13

419 42 23
                                    

Fall
Part 13
Hope

Maria, 24 Desember.

Sore menjelang malam. Jalanan licin tertimbun salju menjadi pijakan manusia yang berlalu lalang. Beberapa tergesa mendatangi toko yang masih buka karena lupa dengan hadiah natal. Yang lain menuju gereja untuk persiapan doa. Kecuali gerombolan mahasiswa seni. Trost cafe yang seharusnya tutup, sekarang  menjadi basecamp untuk merayakan malam natal usai doa bersama. Dan Hitch lah yang berjasa besar dalam membujuk rayu pemilik cafe dua hari sebelumnya. Entah bagaimana cara Hitch bernegosiasi sampai - sampai si pemilik cafe mengangguk terhipnotis sambil meneteskan darah segar dari kedua lubang hidung. Marlowe dan Thomas yang ikut mengantar hanya bisa menganga sambil mengacungkan empat jempol tangan dan kaki masing - masing.

Setelah urusan tempat selesai, tugas Marco sang penggagas acara yang  menyelesaikan sisa pekerjaan dibantu Annie. Meja - meja bundar disusun rapi tumpah ruah dengan makanan dan minuman terhidang. Satu meja dekat pantry terlihat paling mencolok karena selain dihias super heboh dengan segala hiasan pohon natal, juga orang yang mendudukinya membuat sesisi cafe pasrah sambil geleng kepala.  Belum semua datang, tapi makanan di meja itu sudah hampir habis. Siapa lagi pelakunya jika bukan Sasha yang mengusung motto 'tak kenyang maka tak pulang.'

"Haik hemirsah, hisini hakhu han heherava hiring hentang hedang herkencan." Sasha pura - pura menghadap ke arah kamera kasat mata sambil terus memasukan makanan ke mulut tanpa absen. Saus barbeque kecoklatan memercik ke segala arah, menodai syal yang dikenakannya.

Di meja dekat jendela, Reiner, Marlowe, Bertholdt, dan Hitch sudah berencana untuk teler bersama walaupun belum tengah malam. Gelas - gelas besar berdenting, basah oleh luapan busa bir yang baru dituang dari botol.

Thomas yang malam ini menjadi juru kamera dadakan sibuk melesat dari meja ke meja, ke arah kiri, kanan, atas, bawah, jepret sana, jepret sini, sampai hampir disikut Petra karena flash kamera tepat menghujam mata dan membuat berkunang. Niat awal Marco menugaskannya untuk membuat album kenangan. Di tangan Thomas, niat awal yang mulia berubah menjadi niat sampingan terselubung penuh modus. Jepret sana sini  sebagai alibi mendapat asupan hentai maupun aib beserta pose - pose konyol yang bisa diperangkap lensa kamera miliknya yang masih nyicil.

"Cih, kostum bunny girl pasti lebih bagus." Ujarnya sambil melihat hasil jepretan. Sekali lagi ia mengarahkan kamera ke salah satu meja sambil mengatur jarak.

"Haah?? Ini asli atau sumpalan dada?" Bisiknya sambil menatap layar kamera. Beberapa kali ia mendengus sendu begitu memeriksa hasil jepretannya yang tidak sesuai ekspektasi. Semua gadis datang menggunakan jaket tebal ditambah sweater lengan panjang tiga lapis, bagaimana bisa mendapat koleksi berharga? Harapannya mendapat momen hentai semakin jauh. Jadilah pose binal Hitch yang berusaha menggoda Reiner menjadi koleksi terbaik Thomas hari ini. Daripada mati berkalang tanah, lebih baik hidup bergelimang hentai. Titik!

Connie baru datang, menyibak pintu dengan cengiran lebar dan langsung menuju pojokan karaoke diikuti Jean dan Farlan, berniat menyalurkan bakat tarik suara terpendamnya.
Sementara Jean dan Farlan hanya menemani dan duduk di sofa pojok, menyesap minuman kaleng yang disediakan di atas meja dalam diam. Terlau diam untuk ukuran Jean yang selalu berisik. Ditambah penampilannya yang penuh luka.

"Maaf, kami terlambat." Keriuhan di dalam membuat suara Armin yang berdiri di ambang pintu tenggelam, kecuali beberapa pasang mata yang melirik kedatangan orang di belakang Armin.

"Okaeri, Armin, Eren! Sinii..." Petra dan Christa heboh menepuk - nepuk tempat duduk agar mereka berdua bergabung disana.

"Ayo Eren." Armin menggeret Eren yang nyaris bagaikan mayat hidup. Ia mau - mau saja didorong dan dipaksa duduk di sebelah Petra.

FALL [RIREN] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang