5

634 54 9
                                    

Eren memaku pandangannya pada ponsel. Sebaris kalimat dari Levi sudah ia tatap selama lima menit, tidak peduli berapa kali kaki mungil nya terantuk kerikil dan anak tangga.

'Pekerjaan penting. Jangan merindukan ku.'

Yeah. Hanya sebaris kalimat dingin yang membuat membuat mood nya terbang.

'Jangan berharap aku akan merindukan mu balok es sialan.'

Eren mengirim kalimat yang telah dipikirkannya selama 5 menit, berjalan gontai menuju ruangan. Cuaca mulai terasa sejuk dan kering, walau masih siang hari. Ia merapatkan jaket nya, berkutat dengan sisa - sisa khayalan ingin bekerja sambilan.

Ya, Eren si gadis berkepribadian ambigu, cengeng sekaligus tomboi, sekarang ingin bekerja. Otaknya memaki. Siapa suruh ia kuliah di tempat yang para mahasiswa nya kebanyakan memilikki pekerjaan sampingan.

Armin sebagai penulis berita sudah menggeluti profesi nya sejak duduk di bangku SMA. Bakat tukang makan Sasha tersalurkan sebagai kritikus makanan amatiran di sebuah majalah kuliner. Reiner mengelola sebuah klub malam milik ayahnya. Bermodalkan badan besar yang dipenuhi otot, ia cukup disegani di klub tersebut.  Annie, si ratu es diam - diam memilikki perut bagaikan roti sobek, seksi sekaligus macho karena pekerjaannya sebagai atlet binaraga. Pantas saja selalu duduk anteng, kalem di kelas tapi tidak ada yang berani mengusik.  Dan terakhir, kekasihnya Levi dengan 'pekerjaan' rahasia yang mengharuskannya untuk sering bolos.

Sepertinya hanya ia yang selalu punya banyak waktu luang.

Ratu nya waktu luang.

Ah, andai saja ia punya satu pekerjaan yang membuatnya terlihat hebat seperti teman - teman lain.

Di antar oleh khayalan yang semakin muluk, gadis itu melangkahkan kaki  ke bangku Armin yang masih sibuk dengan catatan dan membanting ponsel ke atas meja. Armin tersentak kaget. Perbannya sampai copot. Eren tidak peduli. Ia meletakkan kepala dengan lelah di atas meja.

"Konnichiwa Eren. Kenapa kau duduk di sini?" Armin bertanya ramah.

Seketika Eren memalingkan wajahnya pelan - pelan. Memandang pria blonde itu dengan tatapan sensi. Armin meneguk ludah, sepertinya ia sudah salah bertanya.

"Hee? Apa aku tidak boleh duduk di sini? Bukankah semua bebas duduk di mana saja?" Eren bertanya datar kemudian menjatuhkan kepala lagi. Armin menahan napas. Sesaat ia merasa luka - luka nya akan bertambah.

"Ah dan satu lagi." Eren kembali menghadap kepada Armin.

"Eee...eeh???" Armin gelagapan.

"Kau lihat luka - luka mu? Itu semua salah ku. Aku sudah berjanji untuk membantu. Jadi, jangan coba - coba menolak niat baik ku."

"T...tapi sepertinya kau terpaksa.."

"Jangan menolak."

Armin menganggukkan kepala kuat -kuat. Membantah Eren yang sedang dalam mood buruk sama saja dengan mendatangi iblis kelaparan sambil melambaikan tangan dengan ramah dan berkata:
"Hai, kau lapar? Aku penuh lemak dan bergizi"

Oh, betapa baik hatinya dirimu Armin.

Selain itu, Levi sepertinya absen lagi sehingga Eren uring - uringan. Sekarang ceritanya bukan mendatangi iblis yang kelaparan, tapi mendaki gunung berapi yang sedang meletus. Mau tidak mau, siap tidak siap, laharnya akan menimbun kapan saja.

Armin menghela napas lelah, lalu melanjutkan artikel yang hampir mendekati tenggat waktu. Bisa - bisa ia dijejali ketiak oleh atasannya yang bertubuh gemuk dengan leher berlipat - lipat, karena telat mengumpulkan tulisan. Armin bergidik ngeri seraya mempercepat gerakan tangannya.

FALL [RIREN] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang