Part 4

2K 97 0
                                    

NADA POV

Pagi itu aku dan Harris pergi ke panti asuhan "Kasih Sayang" sesuai dengan tempat yang tertera pada surat pernyataan yang aku temukan.

Harris memaikirkan mobilnya di depan panti asuhan tersebut. Kami turun dari mobil. Saat kami berjalan masuk, kami disapa oleh anak perempuan yang mungkin juga anak panti asuhan tersebut.

"Dek, maaf, apa benar ini panti asuhan Kasih Sayang?" Tanyaku pada anak perempuan tersebut.

Aku mengeluarkan kertas yang berisi surat pernyataan dan memperlihatkannya pada anak perempuan tersebut.

"Iya, kak. Benar. Kakak mau cari siapa, ya?"

"Kakak ingin bertemu dengan ibu yang namanya ada di surat ini, dek."

"Oh, baik. Kakak silahkan tunggu di teras dulu. Saya panggilkan ibu Kasih dulu."

Anak itu segera melesat masuk ke dalam rumah yang menjadi panti asuhan tersebut. Aku dan Harris duduk di teras menunggu anak itu kembali.

Seorang wanita keluar dari rumah. Mungkin itu ibu pemilik panti asuhan yang bernama ibu Kasih.

"Maaf, nak. Kalian mencari saya?" Tanya ibu tersebut.

"Iya, bu. Apa benar ibu yang bernama Kasih?" Jawabku.

"Iya,nak. Benar, saya orangnya. Tapi ada apa ya, nak?"

Aku memberikan surat pernyataan yang ku pegang pada ibu Kasih. Beliau membaca dengan seksama kertas yang sebenarnya sudah lusuh tu.

"Saya Nada, bu. 19 tahun yang lalu saya pernah dititipkan disini sebelum saya diadopsi ayah dan ibu saya."

"Nada?" Ibu Kasih tampak mengingat-ingat kembali nama tersebut. Karena aku pernah berada dip anti asuhan ini 19 tahun yang lalu, mungkin Ibu Kasih yang sudah lanjut usia lupa.

"Iya, bu. Saya Nada. Kalaupun ibu sempat merawat saya, pasti ibu tau saya memiliki tanda lahir seperti bintang di pundak saya."

Aku membalikkan badanku. Aku mengangkat rambutku yang terurai keatas sehingga ibu Kasih bissa melihat tanda lahir yang ku maksud. Walaupun umurku sekarang 19 tahun, tapi tanda lahir itu tak pernah pudar sejak aku kecil.

"Ah. Ya.. ibu ingat. Kamu Nada. Bayi yang waktu itu. Ibu ingat tanda lahir kamu, nak."

Ucap ibu Kasih dengan mata berbinar-binar. "Kamu sudah dewasa sekarang. Kamu tumbuh cantik, nak."

Aku berdiri dan mendekati ibu Kasih. Aku memegang kedua tangan beliau. Dan aku menatap dalam-dalam wajah beliau.

"Ibu sempat terbayang-bayang wajah bayi kamu saat kamu dibawa oleh orangtua angkatmu. Sayang sekali, mereka tidak pernah membawa kamu kemari." Lanjut ibu Kasih.

"Saya ingin tau siapa orangtua kandung saya, bu." Ucap ku lirih.

Tanpa tersadar saat mengatakan 'Orangtua kandungku' aku seperti tertimpa ribuan benda tajam, rasanya sangat sakit sehingga air mataku pun melelh.

"Bukankah kamu sudah bahagia dengan orangtua angkatmu, nak?" Ucapan ibu Kasih membuatku tertunduk.

. "Kebahagiaan saya hanya hadir sebentar, bu. Hanya pada saat saya masih kecil. Tidak untuk sekarang. Bahkan mereka tidak menganggap saya sebagai anak mereka lagi dan mengusir saya."

Aku kembali duduk. Air mataku masih terus mengalir. Dengan terbata-bata aku menceritakan kisah hidupku pada ibu Kasih.

"Ya Allah, nak. Benarkah mereka seperti itu?"

Trapped In Your LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang