Sekarang, Aidan dan Seena sedang berada di bandara menunggu kedatangan Tedd dan Katherine. Keduanya pulang hari ini.
Tak lama kemudian, orang yang ditunggu-tunggu datang. Seena langsung memeluk kedua orang tuanya erat. "Seena kangen banget sama kalian!"
"Kami juga, Seena. Kamu sama siapa kesini?" tanya Tedd.
"Sama Aidan, Pa." Seena menunjuk Aidan yang berdiri tak jauh dari mereka.
Aidan tersenyum dan mendekat untuk menyapa mereka. "Selamat datang kembali, Om, Tante."
"Terimakasih sambutannya, Aidan, dan terimakasih sudah menemani Seena selama kami tidak di sini," ujar Katherine.
"Terimakasih kembali, Tante. Sungguh waktu yang menyenangkan bisa menghabiskan waktu bersama Seena."
Aidan mengambil alih membawa koper yang dipegang Tedd. Wajahnya sedaritadi hanya datar, tanpa senyuman. "Tersenyumlah sedikit, Tuan. Tidak sulit untuk tersenyum."
Seena menyenggol bahu Aidan. "Apaan sih?" protesnya.
"Aku hanya ingin melihat ayahmu tersenyum. Itu saja."
"Dia memang begitu, Aidan. Sulit sekali tersenyum," kata Katherine yang mendengar percakapan mereka.
"Sudahlah, tidak apa. Ayo pergi, ada yang ini saya bicarakan." Aidan bahkan mempersilahkan Katherine dan Tedd untuk masuk terlebih dahulu.
Aidan juga membukakan pintu untuk Seena. "Masuklah, tuan puteri. Tidak usah berlama-lama."
"Iya, iya. Dasar bawel!" Aidan menutup kembali pintunya dan berjalan ke sebelahnya. Mobil itu meninggalkan bandara. Sekarang mereka akan pergi ke sebuah restoran.
Sekitar 15 menit kemudian, mereka sampai di restoran itu. Mereka duduk di meja yang masih kosong. "Pesan makanannya saja dulu," kata Aidan.
Mereka memesan makanan. Aidan berdeham setelah pelayan itu pergi. Menyiapkan nyalinya untuk membicarakan tentang pernikahannya.
"Ada apa, Aidan?"
"Sebenarnya, Om, Tante, saya mau melamar Seena."
Gerakan Tedd terdiam seketika saat mendengarnya. "Apa kata-mu?" Suaranya terdengar serak.
"Saya ingin menikahi Seena," ujar Aidan sekali lagi. Kali ini dengan pasti.
"Jangan bawa-bawa putri saya karena apa yang pernah terjadi di masa lalu. Pernikahan bukanlah permainan."
"Saya tidak main-main."
"Tante tentu senang kamu akan menikahi Seena. Orang tua mana yang tidak setuju jika menantunya seperti kamu?" Katherine terlihat sangat bersemangat.
"Terimakasih atas dukungannya, Tante. Tante tenang saja, saya akan membuat Seena menjadi pengantin paling cantik dan paling bahagia di dunia ini."
"Saya tidak percaya kata-katamu."
"Tenang saja, Om. Setelah menikah nanti, Om bisa tanyakan kepada Seena, apakah dia bahagia."
"Siapa yang akan menikah?"
"Tentu saja saya. Kenapa Om sangat takut? Saya tidak akan menyakiti Seena."
"Saya hanya tidak mau menyerahkan putri satu-satunya yang saya miliki kepada orang yang salah. Saya ingin putri saya bahagia."
"Dan hanya saya yang bisa menjamin Seena bahagia, Om. Percayalah, saya sudah berusaha melupakan masa lalu dan membuat lembaran baru dengan Seena. Atau, apakah anda ingin saya terus terjebak dalam masa lalu?"
"Sudah, sudah. Tenang saja, Aidan, tante akan bantu kamu mengurus semuanya."
"Terimakasih, Tante. Hanya tante yang sangat baik dan menerima saya dengan hangat."
"Jadi maksud kamu, saya tidak menerima kamu dengan baik dan hangat?"
"Yah.. Saya tidak bilang seperti itu sih, Om."
"Mari makan!" ajak Seena saat makanannya sudah dihidangkan. Untunglah makanan itu dihidangkan di saat seperti ini sebelum ada perdebatan lainnya.
Setelah selesai makan, mereka mengobrol cukup lama di restoran. Dan entah bagaimana caranya, Aidan bisa meyakinkan ayah Seena tentang pernikahannya, dan ayahnya menyetujuinya meskipun sepertinya sedikit pasrah dengan tekanan yang diterimanya.
"Aidan, saya mengaku bersalah dengan semua perbuatan saya di masa lalu. Saya benar-benar minta maaf dan menyesal. Saya terlalu pengecut untuk mengakui kesalahan saya, maafkan saya."
"Sudahlah, tidak apa. Sudah saya maafkan, Om."
"Terima kasih, Aidan. Sebenarnya saya tidak rela menyerahkan putri saya kepada-mu, tapi saya harap kamu bisa menjaganya seperti kamu menjaga diri kamu sendiri."
"Pasti, Om."
Aidan lalu mengantar mereka pulang sampai ke rumah dengan selamat. "Terimakasih, Aidan. Maaf merepotkanmu."
"Tidak merepotkan sama sekali. Saya justru senang, Tante."
"Tidak, jangan panggil tante. Panggil saya mama, sebentar lagi kamu akan menjadi menantu saya."
"Baik, Ma. Kalau begitu saya pulang dulu."
"Hati-hati, Aidan." Aidan tersenyum dan mengangguk.
"Seena masuklah, jangan terus berdiri di sana. Aidan tidak akan diculik orang lain," ejek Katherine.
"Ih, Mama," protes Seena. Katherine tertawa dan masuk lebih dulu ke dalam rumahnya, disusul Tedd setelahnya karena Katherine terus memanggilnya.
"Aidan, aku masuk dulu. Kamu hati-hati ya!" Aidan mengangguk.
"Hey, Seena." Seena berbalik, Aidan berjalan mendekatinya.
Aidan memeluk Seena. "I love you, Seena. Hanya itu, masuklah," bisik Aidan.
Setelah memastikan Seena sudah masuk ke dalam rumahnya, Aidan pergi.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
LEGIO
Teen FictionKetika Seena dihadapkan tiga pilihan, siapa yang akan Seena pilih? Peter yang adalah sahabatnya, Aidan yang terobsesi dengan dendamnya, atau Adam sahabat dekat Aidan yang akhirnya jatuh hati kepada Seena? ps...