7

2.5K 164 2
                                    

Nada memilih kabur ke perpustakaan saat jam istirahat pertama. Ia memilih memisahkan diri dari dua sahabatnya yang memilih berlalu ke kantin sekolah.

Sejak mendapat cokelat tadi pagi diatas mejanya, kelas jadi berisik dan berubah kepo. Anak-anak cewek kelasnya dengan lebay menanyai Nada tentang identitas si pengirim cokelat itu. Nada sendiri sudah tahu siapa pemberi cokelat yang di bungkus kotak kado dengen pita pink tadi pagi. Yang pasti, pemberi cokelat itu adalah orang yang sama dengan orang yang membuat pelipisnya lebam.

Di perpustakaan, suasana lebih hening dan tenang. Tidak ada yang membuat suara keributan. Bagi Nada, di sini adalah tempat paling nyaman untuk menenangkan diri.

Nada membalik-balik buku cetak Bahasa Indonesia yang sebenarnya tidak dibacanya sama sekali itu. Pikirannya mendadak di penuhi oleh wajah cowok yang dilihatnya di UKS kemarin.

"Lo udah baikan?" Suara itu membuat Nada mendongak. Buku cetak Bahasa Indonesianya dibiarkan terbuka begitu saja.

Mata Nada membulat beberapa saat. Dihadapannya saat ini, sedang berdiri seorang murid cowok yang mendekatkan wajahnya pada Nada. Kondisi tubuh cowok itu yang berdiri dengan tubuh dicondongkan ke depan, membuat wajah keduanya jadi begitu dekat.

Dari jarak sedekat ini, Nada bisa memperhatikan bagaimana bentuk wajah cowok itu. Kulit wajahnya putih bersih. Kedua alisnya tebal dan rapi. Bulu mata cowok itu juga panjang dan lentik. Ditambah bibirnya yang merah dengan tahi lalat kecil di sudut bibir, membuat Nada mengambil satu kesimpulan. Cowok di depannya ini, masuk ke dalam jajaran cowok ganteng.

Terkesiap, Nada buru-buru menegakkan tubuhnya dan menjauhkan wajahnya dari cowok itu. Cowok itu tersenyum. Senyum yang tidak bisa di pungkiri kalau senyum itu begitu manis.

"Lo udah baikan?" Cowok itu mengulangi pertanyaannya lagi.

"Udah." Jawab Nada singkat.

"Gue Fero." Cowok itu memperkenalkan dirinya tanpa di minta. Ia bahkan sudah mengulurkan tangan kanannya pada Nada.

Nada mengambil uluran tangan itu. Menyentuh ujung kelima jadi Fero lalu mengatakan namanya, "Nada."

Beberapa saat, hening menyeruak diantara mereka. Nada yang tidak biasa mengobrol dengan orang baru memilih kembali fokus pada buku Bahasa Indonesianya.

Fero sendiri, masih berdiri dengan kedua tangan disanggahkan di atas meja sambil memperhatikan Nada. Terutama pada bagian pelipisnya.

Sejenak, Fero tersenyum simpul. Dari pelipis Nada, Fero mengalihkan pandangannya ke puncak kepala Nada. Mendadak, Fero seperti memiliki hasrat untuk mengacak puncak kepala itu.

Tangan kanan Fero sudah mulai terangkat. Hasrat untuk mengacak puncak kepala Nada itu tidak bisa ia kendalikan. Jadinya, tanpa ijin lebih dulu, tangan kanan Fero sudah bertengger di atas kepala Nada. Dengan gerakan lembut, Fero mengacak-acak rambut Nada hingga jadi sedikit berantakan.

"Pulang sekolah, gue jemput lo di kelas ya? Awas kalau lo pulang duluan." Kata Fero kemudian. Cowok itu malah sudah melenggang pergi. Meninggalkan Nada yang membatu begitu Fero melakukan usapan di atas kepalanya.

Harusnya Nada marah tadi. Cowok itu kan baru kemaren bertemu dengannya secara dekat? Tapi kenapa berani sekali mengacak rambutnya? Sambil bergeming Nada berusaha mengontrol dirinya sendiri.

Sial... gue deg-degan.

****

Baik Sera maupun Sifa, tidak ada yang di beritahu Nada tentang pertemuan keduanya dengan Fero di perpus tadi. Karena Nada gak mau membuat kehebohan gara-gara hal itu. Cokelat tadi pagi saja sudah berhasil membut geger satu kelas. Bagaimana jadinya kalau temen sekelasnya tahu, Fero adalah si pengirim itu?

"Dasar setan." Tiba-tiba Sifa mengeluarkan makian setelah membuka handphonenya yang tadi bergetar.

Dengan muka ketat, Sifa mengembalikan handphonenya kembali ke dalam laci meja. Nada yang duduk di sebelahnya jadi mendekatkan tubuhnya pada Sifa karena ingin tahu.

"Setan banget si Ervan. Gue di sumpahin. Katanya kalau nanti pulang sekolah gue gak ke ruang osis untuk bantuin ngerjain laporan osisnya dia, gue di sumpahin jatuh dari motor. Terus ulangan gue remedi semua. Kan kurang ajar." Kata Sifa penuh emosi.

Nada yang ada di sebelahnya menenggerkan tangannya pada bahu Sifa, lalu mengelusnya.

"Ya udah. Mending lo bantuin deh. Kasihan juga. Lagian sedikit banyak lo juga salah, kan?"

"Ya iya sih. Cuma kan ngeselin aja gitu. Kayak gue mau kabur kemana aja. Gue curiganya nih, tuh anak sengaja ngerjain gue. Iya, pasti. Atau mungkin, dia naksir gue terus pengen lama-lama sama gue, dan menjadikan laporan osis yang kemaren jatuh, sebagai alasan."

Nada hampir saja kelepasan tertawa mendengar ucapan Sifa barusan. Setelah insiden tabrakan dengan Ervan tempo lalu, Sifa jadi sering membahas cowok itu dengan mata berapi-api. Emosi Sifa langsung tersulut tiap kali mengatakan nama 'Ervan'.

"Jangan benci berlebihan. Gue takutnya lo malah jadi cinta lagi. Benci dan cinta itu beda tipis loh." Kata Nada menggoda.

"Amit-amit." Seru Sifa sambil mengetukkan kelima jarinya yang ia kepal ke atas meja.

*****

Sera pamit pada Sifa dan Nada untuk pulang duluan. Hari ini, Ben mengajaknya main kerumah Ben. Ben bilang, mama dan papanya rindu Sera karena sudah lama tidak berjumpa.

Satu demi satu, penghuni IPA 3 mulai meninggalkan ruang kelas. Hanya tinggal beberapa orang yang tetap dikelas untuk membersihkan ruang kelas.

Hari ini Nada kebagian piket menyapu. Jadinya, ia juga harus pulang belakangan.

Sifa juga sudah keluar kelas begitu pesan dari Ervan masuk ke hp-nya. Dengan ogah-ogahan, Sifa melenggangkan kakinya menuju ruang osis untuk menemui cowok itu.

Nada pikir, kata-kata Fero di perpus tadi cuma bualan belaka. Nada kira, Fero tidak akan mau repot-repot menjemput Nada ke kelasnya seperti yang di katakan cowok itu tadi. Tapi rupanya, Fero sudah berdiri dengan menyandarkan  punggungnya pada pilar yang berada di depan kelas Nada.

Anehnya, cowok itu justru tersenyum ramah meski Nada yang menyadari keberadaan cowok itu justru memberikan tatapan sedatar mungkin.

Teman sepiket Nada, Olin, mendekati Nada yang sedang membersihkan papan tulis sambil berucap heboh. Cewek ini terkenal paling lebai diantara semua anak IPA 3. Nada memutar bola matanya malas begitu Olin mengeluarkan kata-kata, "Lo gak pernah cerita kalau punya gebetan ganteng gitu? Gila, lo. Brondong. Atlit basket pula."

Nada tersenyum miring. Malas menyahuti Olin yang pasti akan semakin heboh kalau ditanggapi.

Nada keluar kelas. Dengan tangan di rapatkan di kedua sisi tubuhnya, Nada menatap Fero tajam.

"Lo ngapain disini? Lo bukan anak kelas 12. Lo dilarang main-main ke area ini."

Fero tersenyum santai.

"Gue cuma mau nepatin janji aja. Lagian, siapa yang bisa ngelarang gue main ke area kelas 12? Anak kelas 12 juga nyaris kenal gue semua. Lo pasti juga tahu."

"Lo mending balik sekarang. Percuma lo nunggu gue disitu. Cuma buang-buang waktu." Ucap Nada dingin.

****

Tadaaaa..... gue lagi ngebayangin kalau Fero itu seseorang di masa SMA aku yang berhasil membuat aku jatuh cintaaa. Wkwkwk....

Untuk para readers, aku sangat berharap kalian meninggalkan jejak disini. Karena vote dan coment kalian akan sangat membantu.

See you later
Widari Hasnita

High School Diary [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang