pemuda berkaos olahraga yang telah banjir keringat itu berbicara lemah. Mengulum bibir dalam. Beberapa kejadian pahit yang menimpa mereka cukup membuat ia ban...