Peak kembali melirik ke luar jendela, memperhatikan bagaimana keadaan langit. Masih gelap dan awan masih betah menurunkan butiran-butiran air ke tanah Udonthani.
Peak tidak bereaksi apapun, wajahnya masih datar, ia sudah bosan dengan ponsel di tangan nya, dengan games yang sedaritadi ia mainkan.
Boom mana sih? itulah yang diucapkan peak dengan pelan.
Sejak sarapan tadi ia tidak melihat dimana Boom, saat peak bertanya pada oma, nenek boom itu hanya mengatakan kalau Boom masih harus mengurus beberapa berkas di sekolah lamanya. Peak jadi cemas, apa boom tidak benar-benar bisa pindah dari sekolah itu.
Kalau boom tidak jadi pindah apa yang akan terjadi setelahnya? Ah tidak mungkin, pak sam pasti bisa membantu Boom kalau dia memang ingin sekolah di bangkok, bersama ku. Ya begitu saja, alasan dia ingin pindah ke Bangkok kan karena aku?
Anak laki-laki yang baru saja berusia 17 tahun itu tengah terhanyut dalam pikirannya sendiri, sampai ia tidak menyadari kalau seseorang yang memenuhi kepala nya itu sudah berapa di sampingnya.
"Peak" panggil Boom.
Tidak aja jawaban.
"Peak" kini Boom memanggil keras nama peak sambil merangkulnya.
"Sial Boom, kau bisa saja membunuhku!" teriak peak tidak terima, ia merasa jantungnya kini berdetak sangat cepat.
"Salahmu, kamu tidak mendengarkan panggilanku" jawab Boom yang sudah melepas rangkulannya.
Peak membenarkan posisi duduknya. "Ehm, jadi kamu baru pulang dari sekolah lama mu?" tanya Peak basa basi.
"Ya" Boom mengangguk terlihat asik membuka map dan berkas-berkas.
"Jadi?" tanya peak menunggu.
"Jadi apanya?" tanya boom balik namun mata nya tak lepas dari map di tangan nya.
"Tidak jadi" jawab peak yang kembali asik memainkan ponselnya.
"Hmm peak, kenapa tidak jadi? oke aku akan menutup map ini" kini boom menyingkirkan map itu dari hadapannya dan menunggu jawaban Peak.
"Aku tidak menyuruhmu menutup berkas-berkas pentingmu itu Boom"
Peak mengalah, ia tahu sikapnya tadi terlalu kekanak-kanakan.
"Ya peak, isi map itu sangat penting ku harap kamu mau mengerti" jawab Boom dengan mimik yang serius.
"Boom, jangan memperlihatkan wajah serius seperti itu, coba kamu ceritakan pelan-pelan"
"Apa kamu tetap tidak bisa pindah? Bagaimana sekolahmu di Assumpt? aku tau, kita bisa minta tolong pak Sam, tenang pasti ada jalan keluarnya"
Peak benar-benar tidak sabar dengan penjelasan boom karena itulah ia terus berbicara, memperlihatkan kecemasannya.
"Hmm, cukup sulit peak" Boom memasukkan berkas-berkas ke dalam map lalu menaruh di meja belajarnya.
"Apa benar-benar tidak ada cara lain?"
Boom menyunggingkan senyum nya, ia tahu peak tidak melihatnya karena posisinya yang membelakangi peak.
"Memangnya kalau aku tetap sekolah disini kenapa peak?" Boom hanya penasaran dengan pendapat peak.
"Aku tidak mau, dan aku tidak akan pernah mengizinkannya" jawab Peak dengan lantang.
"Kau sendiri kan yang bilang kalau kita sama-sama mencari selama ini kenapa saat kita sudah bertemu lagi, kenapa kamu harus pindah dari sekolah kita?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Listen Your Heart
Fanfic[ Peak ] Kenapa aku seperti tidak asing saat melihatmu? kau seperti angin yang tiba-tiba datang dikehidupanku, membuat ku merasakan bagaimana agar lebih baik menjalani hari-hari ku [ Boom ] Akhirnya aku kembali ke tempat ini, apa kenangan itu masih...