Chapter 11

29.1K 3K 867
                                    

Yang kangen ngaku! ehehe :'*
.

.

.

Nyaris pukul sembilan pagi dan Jungkook baru mendapati dirinya terbangun. Dalam kamarnya, lengkap dengan piyama sewarna denim yang menutup rapat tubuhnya. Hanya sepersekian detik setelah ingatannya kembali bocah itu sontak menjerit. Keras, bahkan hingga membuatnya merutuk pada kebodohannya hingga membuat satu pemuda yang nyatanya duduk pada sofa di kamarnya terlonjak terkejut. Jungkook melotot. Itu Park Jimin. Sialan.

"Sudah puas tertidur?" Jimin bersuara, beranjak dari posisinya hanya untuk beralih duduk di ujung ranjang Jungkook. "Katakan kenapa kau menjerit" lanjutnya dengan senyum kecil.


Jungkook tergagap. Dengan wajah memerah cantik. Sepenuhnya sadar pada seluruh kejadian yang menimpanya. Senyumnya nyaris muncul namun tatapan sosok Jimin yang masih menunggu jawaban menyentaknya keluar dari bayang kotor yang sempat teringat.


"Kenapa kemari?" Suara Jungkook pelan. Mengalihkan, melupakan jawaban untuk pertanyaan yang lebih tua.

Sedangkan Jimin terlihat mendengus sebelum berdeham pelan, "Menjaga atau lebih tepatnya bersiaga untuk seorang Tuan Muda yang baru saja melewati malam pertama secara ilegal dengan pemuda jalanan"

Jungkook menghadiahinya lemparan guling, merasa tersinggung. Namun setelahnya sama sekali tak memberi respon apapun selain mengurung  diri dalam selimut meski telinganya jelas mendengar suara tawa mengejek dari Jimin.


Sedangkan Jimin mulai beralih raut serius begitu tawanya terhenti.

"Aku masih tidak percaya bahwa ketakutanku terjawab secepat ini" Suara Jimin pelan. Matanya menerawang ingatan semalam dimana tiba-tiba Taehyung menelfonnya dan memintanya memberitahu Jongin bahwa ia membutuhkan mobil Jeep untuk menjemputnya dengan Jungkook. Tak lupa permintaannya agar mereka membawa tangga darurat. Saat itu ia sadar saja bahwa secara tak langsung mereka diminta membantu pemuda bersurai merah itu untuk memulangkan Jungkooknya.

"Hyung--- Apa kau marah?" Jungkook akhirnya berani bertanya. "Aku bahkan tidak tahu jika Taehyung bahkan nekat mencabuliku di alam terbuka" Lanjutnya setengah berbisik.

Namun siapa sangka Jimin justru tertawa. Tangannya tergerak menyugar surai hitamnya dengan senyum geli. "Untuk apa aku marah jika kau bahagia?"

Dan dengan itu Jungkook tahu Jimin benar menyayanginya. Satu gerakan dan Jungkook menurunkan selimutnya sebatas perut. "Terimakasih" Tulusnya.


Jimin hanya tersenyum sebagai jawaban. Jungkook tidak tahu saja jika semalam ia sempat memberi bogem pada Taehyung hingga sudut kiri bibir pemuda kelewat tampan itu terkoyak kecil dan berdarah. Bukan apa-apa. Ia hanya geram, tapi Taehyung sendiri pun hanya terkekeh padanya. Luka itu bukan apa-apa dan dirinya pun tak berniat melukai sahabatnya sendiri. Mungkin hanya sebagai pengingat agar pemuda itu lebih bisa menjaga nafsunya. Tidak bohong jika ia jelas berpikir bahwa kejadian ini memang terlalu cepat.

"Hanya saja---lihat sekarang, kau sakit sendirian" Jimin berujar. Beranjak dan beralih mendudukkan diri di samping Jungkook yang belum sanggup bangkit dari tidurnya. Mata menelisik pada raut Jungkook yang berubah suram.

"Dia bahkan tidak mencoba menelfonku" Suara Jungkook begitu matanya melirik ponselnya yang teronggok di atas nakas.

"Bertaruh denganku, dia jelas masih bergelung di kasurnya" Jimin terkekeh kecil.

"Tapi ini bahkan sudah nyaris pukul sembilan--- Apa dia selalu begitu?" Tanya Jungkook sedikit tertarik. Matanya yang bulat menatap serius pada Jimin yang juga menatapnya.


HARD (vkook)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang