Chapter 22

224 31 12
                                    

📩 Boom ada apa? kenapa nomor mu tidak bisa dihubungi? Mom sangat mengkhawatirkanmu

Boom meringis merasakan sakit di siku nya, siku nya terkena pecahan gelas di kamarnya. Tangan kiri boom menekan luka dengan tisu agar darah tidak terus keluar, sementara tangan kanannya sibuk dengan ponsel membaca deretan pesan yang masuk, hanya 3 orang. Pesan dari ibunya, Mint dan juga call center.

Boom menekan tombol calling, tak lama panggilan itu terhubung dijawab dengan suara lembut bernada khawatir dari ibunya yang berada di Udon.

📱Halo ma, maaf baru menghubungi dan boom baru saja membaca semua pesan yang mom kirimkan. Ehm ya boom baik-baik saja tapi sekarang aku sedang di luar rumah...mencari angin segar, boom pergi ke taman komplek rumah kita dulu

Setelah panggilan telepon itu berakhir, boom kembali sibuk dengan tisu dan luka di sikunya. Sambil menunggu Paman Nai yang sepertinya masih membersihkan pecahan gelas di kamarnya.. dan tak lama supir keluarga Boom yang sudah lama bekerja dengan keluarga nya itu keluar dengan membawa secangkir teh hangat, ia tahu kalau anak majikannya tidak memakan dan meminum apapun.

"Terima kasih sudah menjaga ku dan tidak memberitahukan pada orangtua ku.." Boom menyesal karena perbuatannya.

"Paman tahu tuan muda sudah dewasa, tapi menyiksa diri sendiri itu tidak baik, kalau tuan sakit pasti akan banyak yang merasa sedih" Boom memaksakan tawa di wajah pucatnya, Paman Nai mencoba menghiburnya.

"Ya dan mom pasti akan lebih cerewet berkali-kali lipat.." jawab Boom setelah menghabiskan teh hangat nya.

"Apa kita perlu membuat sarapan dulu?" Boom menggeleng mendengar pertanyaan itu. "Nanti saja setelah pulang dari taman" ucapnya lagi.

***

"Taman nya masih jauh?" tanya Win sambil memperhatikan jalan di samping bangku supir.

"Taman nya ada di komplek rumah ku dulu.." jawab Peak.

"Jadi kau sudah ingat dimana alamat rumah lama mu?" tanya Mint yang duduk disamping peak.

"Ya sudah cukup membuatku mengingat tentang janji, tentu aku tahu di mana taman nya kan?" Mint hanya mengiyakan jawaban Peak.

"Sekitar 20 menit lagi akan ada komplek besar di depan sana" ucap Peak menambahkan.

"Sebentar, ada pesan.. ah ini dari Boom.. dia bilang dia baik-baik saja dan sekarang sedang di luar rumah, menuju taman" ucap Mint setelah membaca pesan dari Boom.

"Tunggu, ini taman yang sama?" tanya Win.

"Ini bukan kebetulan kan?" tanya Mint menambahkan.

"Di dunia ini tak ada yang kebetulan kan? kalau bukan takdir berarti memang sudah direncanakan" jawab Peak yang sukses membuat 2 temannya terdiam.

Dan memang benar tak lama mereka akhirnya sampai di depan komplek perumahan elit di Bangkok, jaraknya lumayan jauh dari sekolah. Peak meminta win dan mint menunggunya di mobil, ia akan ke taman sendiri menyelesaikan sesuatu yang tertunda cukup lama. Langkah pertama, kedua, ketiga semua kenangan terlintas begitu saja di kepala peak, bagaimana ia kecil yang selalu berlarian di sana, ia yang setiap pagi bermain sepeda dengan riangnya, bagaimana ia berangkat sekolah bersama Boom setiap harinya, bahkan kotak pos yang berada di sisi jalan menuju taman masih berdiri dengan kokohnya. Peak ingat, setiap minggunya ia akan berdiri di depan kotak pos itu, menunggu surat dari paman nya yang tinggal di kota lain dan selalu minta ditemani oleh Boom. Langkah kaki peak semakin membuat hatinya berdebar saat taman sudah berada di depan matanya. Taman yang masih indah dan terasa sejuk karena rumput hijaunya, pepohonan yang rindang, macam-macam jenis bunga juga menghiasi taman, air mancur dan kolam di tengah taman juga masih terjaga, bangku panjang favoritnya juga masih berada disana.

Just Listen Your Heart Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang