Chapter 24

282 36 13
                                    

📟 Drt.. Drt..

Peak menggeliat sedikit dari posisi tidurnya, dengan masih berbalut selimut di tubuhnya, pagi ini cukup dingin. Apa kemarin hujan, pikir Peak tapi ia hanya menguap dan bangun dari tempat tidur. Lalu setelah sadar sesuatu, tidak ada siapapun di kamar ini selain dirinya membuat tubuh Peak menegang.

Peak membatu seketika, ini kamar Boom dan ia dengan lancangnya menggunakan kamar itu sendirian, lalu bagaimana dengan boom? Seketika kaki peak rasanya ngilu saat ia mencoba membuka pintu kamar, terkunci. Dengan cerobohnya tadi malam ia mengunci kamar itu dan tidak menghiraukan beberapa kali Boom memanggilnya.

Ceklek. Peak memutar kenop pintu dan memunculkan kepala nya sedikit, melihat keluar kamar. Ia keluar dan berpikir apa ada kamar lain selain kamar utama yang ia tempati kemarin malam, setau peak tidak ada yang bisa ditempati walau terdapat satu kamar lainnya tapi tidak ada apapun di dalam nya. Peak semakin merasa bersalah saat ia melihat Boom berbaring di sofa ruang tv beralaskan bantal sofa dan berselimut jaketnya yang bahkan Peak pikir tidak akan bisa membuat tubuhnya hangat. Peak memeluk tubuhnya dengan kedua tangannya.

"Cuaca sedingin ini, dan aku membiarkanmu tidur sendirian diluar.." ucap Peak dengan suara serak terkesan ingin menangis.

Peak mendekati sofa dan duduk perlahan di samping Boom, ia merapikan jaket untuk menutupi tubuh atas Boom, tangannya ia lipatkan di atas dada, sudah dapat dipastikan Boom melakukan itu agar hawa panas mengalir ditubuhnya.

"Boom maafkan aku..." Peak berbicara pelan namun suara isakan nya membuat Boom terbangun.

"Boom maaf.. hikss.. hiks.. karena aku.. hiks hiks kamu jadi kedinginan disini.. hu..hu..hu.." isakan Peak berubah menjadi tangisan membuat Boom yang baru saja membuka matanya sedikit kaget.

"Kenapa kamu menangis Peak?" tanya Boom lebih khawatir dengan mata Peak yang memerah.

"Aku membuatmu kedinginan.. hu..hu..hu.." Peak tetap menangis dan menundukkan kepalanya.

"Aku sangat menyesal.. aku selalu membuatmu susah" ucap Peak lagi.

Boom meraih wajah peak, mengangkat dagu nya dan menatap matanya dalam diam. Tak lama Boom menyeka air mata itu, membuat Peak terisak sedikit dan mengatur nafasnya.

"Tidak apa-apa, aku sudah biasa tidur di luar" balas Boom dengan senyuman khasnya.

Peak membuat gerakan yang membuat tubuh Boom membeku, bukan karena rasa dingin yang semalaman ia tahan melainkan rasa hangat yang ia rasa mengalir dari kepala hingga ke kaki nya. Peak menghambur memeluk Boom, tangannya sangat erat pada punggung Boom. Ia menyandarkan kepalanya di bahu Boom mencari posisi nyaman dan masih dengan isakannya ia terus mengucapkan kata maaf.

Boom membalas pelukan itu, tangannya posesif melingkar di pinggang Peak.

"Sudah jangan membuat baju ku basah dengan air mata mu" ucap Boom sambil mengelus kepala Peak.

"Aku tidak peduli.. hmfth... hukss.." Peak malah membuat bunyi dengan hidung nya.

"Dasar kau keras kepala" balas Boom.

"Aku tidak mau kamu pergi lagi Boom" ucap Peak tiba-tiba lalu melepas pelukannya.

Boom hanya bisa mengedipkan matanya berkali-kali mencerna kata-kata Peak barusan.

"Kamu pergi.. pindah dari Bangkok ke kota tenang Udon. Kamu merasa aku ini berisik?" tanya Peak setelah menghapus air matanya.

"Bukan seperti itu Peak.." Boom berusaha menjelaskan.

"Kamu pergi karena orangtua mu pindah dan tidak ada yang menjagamu di Bangkok" mata Peak memandang ke arah lain.

"Dan sebenarnya kamu tidak berniat meninggalkanku. Kamu bilang 2 minggu setelahnya kamu akan menemuiku di taman.."

Just Listen Your Heart Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang