3

4.4K 121 12
                                    

Sifa menyusuri tiap lorong rak buku yang memenuhi ruangan perpustakaan. Deretan rak yang disusun berdasarkan jenis buku, menghasilkan lorong-lorong panjang yang cukup banyak. Di sekolah, perpustakaan adalah ruangan terbesar ke dua setelah ruang guru. Kepala sekolah yang mencanangkan pembangunan gedung perpustakaan ini. Waktu itu, gedung perpustakaan masih berukuran sama dengan ukuran ruang kelas. Tapi sejak 6 tahun terakhir, perpustakaan ini telah di renovasi dan mengalami pelebaran.

Sifa berbelok di deretan buku fiksi. Semula ia meyakini bahwa Nada pasti ada di sana dan sedang berdiri sambil membaca buku. Nada memang seperti itu. Anak itu lebih suka membaca sinopsis buku yang ia ambil sambil berdiri, karena katanya akan lebih mudah mencari buku yang lain lagi kalau buku yang ia ambil tidak mengena dihatinya.

Buku-buku yang ada di perpustakaan ini sebagian adalah buku sumbangan dari para alumni sekolah yang sudah berhasil. Seperti dua novel yang bertengger anggun di rak paling depan deretan buku fiksi. Salah satu alumni yang menggeluti dunia sastra sejak masih jadi murid disini, menyumbangkan novelnya. Novel yang ia harapkan mampu menginspirasi adik-adik kelasnya yang juga punya bakat serupa.

Sifa pernah membaca novel itu. Reminds me of you dan After a Long Time. Hobi Nada sedikit banyak sudah tertular kepadanya. Sifa bahkan sampai membaca ulang novel itu dua kali. Kisah tentang Aluna dan Arrendra yang di rangkum dalam novel After  a Long Time membuat Sifa ketagihan. Aluna dan Arre yang bersekolah di sekolah yang sama dan saling jatuh cinta pada pandangan pertama. Sampai akhirnya perpisahan terjadi antara mereka. Dan... waktu membuat mereka bertemu kembali setelah berpisah cukup lama. Dan pertemuan kedua mereka, membuat keduanya saling jatuh cinta lagi.

Begitu mendapati sosok semampai dengan rambut lurus sepunggung yang tergerai, Sifa langsung mengulas senyum lebar. Ia mendekati sosok itu lalu menepuk sebelah pundaknya hingga orang yang Sifa tepuk mencicit kaget.

"Ops... sorry."

Nada yang tadinya sedang berdiri sambil memegang novel yang sudah dihabiskan 26 halamannya, menurunkan novel itu dan melirik Sifa. Ekspresi Nada datar. Tidak ada secuil senyum pun di sudut-sudut bibirnya. Sifa yang melihat itu mendesah. Nada akan memperlihatkan reaksi seperti itu tiap kali merasa terganggu.

"Jangan natap gue gitu ah. Horor banget gitu kesannya." Kata Sifa. Yang sekarang malah mengeluarkan ikat rambut baldu dan menguncir rambutnya yang pendek. Hingga menyisakan rambut yang gak bisa ikut disatukan dalam kunciran rambutnya.

"Sera mana?" Sifa mulai celingak-celinguk.

"Dia udah balik dari tadi. Dari tadi banget malah." Jawab Nada yang menutup novelnya. Ia memberikan tanda lipatan di ujung atas halaman terakhir novel yang di bacanya. "Lo aja yang langsung kiprit tanpa bilang-bilang." Kata Nada. "Lo dari mana rupanya?"

"Oh," sahut Sifa. "Itu... tadi gue kebelet banget. Perut gue emang gak bisa di ajak kompromi. Masak baru balik dari toilet mendadak gue kebelet poop sih."

Nada terkekeh. Sifa menjelaskan dengan mimik wajah yang begitu meyakinkan. Dahi cewek itu bahkan mengerut. Kedua alisnya juga ikut naik turun.

"Jadi, terus?"

Sifa kemudian teringat akan moment tubrukan yang terjadi antara ia dan Ervan tadi. Apalagi saat Ervan dengan asal menarik tangannya dan membawa ia ke ruangan osis yang kemudian membuatnya harus berada di dalam ruangan itu untuk waktu yang cukup lama.

High School Diary [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang