1

21.7K 321 11
                                    


1


Nada berlari secepat mungkin untuk segera mencapai gerbang sekolah. Gerbang utama sekolah yang di dominasi warna kuning gading itu nyaris tertutup rapat. Sambil terus berlari, Nada melirik ke pergelangan tangannya. Arloji mungil yang melingakari pergelangan tangan kirinya itu sudah menunjukan 07. 30 tepat. Pak Harto sudah akan menutup gerbangnya namun urung dilakukan ketika teriakan Nada yang menggema itu membuat pak Harto menyipitkan matanya.

Laki-laki berumur akhir 40 tahun itu harus menyipitkan matanya karena rabun jauh membuatnya tidak bisa melihat Nada yang berteriak tadi. Hanya tinggal beberapa langkah untuk sampai ke dalam sekolah. Dan Nada langsung menunduk sambil memegangi lututnya untuk mengatur napasnya yang ngos-ngosan.

Nada menaikkan pandangannya. Menatap satpam sekolah yang sudah di kenalnya sejak 2 tahun itu lalu tersenyum. Keringat bahkan sudah membanjiri dahi Nada. Ini adalah kali pertama ia telat datang ke sekolah bahkan sampai gerbang nyaris tertutup.

"Pak, makasih ya." Kata Nada. Ia masih tersenyum dan masih berusaha mengontrol napasnya yang belum stabil.

Pak Harto menatap Nada dengan mata menyipit di sertai gelengan kepala.

"Kamu kok telat? Biasanya kamu datang lebih awal." Kata pak Harto pada Nada.

Sebuah suara yang menggema, membuat Nada gak sempat menjawab pertanyaan pak Harto perihal keterlambatannya ini. Jadinya, Nada hanya meninggalkan senyuman pada pak Harto sebagai jawaban untuk pertanyaan bapak itu. Ya, meski sebenarnya itu tidak termasuk jawaban sama sekali.

Nada kembali berlari lagi. Lapangan nyaris penuh oleh anak-anak SMA Laskar Abadi. Mereka berbaris berdasarkan kelas masing-masing. Di sebelah kiri podium, adalah barisan khusus anak PMR. Di depan podium, adalah barisan kelas 10 dan 11. Sedangkan di sebelah kanan podium yang bersebelahan dengan kolam kecil adalah barisan kelas 12.
Nada mendongak untuk melihat situasi. Ini adalah kali pertama dan ia benar-benar tidak biasa masuk ke dalam barisan paling belakang. Sambil mendengus, Nada mengendap-endap menuju barisan kelasnya agar tidak di ketahui guru pembina apel pagi bahwa ia terlambat masuk ke dalam barisan.

Masih mengendap-endapkan langkahnya, Nada terlonjak kaget saat bahunya di tepuk cukup kuat oleh seseorang yang tidak di ketahui siapa. Nada memeguk ludahnya susah payah. Karena yang pertama selalu berantakan, maka Nada yakin kali pertama keterlambatannya akan menjadi masalah.

Tubuh nada menegang. Ditahannya napasnya yang masih sedikit ngos-ngosan. Bahu Nada yang tadinya turun jadi menegak. Tapi sepersekian detik setelah Nada mendengar kikikan yang sangat ia kenal, Nada jadi melengos dan menoleh dengan tatapan judes.

"Hihihi... duh, Nad. Lo jangan liatin gue gitu ah. Kayak napsu banget tau kesannya."

Yang tadinya Nada mengira bahwa tangan yang ada di pundaknya adalah tangan salah satu anak PMR atau bahkan guru yang sedang patroli rutin setiap pagi, ternyata salah besar. Tangan yang tadi ada di pundaknya adalah tangan Sifa. Teman satu kelasnya yang nampaknya juga telat masuk barisan.

Sifa terkikik geli melihat wajah tegang Nada. Cewek berambut sebahu yang di biarkan tergerai itu membuat Nada mau gak mau mendesis jutek.

Sifa masih terkikik geli melihat reaksi Nada. Gak lama, dua orang itu dibuat menoleh bersamaan ketika seseorang yang sedang berlari-lari kecil dari arah kelas mereka. Sifa melongo dengan mata membulat tak percaya. Sedangkan Nada hanya memberikan ekspresi datar di sertai gelengan kepala yang samar.

"Hihi... hai." Orang yang tadi berlari ke arah mereka berdua melambaikan tangan dengan senyum lebar tanpa rasa bersalah. Giginya yang rapi terlihat begitu manis ketika ia tersenyum.

High School Diary [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang