"Bagaimana?"
"Kita masih belum bisa menemukan Ifyta, Pak. Kita sudah mencari dan melacaknya melalui gps atau nomor telpon, tapi tetap tidak ada tanda-tanda keberadaannya."
"Bodoh! Kalian sudah saya bayar mahal-mahal, tapi mencari gadis yang bahkan usianya belum genap 17 tahun saja kalian tidak bisa?!"
"Maaf, Pak. Kami akan berusaha. Anda tidak usah khawatir."
Tutt... tuttt... tuttt...
Pria paruh baya itu langsung memutuskan sambungan telponnya secara sepihak lalu melempar handphone nya diatas meja kerjanya secara asal. Tidak perduli kalau handphone nya akan pecah ataupun rusak. Ia memijat pelipisnya. Sungguh ia lelah harus bermain-main dengan anaknya itu.
"Dimana kamu, Ify?"
***
Gadis itu menggigit ujung ibu jarinya menandakan bahwa ia sedang berpikir keras saat ini. Otaknya seperti ingin pecah karena banyak hal yang satu per satu menggelayuti pikirannya.
"Oke, sekarang, gue harus lupain tentang sikap Keyla. Anggep aja hal itu angin lalu dan gue harus fokus ke satu hal." Ify kembali bermonolog sendiri.
Ia mengambil note book orange di dalam tas sekolahnya. Ia duduk di kursi belajar lalu mulai berpikir. Hal-hal yang ada diotaknya mulai ia tulis disana.
"Tomorrow, I will start this first plan."
***
Seorang pria beralis tebal itu menatap monitor komputernya dengan serius. Jari-jarinya pun menari-nari diatas keyboard.
Tungtengtungtengtwengg...
"Siapa sih?!" Decak pria itu sebal saat mendengar ponselnya berbunyi tanda ada telpon masuk untuknya. Ia melirik ponselnya yang berada di sebelah keyboard.
"Ify?" Melihat kalau yang menelpon adalah sahabatnya, dengan cepat, ia mengambil ponselnya lalu menggeser slide answer.
"Halo Fy?"
"Besok gue ke sekolah."
"Ngapain? Lo bisa langsung diseret bokap lo ke asrama bodoh!"
"Tenang aja, Raf. Gue ke sekolah bukan karena gue mau sekolah. Gue ada suatu misi. Lagipula gue gak masuk ke area sekolahnya kok."
"Misi? Misi apa?"
"Besok aja gue kasih tau. Selesai sekolah, gue tunggu lo di halte deket sekolah."
"Oke."
"Yaudah. See you tomorrow."
"See you. Eh Fy tunggu dulu."
"Apa?"
"Good night, Fy. Nice dream."
Setelah itu, pria itu mematikan sambungan telponnya secara sepihak. Ia merasa aneh karena entah mengapa kata-kata tadi meluncur begitu saja dari mulutnya.
Ia menatap monitor komputernya yang menunjukkan game yang tadi sedang dimainkannya. Tulisan 'game over' terpampang di monitor komputer itu. Bahkan sebelum mengangkat telpon dari Ify, ia lupa untuk mem-pause game nya.
Tring!
Ia mengalihkan pandangannya dari komputer lalu menatap ponselnya yang menunjukkan bahwa ada satu pesan masuk.
From: private number
Good night too and nice dream too, Raf:)
Entah mengapa kedua sudut bibir pria itu melengkung membentuk sebuah senyuman. Lalu detik berikutnya, ia menggelengkan kepala lalu memukul kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
FRIENDZONE [✓]
Teen Fiction"Sometimes I hate it when I remember that we're just a best friend." publish: 2017 republish: 2020