"Kita....dimana...?" Desis Eren lirih. Kenny memandanginya dengan heran.
"Kau tidak tahu ini dimana? Dimana lagi jika bukan pemakaman. Lebih tepatnya pemakaman keluarga Ackerman." Ujar Kenny santai.
"Tu.....tujuan kita kemari?"
"Ah, maaf aku lupa mengatakan. Hari ini tradisi ziarah ibuku tercinta. Walaupun sudah di alam baka, aku tetap berkunjung jika tidak ingin dikutuk jadi batu. Kau boleh tunggu disini jika mau." Kenny tidak menunggu jawaban dari Eren. Ia membuka gerbang dari besi hitam kokoh dengan mudah, menghilang dibaliknya. Sementara Eren mengumpulkan nyawa yang sempat melayang akibat membayangkan hal yang tidak-tidak. Kenny sangat piawai memainkan emosi.
"Haha, harusnya aku tidak panik hanya gara-gara orang tua aneh." Pikirnya sambil menghirup napas dalam. Satu menit kemudian, Kenny sudah kembali dalam kondisi menggigil .
"Sialan. Musim dingin bercampur aura kematian, menusuk sampai tulang." Ujar Kenny kesal sambil menutup pintu mobil.
"Anda sungguh melakukan kunjungan yang sangat singkat." Eren berusaha mencairkan suasana.
"Tentu saja." Ujar Kenny sambil bersidekap. " Memangnya apa yang perlu kukatakan pada gundukan tanah dan balok marmer yang hanya memuat nama? "
"Memangnya apa yang anda katakan?" Eren balik bertanya.
"Hai bu, putramu yang tampan sekarang sudah kaya dan punya banyak uang. Istirahat yang tenang, sampai jumpa."
Eren menggaruk kepala yang tidak gatal mendengar celotehan Kenny.
"Satu lagi. Aku tidak pernah buka mulut soal status lajangku."
"Me...mengapa?"
"Jika ibu sampai tahu aku belum menikah, aku takut ia akan bangkit dari kubur dan menggentayangiku sampai dapat calon istri." Kenny menunjang kepalanya dengan dua tangan, bersandar pada tempat duduk. Eren menggelengkan kepala, heran sekaligus takjub dengan pemikiran orang tua yang abnormal di sebelahnya. Mirip......mirip......profesor Hanji?
Ya. Ajaibnya mereka memang mirip. Jika mereka sampai bertemu pasti universitas akan meledak dan harus mendatangkan ultraman untuk membereskan kekacauan.Mobil melambat, berpisah dari dari jalan raya memasuki bangunan bercat setengah oranye setengah krem. Belum sempat melihat plang yang sudah terlewati, Eren tidak tahu mau dibawa kemana.
"Tuan, kita---"
"Panggil paman nak, kau bukan peliharaanku. Ayo turun". Kenny sudah meloncat dari mobil. Eren mengekor, tertatih - tatih, berbaur ke dalam koridor yang hanya sedikit lengang. Setelah pintu kaca dilewati, barulah Eren tahu ia ada dimana.
"Kenapa kita kesini?" Ia berharap tidak mendapat jawaban yang tidak diinginkan. Wajahnya pucat pasi. Kenny hanya diam. Ia mempercepat langkah menuju lift di sebelah kiri, menekan tombol ke lantai tiga. Mereka saling terdiam di dalam lift. Eren sudah gelisah tidak karuan. Sekali lagi Kenny sukses membuat emosinya membal naik turun.
Lift berhenti di lantai tiga. Kenny mengajak Eren berbelok ke kiri, berhenti tepat di depan konter perawat. Ia bercakap sebentar lalu melambai memberi isyarat pada Eren. Gadis itu terpincang pincang, mendekat ragu.
"Sebenarnya hanya satu orang yang diizinkan masuk. Tapi karena bujukan pria tampan sepertiku, gadis - gadis manis ini akhirnya menyerah." Ujar Kenny jumawa sembari menunjuk ke arah tiga orang perawat. Serentak perawat itu tertawa cekikikan macam kuntilanak paduan suara. Tapi Kenny diledekpun tetap santai, tidak peduli.
"Ayo masuk."
Mereka memasuki lorong di sebelah kiri konter perawat setelah sebelumnya mengenakan penutup kepala, masker, pakaian dan alas kaki khusus. Perasaan Eren makin tidak enak. Ia tumbuh besar beberapa tahun lamanya di gedung rumah sakit menemani sang ayah. Dan ia hapal betul, pakaian khusus bagi penjenguk pasien artinya pasien tersebut dirawat pada ruangan khusus.
![](https://img.wattpad.com/cover/112528633-288-k149567.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
FALL [RIREN]
Fiksi Penggemar[END] Attack on Titan belongs to Hajime Isayama. . . . Semua tokoh Attack on Titan hanya milik mr. Isayama. Author numpang pinjam 😊😊😊