Chapter 7

36.2K 3.7K 494
                                    

Tiga hari dengan jam belajar penuh seorang Jeon Jungkook memang benar-benar menyiksa. Menghabiskan siang hingga sore hari hanya untuk membahas teori sekaligus pembelajaran bisnis bersama mentor yang membosankan sungguh membuatnya sakit kepala. Terlebih semua perkataan dari mulut terkutuk seorang Park Jimin tentang seorang Kim Taehyung yang sialnya adalah nyata semakin membuat Jungkook kesal. Bagaimana tidak? Ini sudah hari ketiga dan pemuda tampan yang berstatus sebagai kekasihnya itu benar-benar tidak menghubunginya-sekalipun. Hebat sekali.

"Aku bersumpah jika kita bertemu, aku akan memukul kepalamu hyung" Jungkook menggeram pelan. Matanya menatap layar ponselnya yang menunjukkan riwayat panggilan terakhir dari Taehyung.

Berdecak kesal, pemuda manis itu memilih menenggelamkan diri dalam kasurnya. Berulang kali menendang selimut dibawah kakinya hanya untuk melampiaskan rasa kesal karena jujur-ia begitu merindukan pemuda tampan itu. Yah, kini ia punya kegiatan baru yakni memimpikan wajah Taehyung dimalam hari yang menjadikan pagi harinya semakin menyedihkan. Entah bagaimana ia selalu merindukan cara Taehyung menyentuh dan memanjakannya. Satu alasan besar yang menjadikannya ingin selalu bersama sosok prianya--Taehyungnya.

"Apa dia tidak merindukanku?" Jungkook bergumam. Memandang langit kamarnya, sebelum tangannya bergerak menangkup kedua pipinya. Tepat ketika bayangan erotis saat pertama kali Taehyung menciumnya kembali muncul. Berputar di kepalanya hingga jauh dalam dirinya menginginkannya lagi. Menginginkan bilah bibir itu kembali melecehkannya. Dan seperti biasanya-ia kembali merona.

"Astaga-" Jungkook menghirup napas tergesa sembari menggeleng, "-Otakku sudah mulai bermasalah" Kedua tangannya menepuk pelan pipinya. Berusaha menghilangkan rona merah yang masih bersarang disana.

Pemuda manis itu mungkin masih betah dalam kegiatannya sebelum suara pintu terbuka mengejutkannya. Kepalanya sontak menoleh kearah pria yang baru saja masuk tanpa permisi. Siapa lagi kalau bukan sahabatnya—Park Jimin.

"Bagus, sudah jam lima sore lebih tapi kutebak kau bahkan belum menginjak kamar mandimu" Jimin terlihat mendudukkan diri pada ujung kasur Jungkook. Tangannya menarik main-main kaki kiri Jungkook hingga pemuda manis itu mengerang.

"Apa kau lupa peringatan Tuan Jeon perihal jangan mandi malam hari Jeon?" Jungkook mendengus, mengabaikan Jimin dan memilih membalikkan badan.

"Ck, ayolah kook. Jangan buat ini rumit. Segera mandi sebelum jam enam" Jimin bangkit. Berjalan memutari kasur hingga kembali bertemu tatap dengan wajah Jungkook yang semakin kusut.

"Aku malas, nanti saja" Gumam Jungkook pelan. Kedua mata bulatnya terpejam.

"Sekarang Jeon" Titah Jimin. Matanya menyipit menatap Jungkook yang sudah mendelik tajam kearahnya.

"Baik-" Jungkook bangkit. Menepuk kasar selimutnya. "Tapi ada syaratnya"

Jimin mendengus, "Apa lagi?"

Jungkook menggigit bibir bawahnya. Sebuah pemikiran muncul dikepalanya, membuat pemuda manis itu ragu harus bicara atau tidak. Egonya menolak, tentu saja. Namun mengingat hanya ini kesempatannya ia kembali mengalah.

"Telfon Tae-hyung" Katanya pelan. Wajahnya terlihat lucu dengan bibir bawah yang dikulum. "Tapi jangan bilang aku yang menyuruhmu"

"Kenapa aku?" Jimin mengrenyit. Hanya sepersekian detik seringainya muncul, "Ah, biar kutebak. Dia tidak menghubungimu dan kau malu untuk menelfonnya lebih dulu, benar?" Cemooh Jimin. Jungkook kembali memasang wajah kusutnya. Membuat Jimin tertawa mengejek.

"Cepat!"

"Memang kau siapa menyuruhku?" Goda Jimin. Jungkook melotot.

"Kau mau mati?!"

HARD (vkook)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang