25

1.9K 114 13
                                    

Hari Senin jam istirahat pertama.

Nada pergi sendiri ke perpustakaan tanpa Sera dan Sifa. Disana, ia duduk di lorong buku paling pojok diantara rak buku astronomi dan sastra indonesia yang jarang sekali di datangi murid-murid.

Nada duduk dengan kedua kaki tertekuk. Ia meringkuk. Menempelkan dagunya diatas tekukan lutut tersebut. Kedua tangannya bergerak bebas menyusuri pinggiran rak buku yang masih bisa ia jangkau dengan posisi meringkuk seperti itu.

Satu jam ia gunakan untuk mendekam di perpustakaan bahkan sampai bel tanda istirahat telah usai setengah jam yang lalu. Pun, Nada masih enggan untuk pergi dari tempatnya itu.

Ini seharusnya adalah pelajaran bahasa asing. Bahasa Jepang!!! Tapi Nada tidak mau masuk ke kelas karena Farel dan beberapa anak tadi bercerita, bahwa sensei sedang tidak masuk kelas karena ada urusan mendadak. Jadi, kelas kosong dan tidak ada kegiatan apapun di sana. Pasti pun, anak-anak yang lain juga sudah pada kabur ke kantin. Atau paling tidak, ada juga yang kabur ke lapangan basket out door.

"Ngelamun aja?? Kesambet baru tau rasa,"

Suara itu membuat Nada mendongak. Ben tersenyum. Lalu ikut duduk di samping Nada dengan kaki tertekuk sebelah.

"Lagi mikirin apa sih??" Tanya Ben ingin tahu.

"Gak ada," jawab Nada sekenannya.

Ben mengulas senyum simpul. Sejenak, anak itu terdiam dan menjatuhkan pandangan matanya ke depan lurus-lurus. Sementara kepalanya ia sandarkan ke dinding hingga membuat kepala itu terdongak sedikit.

Untuk beberapa saat, tidak ada yang berbicara karena sibuk dengan pikiran masing-masing.

"Lo ngapain ke sini??" Tanya Nada akhirnya. Mengenal Ben selama 4 bulan lebih, tak pernah sekalipun Nada mendapati Ben masuk perpustakaan, kecuali hari ini.

"Pengen cari suasana baru aja." Katanya. "Gak tahunya malah ketemu elo,"

Nada manggut-manggut.

"Lagian, kelas juga lagi kosong." Tambah Ben.

"Gak ngajak Sera sih??" Tanya Nada.

Tapi Ben justru mengedikkan bahunya acuh. Dalam sepersekian detik setelah itu, air wajah cowok itu berubah. Ada ketegangan yang menyeruak di sana. Tatapan Ben juga berubah dingin, tidak selembut yang tadi.

"Sera udah punya dunianya sendiri," sahutnya.

"Maksud lo??" Tanya Nada pura-pura bodoh. Sebenarnya, ia pun tahu maksud Ben itu. Hanya saja, Nada tidak ingin menguraikan hal yang tidak seharusnya ia uraikan. Menyambut uraian Ben adalah satu alternatif yang lumayan bagus kalau saja Ben mau bercerita pada Nada.

Ben tahu-tahu mengulurkan sebuah bubble gum dari saku kemeja putihnya.

"Tinggal satu." Katanya.

Nada melirik bungkusan permen itu.

"Boleh gue minta??"

"Kalau lo mau berbagi sama gue," tambah Nada lagi.

Ben tersenyum. Di baginya permen karet itu menjadi dua. Lantas diberikannya kepada Nada dengan cuma-cuma.

"Lo lagi ada masalah sama Sera ya??"

Ben menelengkan kepala. Lalu tersenyum kecil. "Bukan masalah apa-apa. Lagi pula, gak ada yang bisa disalahkan untuk keadaan ini."

Takut-takut, Nada menyahuti ucapan itu. "Keadaan gimana maksud lo??"

"Gue suka sama Sera. Sejak dulu, bahkan. Tapi, dia suka sama orang lain. Hal paling bodoh yang sampai sekarang masih terus gue biarkan berkembang. Gue suka sama Sera yang hanya menganggap gue sahabat. Gak lebih!!!"

High School Diary [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang