18

945 55 0
                                    

Malam harinya, setelah Seena selesai mandi, Peter kembali menghubunginya. Kali ini, tentu saja Seena bisa mengangkat panggilannya.

"Kenapa, Peter?"

"Tadi pagi aku mencoba menghubungi-mu, tapi kamu tidak mengangkatnya. Kamu gapapa kan?"

"Gapapa kok. Kenapa telfon? Tumben?"

"Oh, aku cuma mau bilang hati-hati sama Aidan dan temannya yang satu itu. Mereka mungkin bukan benar-benar orang yang baik. Tetap saja boleh berteman dengan mereka, tapi jangan terlalu akrab."

"Kenapa gitu, Peter? Kelihatannya mereka orang yang baik dan menyenangkan dijadikan teman?"

"Ya, itu semua bergantung padamu, Seena. Aku sebagai sahabat hanya memperingatkanmu. Kalau kamu masih mau berteman dengannya, tentu saja tidak masalah, selama kamu bisa jaga diri."

"Aye aye, captain!"

"Besok aku jemput kaya biasa?"

"Gaperlu jemput besok. Aidan bilang dia yang bakal antar aku. Aku tidur dulu ya, besok masih ujian."

"Oh, oke. Fighting!"

Setelah panggilannya mati, Seena menyimpan ponselnya di meja belajar. Seena memutuskan untuk tidur dan melanjutkan kegiatan belajarnya besok pagi.

Sebenarnya, Seena sudah belajar sejak tadi. Tapi Seena mau hasil ujiannya bagus, makanya Seena terus belajar. Tapi sekarang dia sudah sangat mengantuk dan tak bisa melanjutkannya lagi. Beberapa saat kemudian, Seena tertidur.

***

Di apartemennya, Peter tidak bisa tenang. Bagaimana bisa Seena mengiyakan kata-kata Aidan yang akan menjemputnya? Apa lagi yang akan Aidan lakukan sekarang? Bukankah dia sudah memperingatkan Aidan sebelumnya? Ah, manusia itu benar-benar menyebalkan!

Apa yang ingin di dapatnya dari seorang Seena? Dan dari sekian banyak wanita di dunia ini, kenapa harus Seena?

Mungkin Peter harus mengganti status hubungan mereka, seperti yang Daniel sarankan, dengan begitu mungkin dia merasa lebih aman karena Seena sudah menjadi miliknya. Tapi, Peter juga tidak mau menghancurkan pertemanan mereka jika seandainya Seena menolaknya.

Tapi Seena pernah mengatakan dia menyukainya. Ya, Peter masih ingat benar sewaktu mereka masih di SMA. Saat itu, Peter sedang sibuk dengan lagunya.

"Peter?" Tidak ada jawaban dari Peter. Sama sekali tidak ada respon, jadi Seena duduk tepat di belakang Peter.

Peter mengecilkan volume musiknya saat menyadari ada Seena bersamanya di kelas. Peter yang baru mau menyapa Seena, terdiam saat mendengar Seena berbicara. Seena mengatakan: "Peter, andai kau tau bahwa aku sangat menyukai-mu. Tapi aku tentu saja tidak ingin menghancurkan persahabatan kita hanya karena aku dan perasaan-ku ini. Apa yang harus aku lakukan? Aku senang bersama-mu, aku marah saat kau bergaul dengan orang lain. Tapi apa yang bisa aku lakukan? Aku hanya sahabat bukan dimata-mu?"

"Aku ini pengecut ya? Hanya berani berbicara saat kau sibuk dengan musik-mu itu. Tapi aku ini juga seorang yang hebat, di mana kau bisa menemukan orang seperti-ku yang sangat hebat menyembunyikan perasannya."

Peter tak mendengar apa-apa lagi setelahnya. Setelah itu, Peter menyapanya dan berpura-pura tidak mendengar apapun sebelumnya. Dulu, Peter masih terlalu lugu untuk menyadari perasaannya. Jika, seandainya dulu dia lebih cepat, tak akan sesulit ini.

Jika seperti itu, kenapa dia masih harus ragu? Tinggal menunggu waktu dan hubungan mereka akan berubah.

Peter mengirim pesan kepada Daniel. Menyuruhnya untuk mencaritau niatan Aidan sebenarnya.

Daniel
Tapi, Pak, mana bisa saya melakukannya. Saya bukan kelompok dari mata-mata, bagaimana cara melakukannya?

Peter
Astaga, ternyata bukan hanya saya yang terkadang bodoh? Tidak bisakah kau mencari seseorang untuk melakukannya. Demi apapun, Daniel.

Daniel
Maaf, Pak. Akan segera saya cari.

Sekretarisnya ini benar-benar menyebalkan kadang-kadang. Siapa juga yang menyuruhnya untuk meminta dia sendiri yang memata-matai dirinya? Aneh.

Peter menyimpan kembali ponselnya di samping tempat tidurnya. Lalu berbaring di atas tempat tidurnya.

Seharian ini dia benar-benar tidak bisa fokus. Apalagi saat Seena tidak mengangkat panggilannya, hal yang tidak biasa Seena lakukan. Fokusnya langsung hilang begitu saja.

Bahkan saat pertemuan dengan pegawainya pun dia tetap tidak fokus. Saat pegawainya memberi informasi tentang kenaikan dan penurunan penjualan mereka, Peter tidak banyak bicara. Sampai-sampai mereka harus mengulangnya karena Peter benar-benar tidak fokus.

Peter bahkan tak niat melakukan apapun. Yang ada di pikirannya hanya ada Seena, Seena, dan Seena. Seharusnya tadi dia langsung menjemput Seena di kampus, seharusnya tadi dia pergi meninggalkan meetingnya sebentar untuk menjemput Seena. Dengan begitu, Seena tidak akan bertemu Aidan.

Ah, sudahlah. Lupakan untuk sesaat hal itu, masih ada hari esok. Peter memilih untuk tidur, mengistirahatkan pikirannya.

***

LEGIOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang