13 (A)

1K 57 0
                                    

Sekarang mereka semua sedang menikmati sarapan bersama. Tapi suasana pagi ini benar-benar canggung. Tidak seperti biasanya.

Biasanya setiap sarapan pagi selalu ditemani dengan candaan dan ejekan dari Tedd dan Katherine. Tapi sekarang justru benar-benar canggung.

Hanya dentingan sendok dan garpu yang menemani sarapan mereka. Seena berdeham dan mengatakan, "Pa, bentar lagi Peter jemput Seena. Dia yang ngantar Seena ke kampus." Tedd hanya mengangguk sebagai jawaban.

"Seena, kuliahmu sampai jam berapa? Bukankah kamu harus membantu saya mencari alamat?" tanya Aidan.

"Ah, ya, bagaimana ini? Aku pulang sore sih biasanya. Soalnya abis dari kampus, aku juga jadi guru privat biola dan piano," jelas Seena.

"Wah, Seena, kerja juga abis ngampus? Ga capek?" tanya Adam, tanpa bahasa informalnya. Sepertinya lebih menyenangkan.

"Iya, soalnya aku gasuka bergantung sama orang lain," jawab Seena sambil tertawa pelan.

"Good job, Seena."

Aidan berdeham. "Jadi gimana, Seena? Apakah harus ditunda lagi?"

"Biar saya yang antar kamu cari alamat," ujar Tedd akhirnya.

Aidan mengalihkan pandangannya. "Oh, tidak apakah? Bukannya anda akan sibuk dengan pekerjaan anda?"

Kristhine lalu menjawab, "Ah, Tedd tentu saja tidak keberatan membantu kamu. Iya kan, Tedd?" Tedd mengangguk.

Bel rumah berbunyi menginterupsi pembicaraan mereka. "Nah, tuh, kayanya Peter udah datang. Seena berangkat dulu ya. See you, guys!" Seena mengambil tasnya dan bergegas keluar dari rumahnya.

Seperti biasa, Peter menunggu di mobil. "Gaada yang ketinggalan kan?" Seena mengangguk setelah memastikan semua barangnya sudah dibawa.

"Lagi ujian ya sekarang? Ini semester terakhir kamu?" Seena mengangguk.

"Habis ini lanjut kemana?"

"Kamu tunggu aja, aku bakal ada di internet pas kamu cari nama-ku. Aku ada di TV dan semua orang mengenalku. Karena aku akan menjadi seorang violinis atau pianis yang berbakat dan terkenal," jawab Seena sambil tertawa pelan.

"Oke deh."

"Oh, iya, Seena, Aidan itu orang yang ada di Venesia sama kamu kan?" Seena mengangguk.

"Kamu kenal sama dia?"

"Kenal lah. Kalau ga kenal gimana aku bisa temanin dia jalan selama di Venesia?"

"Tapi sebelumnya kamu ga kenal sama dia?" Seena menggeleng.

Seena lalu bertanya, "Emang dia siapa?"

Peter terlihat terkejut karena Seena tidak tau siapa itu Aidan. "Coba kamu buka di internet. Pasti banyak berita tentang Aidan."

"Mama kemarin juga bilang gitu, kayaknya aku mimpi deh," sahutnya diiringi tawa.

"Kalau kamu ga percaya, coba kamu cari nama dia di Google. Pasti nanti muncul." Seena mengambil ponselnya dan mencari nama Aidan.

Tapi tidak ada yang didapatnya. "Gaada Aidan yang aku kenal di sini. Kamu yakin? Mungkin Aidan yang berbeda?"

"Oh, Peter, sudah sampai. Thank you! Nanti aku bisa pulang naik taksi, soalnya aku mau les-in murid aku. Oke?"

"Yaudah. Tapi kalau butuh apa-apa langsung kabarin ya?" Seena mengangguk.

Setelah itu, mobil Peter pergi. Tujuannya tentu saja perusahaannya. Sebenarnya Peter masih bisa melanjutkan kuliahnya, tapi ayahnya terus memintanya untuk melanjutkan perusahannya.

Mau tak mau, Peter menyetujuinya. Karena Peter paling tidak bisa menolak permintaan orang tuanya, entah itu ayahnya atau ibunya, Peter akan menurutinya.

***

LEGIOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang