4

644 56 14
                                    

Setelah kejadian menantang maut dan menegangkan urat saraf kemarin berakhir, Eren menjelaskan keadaan yang sebenarnya dan meminta maaf kepada Armin.

"Ah, jadi begitu. Aku kira kau ketinggalan sesuatu yang penting, makanya kau melakukan hal itu. Tapi tidak usah di pikirkan." Ujar Armin sambil menggaruk kepala yang tidak gatal.

Kemarin Eren juga menceritakan secara mendetail tentang peristiwa sepeda Armin kepada Levi. Ia menjelaskan bahwa Armin baik - baik saja dan akan mengembalikan sepeda nya besok. Namun setelah berjumpa di kelas hari ini, gadis itu menarik kembali kata - kata nya. Keadaan Armin tidak baik. Bahkan jauh dari kata baik.

Kepala pirang nya dililit perban, pipi, siku dan punggung tangan kanan bertambal kasa penutup luka. Eren meneguk ludah. Bahkan matanya membelalak ketika bertemu dengan pergelangan kaki Armin yang berbalut gips. Eren langsung berlutut dan memeluk pinggang Armin.

"Huhuhu Armiinnn. Maafkan akuu! Aku benar - benar minta maaf! Aku tidak tahu jika kebodohan ku akan menyebabkan mu menjadi seperti ini!" Eren mengguncang - guncangkan badan pria berambut blonde tersebut, menatapnya dengan wajah memelas.

"Eren, sungguh aku tidak apa sekarang. Untung saja ada Erwin - senpai yang menolong ku kemarin." Armin bercerita yang anehnya dengan penuh semangat walaupun badannya bersulam luka.

"Aku akan duduk dengan mu dan membantu mu menulis jika tangan mu sakit. Ah...aku juga bisa memijat pundak mu. Biarkan aku menebus kesalahan ku." Eren merengek lagi.

"Kau tidak harus seperti itu Eren. Sungguh aku tidak enak ha...."

"Aku akan membuatkan mu bekal setiap hari!" Eren menyela.

"Eren......"

"Dan aku juga akan mengantar jemput mu jika perlu!"
Armin di goncang - goncangkan hingga kepalanya pusing.

"Hei, ada apa ini?" Connie, Bertholdt dan Reiner yang baru saja datang menghampiri bangku Armin. Mereka tampak kaget menyaksikan keadaan si kepala jamur.

"Oi oi. Apa yang terjadi pada mu Armin? Sekujur tubuh mu penuh perban." Reiner menggelengkan kepala.

"Pfft.....aku kira koleksi mumi di museum  Trost di curi dan di pajang di ruangan kita." Connie menahan tawa melihat Armin yang nyaris terlihat seperti mumi  kehilangan jati diri.

"Ah, maaf Armin bukan maksud kami menertawai mu. Sebenarnya ada kejadian apa?" Bertholdt menatap Armin dengan serius walaupun sudut bibirnya terlihat sedikit terangkat.

"Itu semua salah ku." Eren berdiri sambil merapikan rok nya.

Reiner, Bertholdt dan Connie saling berpandangan. Seketika mereka mundur selangkah.

"Apa?" Eren memandang mereka, heran.

Kau....menghajar Armin sampai babak belur?" Connie bersembunyi di balik punggung Reiner. Kali ini giliran Eren yang menganga.

"Ah, kalian jelas sangat salah paham." Armin menengahi. "Aku jatuh dari sepeda karena Eren menghadang ku."
Hening...

"Pfffttt....." Connie dan Reiner menutup mulut mereka, menahan tawa.

"Yang tertawa benar - benar akan ku hajar." Eren menyingsingkan lengan kemeja nya.

"Akh, tidak tidak tidak, kami tidak tertawa. Kami hanya heran, kenapa luka yang kau dapatkan karena jatuh dari sepeda sangat banyak Armin." Reiner menggerak - gerakkan tangannya di depan dada. Masalah besar jika ia harus berhadapan dengan Eren. Ralat. Bukan dengan Eren, tapi dengan kekasihnya yang sadis. Melawan Eren berarti melawan Levi karena mereka satu paket.

"Hahah. Armin kau benar - benar bodoh.....ah maksud ku, malang." Connie tampak geli sekaligus prihatin.

"Ya, panjang jika di ceritakan. Aku tidak perlu membahasnya. Tapi aku senang karena Erwin- senpai yang datang menolong ku." Armin bercerita dengan mata berbinar- binar. Reiner, Connie dan Bertholdt saling berpandangan, bergidik ngeri.

FALL [RIREN] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang