Tertinggal Peak dan kedua wanita cantik di ruang tamu, yang tak lain adalah ibunya dan ibu teman lamanya, sahabat sejatinya atau mungkin soulmate nya? Siapa lagi kalau bukan ibu Boom.
Peak merasakan darah mengalir hangat dari wajahnya, entahlah peak berpikir itu darah karena rasanya sangat hangat tapi tidak membuat pipinya semerah tomat.
Pemuda itu hanya sedikit menunduk sambil menaruh kedua tangan nya di atas paha, memikirkan sesuatu. Bagaimana agar suasana hening ini berakhir? Batin peak.
Peak mengangkat wajahnya ingin mengucapkan beberapa kata namun harus ia urungkan setelah ibunya berdiri lebih dulu, mengajak ibu boom ke dapur, untuk menyiapkan makan siang.
"Peak pergilah temui Boom, kalian masih memiliki hal yang harus diselesaikan kan?" ucap wanita yang sekilas sangat mirip anaknya itu.
"Eh mom.." Peak menggantung kalimatnya.
"Tidak apa-apa kami mengerti, kamu baru saja mengingat semuanya kan?" kali ini ibunya sendiri yang mengatakan itu.
"Mama tahu? sejak kapan?" Giliran peak yang kaget.
"Ya sayangnya mama tidak mengetahuinya langsung dari mulutmu" ucap ibunya acuh membuat sang anak sedikit murung.
"Sudahlah temui saja boom, kami akan memasak" ucap ibunya lembut namun setengah memerintah.
Peak terdiam sejenak sebelum akhirnya mengangguk.
"Dan jangan keluar sebelum kami panggil ya!" Mom cindy mengedipkan matanya sebelah membuat peak sedikit kikuk.
Setelah kepergian kedua ibu muda itu menuju dapur, peak masih duduk di salah satu sofa, memikirkan satu hal. Apa ada hal lain yang harus ia selesaikan dengan Boom? Bukannya semua sudah clear. Ingatannya telah kembali dan semua sudah berhasil ia ingat, kesalahpahaman antara ia dan Boom di masa lalu juga sudah di luruskan. Lalu apa ada lagi?
Peak merasa semua sudah seperti seharusnya sampai ia merasakan dan mengingat kembali tentang degupan jantungnya, perlahan Peak menaruh tangannya tepat di asal detakan itu.
Kenapa sekarang jantungnya kembali berdetak tak karuan? Ia hanya sekilas membayangkan senyum manis boom padanya, saat pemuda itu mendengar bahwa dirinya sudah mengingat semuanya.
Kembali, peak merasakan pipinya memerah. Blushing. Sial! Peak mengutuk dirinya.
"Sepertinya aku tahu apa sesuatu yang belum terselesaikan" ucap Peak pelan pada dirinya sendiri.
***
Boom masih setia menaruh tubuhnya di kasur empuk peak, bersandar dengan bantal yang sama empuknya. Tangan kirinya membuka lembaran komik satu persatu sementara tangan kanan nya membantunya memakan keripik kentang yang ia temukan di meja belajar pemilik kamar.
Ia kembali melirik pintu berwarna cokelat gelap itu, tidak ada pergerakan berarti. Mata boom sudah lelah membuka lembaran komiknya, tidak ada yang menarik. Fokusnya teralihkan oleh hal lain. Tangan nya meraih tas ranselnya, ada beberapa barang disana. Awalnya Boom hanya ingin mengambil earphone, tapi matanya menemukan objek lain.
Boom menaikkan alisnya. Ia seperti ingat komik itu, terlalu feminim untuk ia baca. Tapi biarlah ia sedang bosan ini, membaca bukan karena ia suka dengan ceritanya, hanya untuk membunuh kebosanan karena gambar di komik itu ternyata memiliki warna yang cerah berbeda dengan komik yang ia baca sebelumnya, warnanya abu-abu.
Boom membuka komik itu cepat sampai sebuah halaman terbuka sempurna, sepertinya ada lipatan di sudut atasnya. Ia menyimpulkan mungkin pemiliknya memberi tanda sampai halaman mana ia selesai membaca.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Listen Your Heart
Fanfiction[ Peak ] Kenapa aku seperti tidak asing saat melihatmu? kau seperti angin yang tiba-tiba datang dikehidupanku, membuat ku merasakan bagaimana agar lebih baik menjalani hari-hari ku [ Boom ] Akhirnya aku kembali ke tempat ini, apa kenangan itu masih...