A piece of memory

395 38 12
                                    

Peak menatap punggung Boom yang menghilang seiring langkahnya yang menjauh dari ruang UKS. Boom baru saja di minta untuk ke ruang Kepala Sekolah.

"Tenang saja Peak, tidak ada yang perlu kau cemas kan" jawaban Win membuat Peak sedikit tenang.

Win sedari tadi setia menemani Peak, ia tahu temannya itu sedang merasakan berbagai hal mungkin semua bercampur aduk hingga peak bingung harus mengungkapkan yang mana terlebih dahulu.

"Boom baik-baik saja kan?" tanya Peak disela-sela sunyinya ruang UKS itu.

"Ya boom baik-baik saja, tunggu sebentar sampai dia kembali" jawab Win.

"Apa boom bisa berubah menjadi seseorang yang berbeda?" tanya Peak lagi.

"Maksudmu Peak? Aku kurang mengerti" Win menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Ehm tidak apa-apa win, lupakan saja" jawab Peak selanjutnya peak mencoba memejamkan matanya.

Lambat laun mata peak tertutup seutuhnya, hanya kegelapan yang ia lihat dan ia mulai terhanyut dalam pikirannya sendiri, tentang hal yang baru saja dialaminya. Peak sangat takut dengan kejadian yang menimpanya, ia terkurung di dalam bangunan yang sudah lama tidak digunakan disamping sekolahnya, ia benar-benar tidak menyangka jika surat itu palsu. Surat yang berisi pesan Boom. Karena ke-khawatirannya pada Boom yang membuat Peak yakin jika benar Boom yang menulisnya.

Beberapa kali peak membalikkan badannya, ke kanan dan ke kiri, dan ia benar-benar tidak bisa terlelap walau sejenak. Peak berniat membenarkan tubuhnya dan membuka mata nya tapi ia melihat boom duduk disampingnya Boom yang menelungkupkan kepala nya pada sisi ranjang yang ditepati Peak.

"Boom" panggil Peak pelan.

Tak lama Boom menggerakkan badannya lalu mengangkat kepalanya dan menatap Peak.

"Kau bangun juga peak" ucap Boom dengan senyumnya yang.. ya terlihat tulus tapi jelas mata Boom tidak dapat berbohong, terdapat kecemasan disana.

"Kau sudah lama berada disini Boom?" tanya Peak yang kini duduk bersandar pada sisi atas ranjang UKS.

"Hmmm baru saja" jawab Boom.

Peak menggeser badannya dan memberi isyarat agar Boom duduk disampingnya.

"Ke sana?" tanya Boom ragu.

"Ehmm yaa...aku sudah membagi tempatku untuk mu" jawab Peak lalu menarik lengan Boom.

Boom menuruti keinginan Peak dengan duduk di samping Peak, ranjang itu tidak terlalu sempit untuk mereka tempati berdua. Karena merasa dingin Boom menarik selimut sampai menutupi seluruh badannya.

"Hey boom! kenapa kau malah seperti ini?" protes Peak melihat Boom mengambil selimut.

"Aku kedinginan Peak, kau tidak sadar di luar hujan?" jawab Boom dengan suara bergetar.

"Ck. Aku tau kau sedang bercanda sekarang" balas Peak yang kini menyentuh dahi Boom.

"Kau benar-benar demam?" tanya Peak sedikit panik, dahi boom memang terasa panas.

Boom menggeleng.

"Aku hanya terlalu gugup berada terlalu dekat denganmu Peak" jawab Boom yang membuat Peak langsung terdiam dan merasa bingung harus menjawab Boom apa.

Peak tidak tahu kenapa wajahnya juga terasa panas, ia juga baru menyadari kalau jaraknya dan Boom memang sangat dekat sekarang.

"Ehmmm ya ya ya kau boleh ambil selimutnya" ucap Peak tiba-tiba, ia tidak ingin suasana diantara mereka menjadi kikuk.

Just Listen Your Heart Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang