Senin pagi. Aku kembali melangkahkan kakiku di koridor yang sepi ini. Ralat, masih sangat sepi. Karena pagi ini, aku berangkat lebih pagi. Bahkan ini masih jam 6 tapi aku sudah berada di sekolah. Sungguh, ini pertama kalinya aku berangkat ke sekolah sepagi ini.
Untuk kesekian kalinya, langkah kakiku tidak langsung menuju kelas. Aku melangkahkan kakiku ke danau belakang sekolah. Tempat ter-favorite ku. Banyak hal yang sudah terjadi padaku ditempat itu bersama Raffa. Hah, lagi-lagi pria itu.
"Raffa?" tepat saat kakiku sampai disini, mataku langsung menemukan seorang pria yang sudah sangat kukenal. Raffa. Dan aku benar-benar kaget saat melihat apa yang sedang dilakukannya. Dia merokok. Ya, Raffa yang mempunyai penyakit karena merokok itu malah sekarang kembali merokok. Apa dia udah gila?
"Raffa, lo ngapain ngerokok? Buang rokok lo sekarang!" setelah sampai dihadapannya, aku langsung menatapnya tajam. Ish dia udah gila apa gimana?
"Raf, cepet buang!" bukannya membuang rokok itu, Raffa malah menghisap kembali rokoknya dan membuang asapnya keatas. Nih anak bener-bener minta dibacok ya.
Dengan gerakan cepat, aku segera merebut rokok yang ada dibibirnya dan secepat mungkin pula aku membuang rokok itu dan menginjaknya.
"Lo udah gak waras? Udah tau lo punya penyakit gara-gara rokok, dan sekarang, lo malah ngerokok lagi. Lo mau mati apa?" sungguh, emosiku benar-benar meledak saat ini. Pria dihadapanku ini benar-benar membuatku khawatir. Aku hanya takut--
"Kalo gue emang pengen mati gimana?" ucapan santainya membuatku makin tidak mengerti dengan apa yang ada di otaknya.
"Raf--
"Lagipula kalo gue hidup gue gak punya siapa-siapa. April? Lo tau sendiri apa jawabannya--
"Terus lo anggep gue apa Raf?" tanyaku cepat. Ia menatapku dalam. Tatapannya seolah menghipnotisku untuk selalu menatapnya juga. Jantungku kembali berdetak abnormal. Selalu saja seperti ini saat aku menatap Raffa.
"Lo juga bakal pergi 'kan? Lo bakal pindah ke asrama."
Deg.
"D.. Darimana l.. Lo tau--
"Gue tau darimana itu gak penting." ia masih menatapku dengan manik hazel indahnya itu. Jujur, rasanya jantungku ingin copot.
"Lo udah janji gak bakal tinggalin gue 'kan, Fy? Setelah April, lo satu-satunya cewek yang tau segalanya tentang gue. Yang perduli sama gue. Walaupun baru sebentar gue sahabatan sama lo, tapi rasanya gue kayak udah sahabatan sama lo bertahun-tahun." lanjutnya. Aku hanya mengangguk dan memberikan senyuman tipisku.
"Gue bakal nepatin janji gue, Raffa."
***
"Untuk amanat, istirahat ditempatttttt grak!"
Aku yang termasuk peserta upacara mengikuti apa perintah pemimpin upacara. Duh kenapa kepalaku mendadak pusing ya?
"Ify, sshh.. Woy!" aku menoleh ke samping kiriku dimana asal suara bisik-bisik memanggilku.
"Lo sakit?" tanya orang yang memanggilku tadi. Aku hanya menjawab pertanyaan pria itu dengan gelengan.
"Tapi bibir lo pucet banget, Fy."
"Gue gapapa, Raffa." balasku meyakinkan. Ia mengangguk mengerti lalu aku kembali menoleh kedepan dan mendengarkan amanat pembina upacara.
Astaga, kenapa rasanya aku seperti berputar-putar? Pemandangan disekitarku juga menjadi blur. Rasanya kepalaku seperti dihantam benda yang sangat keras.
KAMU SEDANG MEMBACA
FRIENDZONE [✓]
Teen Fiction"Sometimes I hate it when I remember that we're just a best friend." publish: 2017 republish: 2020