8

429 45 31
                                    

"Ayahandaku tercinta, kau akan pergi bekerja hari ini?" Eren yang masih mengenakan piyama bergelayut manja kepada sang ayah yang sedang menyemir sepatu.

Grisha melirik sebal.
"Kenapa? Kau mau menjadi sopir pribadi agar bisa menghantamkan mobil ke pinggir jalan dan mengirimku ke rumah sakit sebagai pasien?" Sindirnya.

"Apa? Haha, tentu saja tidak." Eren menggaruk pipi dengan gugup.

"Lantas mau apa menanyakan soal pekerjaan ku? Bergelung saja di dalam kotatsu sana." Ujar pria berkacamata itu melanjutkan semiran pada sepatu nya yang baru setengah mengkilat. Ia merasa sangat jengkel pada sang putri semata wayang , akibat insiden ciuman hot antara tembok pembatas dan mobil tua warisan buyut yang berharga. Mobil antik yang nilai historis nya tidak tergantikan. Belum lagi air mata Grisha terbit karena harus merelakan lembaran uang melayang begitu saja untuk memoles kembali mobil warisan itu.
Beruntung ia tidak mengizinkan Eren menyentuh salah satu dari dua mobil mewah lain yang terparkir di garasi. Bisa - bisa ia harus di resusitasi jika mobilnya mengalami hal sama.

"Uph....kata - kata mu pedas sekali ayahanda." Eren menggembungkan pipi. Grisha menepuk jidat nya, frustasi.

"Berhentilah memanggilku ayahanda. Itu menjijikkan."

"Jadi katakan, apa hari ini kau bekerja?" Ulang Eren.

"Tentu saja, memangnya dimana lagi aku bisa mendapatkan cukup uang untuk memanjakanmu nak. Tidak perlu basa basi, kau tahu hari ini jadwal kontrol Levi kan?" Grisha langsung to the point. Diam - diam ia merutuki kebodohan nya karena kelepasan bicara mengenai Levi semalam.

"Aaahh, kau memang pengertian papa! Tunggu di sini, aku akan bersiap."  Eren berlari kencang ke kamar.

"Panggil aku ayah! Dasar anak aneh."

Belum lima menit berlalu, gadis itu sudah kembali dengan mantel hangat, topi rajut menyelubungi rambut nya yang tergerai, dan dan tas tersampir di bahu.

"Baiklah aku siap daddy . Ayo kita berangkat."

Grisha menggelengkan kepala. Persetan lah dengan panggilan apapun dari anak aneh ini.

"Tunggu. Kau sudah minta izin kepada Levi kan? Katakan bahwa kau akan menunggu disana. Kau tidak bisa seenaknya dengan pasienku, bocah bodoh."

"Hanya Levi yang boleh memanggilku seperti itu ayah." Eren menggerutu. Tak urung ia mengirimkan pesan singkat kepada Levi dan yang pasti  tidak kunjung dibalas. Eren tidak ambil pusing. Toh gadis keras kepala itu tetap akan pergi. Ia melangkah santai mengikuti sang ayah masuk ke mobil.

"Bagaimana keadaan Levi akhir - akhir ini?" Grisha bertanya pada Eren sambil fokus mengemudi.

"Bagaimana? Maksudnya?" Eren tidak mengerti.

"Apakah ia pernah mengalami serangan lagi setelah keluar dari rumah sakit?" Grisha menjelaskan dengan sabar.

"Itu....aku rasa.......tidak." Eren menjawab pelan, sedikit tidak yakin. Ya, memang itu yang diingat karena hanya bertemu Levi saat sesi  perkuliahan. Jika sedang absen atau pulang ke apartemen, mana ia tahu.

Buntut - buntut nya, Eren menepuk jidat. Gadis itu menyesal kenapa tidak memperhatikan Levi lebih intens. Paling banter ia sudah menggelinjang kesenangan begitu menjumpai Levi  dan lupa bernapas.

FALL [RIREN] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang