Chapter 17

48 6 0
                                    

"Jangan terlalu benci. Nanti kamu bakal jadi jatuh cinta. Benar bahwa benci dan cinta itu hanya setipis benang perbedaannya. Jadi berhati-hatilah!!!"
√√√√√

Awan mendung sudah menyelimuti semesta pagi ini. Cuaca menjadi tidak bersahabat dengan manusia belakangan ini. Tangisan alam sering terjadi membuat manusia kesal. Kota Jakarta yang biasanya padat jam segini menjadi lebih sunyi. Sepertinya rasa malaslah yang berkuasa hari ini.

Tapi di rumah kediaman Kara terjadi hal yang berbeda. Semua anggota keluarga sudah lengkap di meja makan untuk melakukan rutinitas sarapan pagi bersama. Sedari tadi Kara hanya diam membisu menyantap roti bakar kesukaannya. Rasa ngantuk masih menyergap di matanya.

"Cemberut aja, Dek," celetuk Fero jahil.

"Diam deh, Bang. Gue masih ngantuk," jawab Kara malas.

Ingin membalas ucapan adiknya itu, Fero langsung menangkap sinyal peringatan dari mata tajam papanya. Ya, kalau sudah seperti ini, Fero hanya bisa mendengus pasrah. Suasana hening pun kembali menguasai mereka.

Ting nong

Bunyi bel berbunyi dengan nada yang tidak sabaran membuat Kara langsung kesal. Dengan langkah yg lebar dan cepat, Kara membuka pintu rumahnya sedikit kasar. Ada sesosok manusia yang berdiri menjulang dengan wajah datar disana. Kara menaikkan sebelah alisnya melihat Kevin berada didepan rumahnya pagi-pagi buta begini.

"Gue ke sini disuruh Bunda buat ngasih kue. Bokap lo mana?" tanya Kevin tanpa basa-basi.

"Di dalam," jawab Kara singkat.

Kevin sedikit kesal melihat tingkah Kara yang menurutnya sok. Tidak ada keramahan dalam hal bertamu. Bayangkan saja pintu tidak dibiarkan terbuka lebar. Kesimpulan yg Kevin tangkap adalah Kara tidak menginginkan kehadirannya. Kevin menatap tajam Kara yg belum sadar juga.

"Lo gak nyuruh gue masuk?" sindir Kevin sarkas.

"Enggak," jawab Kara enteng. Ia sudah terlalu muak melihat muka datar Kevin yang minta ditabok ini.

"Sini kuenya dan cepat pergi dari sini," perintah Kara tanpa perasaan.

Kevin langsung mengeryitkan dahinya. Yang ada sekarang otaknya adalah ingin segera membunuh Kara. Perempuan ini sudah terlalu berani terhadapnya. Tapi apa daya, ide itu tidak akan bisa terealisasikan.

Fero jadi penasaran siapa yang bertamu sehingga Kara begitu lama kembali. Untuk menuntaskan rasa penasarannya, Fero langsung bergegas menghampiri Kara.

"Dek siapa tamunya?" tanya Fero pada Kara yang sedang memegang gagang pintu begitu erat.

"Cuma orang kurang kerjaan kok, bang," jawab Kara langsung menutup pintu sedikit keras.

"Permisi...." teriak Kevin cukup keras karna merasa tidak terima atas perlakuan Kara barusan.

"Itu bukannya suara Kevin ya?" tanya Fero memastikan.

"Bukan. Itu suara orang gak waras," jawab Kara cepat dan langsung cepat menarik lengan Fero untuk kembali lagi ke meja makan.

Tapi bukan Fero namanya kalo gak kepo. Dengan kecepatan seribu bayangan, Fero membuka pintu dan tepat sasaran. Sosok Kevin yang menjulang sedang berdiri dihadapannya saat ini. "Kara memang orang yang tidak punya perasaan," desis Fero saking geramnya.

"Ayo vin. Masuk!" ajak Fero ramah.

Melihat kelakuan SKSD abangnya, Kara langsung mendengus keras. Pura-pura tidak mendengar, Fero cepat menarik Kevin menjumpai ayahnya.

"Selamat pagi, om," sapa Kevin sambil menyalam tangan Rudi sopan.

"Pecitraan Anda sangat bagus, bung," sahut Kara sinis.

All About RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang