12

356 42 15
                                    

Eren mengangkat wajah, membuat tatapan mereka bertemu untuk yang terakhir kali. Iris emerald dan iris abu, sama - sama kehilangan pendarnya. Gelap dan kosong.

.
.
.
.
.
.
.
.
.

Fall
Part 12
Lost

Armin datang dari  lobi, berkali- kali memanggil namun tidak direspon. Pandangan Eren masih tertuju pada jalanan di depan gerbang yang sudah kosong. Tidak tahan udara dingin,  Armin nekad menyeretnya masuk.

"Apa yang kau lakukan diluar?" Armin bertanya sembari melirik lawan bicaranya. Tapi yang diajak bicara malah tidak merespon. Kepala gadis itu tertuju ke arah gerbang. Terpaksa Armin menghentikan langkah.

 "Haloo?? Kau mendengarku??" Armin menjentikkan jari di telinga Eren. Barulah ia melepas pandangan dari gerbang dan menoleh pelan pada Armin.

"Hei....kenapa menangis?!" Armin menatap khawatir. Eren masih diam. Linangan air mata yang menjawab pertanyaan. Gelagat buruk, Armin sudah siap mengajukan rentetan pertanyaan saat Eren malah menubruknya, menenggelamkan wajahnya pada bahu pria blonde itu. Armin kembali menelan kata-kata yang hendak diucapkannya.

"Eren, apa yang---"

"Aku mau pulang."
Eren mengangkat wajah, cepat-cepat berbalik menghindari tatapan khawatir Armin.

"Tunggu---" Armin menangkap pergelangan tangan Eren, namun segera ditepis kasar. Tanpa menoleh ia berlalu dari hadapan Armin yang masih terbengong sambil mengelus pelan punggung tangan.

***

Grisha bersiul senang walaupun salju  mengiringi langkah pulang. Seminar di luar kota yang dihadirinya sudah selesai. Jadi sekarang ia bisa menikmati cuti singkat selama dua hari. Bagi seorang dokter super sibuk, ini adalah hal menyenangkan yang bisa ia dapatkan selama setengah tahun terakhir. Memikirkan saja sudah membuat euforia sendiri. Dari yang awalnya Grisha hanya bersiul senang, sekarang ia mulai melompat - lompat kegirangan macam gadis dibelikan bola bekel. Untung saja jalanan dekat rumah sedang sepi.

"Honeyyy~" Ujarnya merdu sembari menutup pintu di belakangnya dengan tergesa, lalu berbalik sambil memasang pose siap dipeluk.

"Aku pulaaastaga doragon!" Grisha mematung masih dalam pose siap dipeluk. Bibirnya yang tadi menyunggingkan senyum sumringah kini tertekuk ke bawah begitu mendapati sang putri menyambit---maksudnya menyambut dengan wajah tragis. Sepertinya sengaja menunggu kedatangan Grisha sejak tadi. Begitu sang ayah menampakkan batang hidung, Eren langsung melesat dan mencengkeram kerah mantelnya.

"Apa yang kau lakukan, dasar konyol! Kau mengajak ayahmu duel hah??!" Jerit Grisha ngeri, bagai perawan hampir diperkosa. Eren tidak peduli, ditatapnya sang ayah tajam.

"Kemana Levi pergi?!" Jeritnya. Grisha tentu saja membelalakkan mata.

"Jangan meracau! Aku tidak mengerti apa yang kau katakan. Ck, kemana Carla pergi di saat seperti ini?!" Grisha menggerundel tidak jelas sembari menghembuskan napas pasrah.

"Turunkan tanganmu atau aku akan mencoret namamu dari kartu keluarga. Memangnya ada apa dengan Levi??" Grisha melepaskan cengkeraman Eren dari kerah mantelnya.
'Anak ini kurang diruwat.' Pikir Grisha stres.

"Maafkan aku, tapi aku mohon katakan......" Eren menatapnya berurai air mata. Sekali lagi Grisha melongo.

"Nak, dengarkan aku." Grisha memutar bahu Eren ke arahnya.
"Aku tidak tahu apa yang kau bicarakan. Jelaskan dengan baik."

"Tidak, kau yang harus dengarkan aku. Kenapa kau biarkan Levi pergi? Bukankah dia masih dalam perawatanmu???!"

Kali ini otak Grisha mulai memasuki arah pembicaraan.

FALL [RIREN] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang