Chapter 13

73 10 2
                                    

"Jangan nilai seseorang hanya dari satu sisi saja."
√√√√


"Kak Kevin kok baru jenguk Acha? Acha kan kangeeennn," ujar Acha dengan nada sedikit merengek.

"Kak Kevin lagi sibuk jadi gak bisa datang. Maafin kakak ya?" pinta Kevin memelas.

"Kak Kevin mah jago kalo jawabnya. Acha ngambek akh," gerutu Acha.

"Jangan ngambek dong, Acha. Kak Kevin janji deh bakal datang terus buat jenguk Acha. Kalo Acha ngambek Kak Kevin jadi sedih loh. Acha mau apa biar Kak Kevin beliin?" goda Kevin.

Acha melirik Kevin yang saat ini sedang mengedip-ngedipkan matanya. Kevin selalu tahu apa kelemahan Acha. Acha tahu dia gak akan bisa lama ngambek dengan Kevin. Karena dia begitu menyayanginya.

"Kak Kevin gak boong kan?"

"Enggak Acha," jawab Kevin yakin dan tegas.

"Oke. Acha mau Kak Kevin nyanyi sekarang," pinta Acha tanpa bisa dibantah.

"Oke Princess."

Kara tidak tahu harus ngapain karena sedari tadi Kevin asyik sendiri. Kara jadi kesal sendiri. Mending tadi dia langsung pulang.

Tadi dia yang ngajak gue ke sini. Gak tahunya gue dicuekin gerutu Kara dalam hati.

Di saat Kara sudah siap-siap mau berbalik meninggalkan tempat tersebut terdengar suara yang begitu merdu dan menenangkan. Kara terpaku di tempat seolah ada lem yang melekat di kakinya. Otaknya menyuruh untuk segera pergi tapi hati kecilnya berontak untuk tetap tinggal. Dan untuk kali ini hati kecilnya yang menang.

Jantung Kara rasanya mau copot begitu tahu siapa pemilik suara hebat itu. Ya, siapa lagi kalau bukan Kevin. Kara tidak tahu harus berkata apa. Mulutnya seolah terkunci rapat.

Ada begitu banyak kejutan yang diterima Kara sejak semalam. Dan ia harus mengakui bahwa pelaku utamanya adalah orang yang berada dihadapannya saat ini. Ia baru menyadari bahwa hidup seorang Kevin tidak bisa ditebak.

Entah dorongan apa yang menyuruhnya, garis bibir Kara yang sedari tadi lurus kini tertarik ke atas menampilkan sebuah senyum manis. Biarlah dulu seperti ini. Gak usah terlalu terburu-buru.

*****

Terdengar bunyi dentingan lonceng begitu Kevin dan Kara membuka pintu sebuah coffee shop. Kara menatap kagum ke sekeliling cafe tersebut. Kara benci mengakui kalau suasana di cafe ini begitu nyaman yang ditunjang dengan aroma kopi yang menyengat.

Kevin tersenyum simpul begitu melihat binar kebahagiaan di mata Kara. Sekarang bertambah hal yang disukainya yaitu membuat senyum lebar terpampang di wajah Kara. Dia berharap ini awal yang bagi untuk secercah kebahagiaan yang ingin ia rasakan kembali.

Kevin membawa Kara ke bangku yang paling pojok. Karena di sanalah tempat favorit dia. Ia bisa melihat siapa aja yang datang dan pergi dari cafe ini. Setidaknya itu bisa membuat dia sedikit mengalihkan pikirannya dari masa lalunya yang kelam itu.

Seorang pelayan perempuan menghampiri meja mereka dengan senyum ramah. "Mau pesan apa Mas? Seperti biasa?" tanya pelayan itu.

Kevin terkekeh geli, "Iya Mbak Tisa. Seperti biasa ya. Cappucino satu. Lo mau mesan apa, Ra?"

"Gue mau mesan mocha latte satu."

"Oke di tunggu ya, Mas, Mbak pesanannya."

Sang pelayan pun berlalu dari hadapan Kara dan Kevin. Tidak ada satu pun diantara mereka berdua yang berencana untuk memecahkan keheningan yang tercipta. Untuk kali ini biarlah dahulu mereka merasakan ketenangan itu.

Dan sepertinya hal itu tidak berlangsung beberapa lama. Pelayan tadi itu pun menghantarkan pesanan mereka.

"Ini pesanannya, Mas, Mbak. Tumben nih Mas Kevin bawa cewek ke sini?" tanya pelayan itu dengan raut penasaran.

"Hahaha...Mbak Tisa bisa aja. Dia itu spesial, Mbak, makanya aku berani bawa ke sini," jawab Kevin tanpa bisa menyembunyikan raut bahagianya.

"Bagus deh, Mas Kevin jadinya gak melamun terus datang ke sini. Terus bahagia ya, Mas Kevin," tutur pelayan itu tulus.

"Makasih loh Mbak Tisha," balas Kevin.

"Ya udah, kalau gitu saya permisi dulu mau ngerjain yang lain. Selamat menikmati pesanannya, Mas Kevin, Mbak....."

"Kara. Nama saya Kara, Mbak."

"Oh oke. Sepertinya memang benar Mas Kevin ditakdirkan dengan Mbak Kara ini. Kalian sangat serasi."

Sekarang hanya ada Kara dan Kevin. Ada suasana canggung yang menyelimuti keduanya. Perkataan pelayan tadi terus terngiang di benak mereka masing-masing.

"Lo ada perlu apa tadi di rumah sakit?" tanya Kevin memulai percakapan.

"Gue cuma mau nemenin bokap yang lagi praktek," jawab Kara acuh tak acuh.

Kevin terkekeh geli mendengar jawaban Kara yang begitu jujur. Baru kali ini ada cewek yang cuek ketika berbicara dengannya. Ada secuil rasa kagum di dalam diri Kevin mengetahui fakta tersebut.

Kara menaikkan sebelah alisnya, "Lo kenapa ketawa? Ada yang lucu?"

"Ada. Elo yang lucu," jawab Kevin tersenyum.

Kara hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah Kevin yang menurutnya sedikit aneh. Perubahan sikap Kevin yang terlalu sering di lihatnya, membuat Kara ingin bertanya saking penasarannya.

Kara menggaruk tengguknya yang tidak terasa gatal. "Ehm.....gimana ya ngomongnya."

"Ngomong aja. Gue gak gigit kok," ucap Kevin dengan nada sedikit bercanda.

"Gue mau nanya. Lo sering ngunjungin bangsal anak-anak penderita kanker?" tanya Kara tanpa bisa menyembunyikan rasa penasarannya.

"Sering. Cuma dua minggu terakhir ini gue gak pernah datang lagi. Gue lagi sibuk-sibuknya ngurusin PORSENI yang mau diadain dua minggu lagi," jawab Kevin.

"Ooo gitu. Gue kira lo manusia yang gak punya perasaan sama sekali. Tahunya lo baik juga orangnya," cetus Kara tanpa merasa bersalah.

"Elo ngomong jujur banget ya," ujar Kevin sambil menyeruput cappucino yang dipesannya tadi. Setelah itu, Kevin menyandarkan tubuhnya ke kursi kemudian melipat kedua tangannya di dada.

"Elo gak merasa aneh gitu lihat kepribadian gue?" tanya Kevin.

"Aneh sih," jawab Kara blak-blakan. "Gini ya kata semua siswa yang ada di sekolah ke gue kalo elo itu manusia ter-ice. Tapi kok elo senyum dan ketawa ya kalo lagi sama gue." Kara menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Yups itu pertanyaannya. Gue juga gak tahu kenapa. Mungkin suatu saat nanti gue ato elo bakalan tahu juga kok. Gue cuma mau jalanin aja dulu," ujar Kevin santai.

"Gaya lo," cibir Kara sedikit kesal.

"Elo harusnya merasa beruntung dong karena elo orang satu-satunya yang bisa lihat gue senyum dan ketawa setelah kejadian itu," gumam Kevin dengan memamerkan senyum miring andalannya.

"Kejadian itu? Kejadian apa sih maksud lo?" tanya Kara bingung.

"Mana ada gue bilang kejadian deh. Kuping lo kayaknya perlu dibawa ke THT deh," jawab Kevin dengan sedikit gugup. Sebenarnya tadi dia mengucapkan itu dengan nada bicara yang sangat pelan. Tapi, sepertinya kuping Kara sangat tajam mendengarnya. Entahlah siapa yang salah.

"Iyain aja deh," balas Kara dengan nada malas.

Ya, mungkin itu permulaan mereka ngobrol berdua. Tapi, ada yang berbeda. Mereka tidak merasa asing satu sama lain. Semesta sudah mulai membiarkan mereka bangkit dari masa lalu. Karena sekarang sudah saatnya keduanya tahu hal yang sebenarnya.

*****

Aku update lagi. Pasangan Kevin & Kara kembali lagi nih 😂
Semoga kalian suka ya ;)
Jangan lupa voment ya!

All About RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang