"Gimana di Venesia? Asik?" tanya Peter, sahabat laki-laki Seena yang sudah Seena anggap sepertinya saudaranya sendiri.
"Asik banget." Seena juga menceritakan tentang pertemuannya dengan Aidan kepada Peter.
"Hati-hati sama orang yang ga kamu kenal. Jangan deketin dia lagi kalau gitu."
"Tapi kasian, nanti dia tersesat, gimana? Nanti dia gabisa menikmati perjalanan."
"Ya itu kan urusan dia. Kenapa kamu yang repot? Udah ya, aku tutup."
"Yah, tunggu dong. Kan belum-" Panggilan dimatikan secara sepihak begitu saja. Ini hal yang paling menyebalkan dari Peter menurut Seena. Peter selalu saja mematikan panggilannya seenak jidat.
Tok! Tok!
Seena segera membuka pintu kamarnya. Aidan berdiri di depan kamarnya dengan wine di tangannya. "Wine?"
"Aku ga minum wine," tolak Seena halus. Tapi Aidan tidak peduli dan menerobos masuk. "Kalau gitu kamu bisa temenenin saya minum. Saya tidak ada teman dan tidak tau apa yang harus saya lakukan."
Seena mengiyakannya. Mau ditolak pun tidak bisa, karena Aidan sudah menerobos masuk sejak tadi.
Seena duduk di hadapan Aidan. Menemaninya yang sedang sibuk dengan minumannya. "Kamu kenapa bisa salah penerbangan?"
"Kemarin saya buru-buru, saya kira saya terlambat. Jadi saya langsung masuk saja, pramugarinya yang juga terburu-buru karena pesawat sudah mau lepas landas langsung saja mengambil tiket saya tanpa memeriksanya."
Seena mengangguk-angguk. "Lain kali di lihat benar-benar. Jangan sembarangan gitu."
"Menurut saya di sini ada baiknya juga, meskipun salah penerbangan." Seena tertawa pelan.
"Emang kamu tau daerah sini?"
"Kalau tempat-tempat yang paling sering dikunjuni di daerah sini, tentu saja saya tau."
"Benarkah?"
Aidan mengangguk. "Beberapa teman dekat saya sering menceritakan tentang liburan mereka."
"Jadi mereka ceritain soal liburan ke Venesia?" Aidan mengangguk.
"Kamu kapan pulang?"
"Entahlah. Mungkin pekan depan?"
"Wah aku juga baliknya pekan depan. Berarti selama sepekan ini kita bakal sering ketemu ya?" Aidan membenarkannya.
"Seena, sebenarnya, kalau kamu ga keberatan, saya mau ikut kamu pergi selama sepekan ini?"
Seena mengangguk. "Boleh kok. Ada teman itu lebih menyenangkan."
Tak lama kemudian, Aidan kembali ke kamarnya. Seena terbaring di atas tempat tidurnya. Pandangannya menatap langit-langit ruangannya.
"Peter bilang jauhin dia. Tapi kasian dia juga. Ga salah kali ya aku temenin dia selama sepekan ini?" gumam Seena.
Ah, Seena benar-benar bingung. Di satu sisi dia setuju dengan pendapat Peter, tapi di satu sisi dia juga kasian dengan Aidan. Seandainya dia tidak bertemu Aidan, pasti tidak akan menjadi seperti ini.
Akhirnya Seena memutuskan untuk melupakan semuanya sejenak dan memejamkan matanya. Tak lama kemudian, Seena tertidur.
Di kamar sebelah, Aidan sedaritadi memperhatikan apa saja yang Seena lakukan. Tadi sebenarnya saat masuk ke kamar Seena, Aidan menempelkan kamera kecil untuk mengawasi Seena.
Bukan untuk niatan tertentu, Aidan hanya ingin mengawasi apa saja yang Seena lakukan, apa saja yang dikatakannya, hal-hal seperti itu. Tanpa ada maksud lain.
Aidan melihat Seena tertidur dengan pulasnya. Dan mungkin dia sangat lelah. Tapi siapa itu Peter? Pertanyaan itu terus saja mengulang di dalam pikirannya.
Tapi bukan hanya pertanyaan itu. Kalimat Seena yang mengatakan, 'Dia kayaknya orang yang baik' terus terulang di dalam benaknya.
Kalau kamu tau siapa aku dan apa yang akan aku lakukan nantinya, kamu pasti akan menyesal dengan kata-kata kamu. Maaf jika kamu harus terseret dalam masalah ini, batin Aidan.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
LEGIO
Teen FictionKetika Seena dihadapkan tiga pilihan, siapa yang akan Seena pilih? Peter yang adalah sahabatnya, Aidan yang terobsesi dengan dendamnya, atau Adam sahabat dekat Aidan yang akhirnya jatuh hati kepada Seena? ps...