Part Five: Stay Or Leave?

6.1K 219 3
                                    

Jemari Justin mengulum-ulum rambut Roxie yang berada disandarannya. "Maaf, aku tak akan memaksamu untuk bermain-main dengan ombak kembali." Ucap Justin lirih.

Lengannya melingkar dileher Roxie, sesekali ia mencium puncak kepala Roxie. Roxie yang diperlakukan seperti itu hanya bisa memejamkan matanya, lalu merasakan kecupan Justin dikepalanya. "Tak apa, aku hanya merasa--aku merasa rindu yang mendalam dengan mendiang kakakku. Kau tahu, nyawa Ronnie melayang karena---"

"Jangan. Jangan dilanjutkan, jika kau masih merasa trauma akan waktu itu." Ucap Justin dengan memotong omongan Roxie.

Roxie merasakan sesuatu yang ia tak pernah rasakan dengan lelaki yang menjadi kekasihnya dahulu. Ronnie adalah kakak Roxie. Nyawanya tak tertolong ketika tergulung ombak. Bahkan, sampai sekarang ia tak pernah melihat jasad kakaknya kembali. Saat itu, Ronnie berumur 15 tahun. Tetapi, anak lelaki itu sangat lihai mengendalikan papan selancar. Tetapi, bukan berarti Roxie tak dapat bermain selancar pula. Roxie mengikuti jejak kakaknya. Ia pun pandai. Sampai akhirnya, kejadian itu tak dapat dihindari. Mereka bermain terlalu jauh dari pantai, melewati perbatasan laut yang ditentukan.

Roxie melihat ke arah jam ditangan Justin. "Crap! Aku ada acara keluarga. Aku harus pergi sekarang Just." Roxie mencoba bangkit dari sandaran tubuhnya di Justin. "Mau kuantar?" Tanya Justin halus.

Roxie mencium pipi Justin dan tersenyum. "Tak usah, aku masih bisa berlari untuk beberapa saat." Justin membalas senyuman manis Roxie. "Sampai bertemu lagi Just." Teriaknya dari jauh.

Justin melihat punggung Roxie dari jauh. Ia tersenyum dan berjanji dalam hati. Suatu tindakan yang ia sudah yakini yang terbaik dan suatu tindakan yang akan membuatnya berhenti bermain-main dengan wanita.

Justin bangkit, lalu berjalan pulang.

---------BEBERAPA SAAT KEMUDIAN--------

Roxie melempar pita rambutnya dengan sembarangan. Ia menjauh dari keluarga Hemsworth yang sedang tertawa girang.

"Roxie jaga perilaku mu!" Ucap Neneknya tegas namun dengan nada berbisik.

Roxie menggeleng keras. "Harusnya aku tahu maksud mereka datang kemari ada apa! Aku masih muda nek! Aku akan masuk ke Universitas. Bisa kah kau tak mengekangku?"

"Dengar Roxie, kau cucuku satu-satunya dan ku harap kau dapat mengerti derajat keluarga kita. AH! Aku tahu! Kau telah jatuh cinta pada sang peselancar itu bukan? Dengar, bertahun-tahun aku tinggal didaerah ini. Aku tahu bagaimana sikap para peselancar. Bahkan setiap wanita yang dibawanya, aku mengenal mereka semua Roxie. Dan ku yakin kau belum mengetahui sejauh apa Justin berhubungan dengan perempuan bernama Barbara." Ucap Neneknya dengan sinis.

Roxie merasa kaget. "Barbara? Siapa dia?"

"Dia tak memberitahu mu bukan? Sudah kuduga. Tinggalkan dia, Roxie. Dia tak pantas buatmu. Roxie dengar, besok kau harus kembali ke New York. Aku tak perduli. Aku telah merasa bersalah membawamu kemari. Aku bersalah, secara tak langsung ku mengenalkanmu pada pria kurang ajar itu. Dan 2 bulan kemudian, kau akan bertunangan dengan Liam."

Roxie merasa kaget dengan perkataan neneknya yang baru saja didengarnya. "Kau gila? Aku tak mau!"

"Dengar Roxie, aku tak mau disalahkan dengan kedua orang tuamu. Bersiap lah , besok kau akan pulang bersama Liam ke New York."

Rahang Roxie mengeras, tangannya mengepal menahan air yang akan tumpah dari dalam matanya.

Roxie segera lari keluar rumah. "Itu bukan rumah! Itu neraka!"

Roxie berhenti ketika ia merasakan seperti ada sesuatu yang menekan didadanya. Roxie segera merogoh kantungnya. Diambilnya sebotol kecil pil, ia goyang-goyangkan untuk mengeluarkan isinya beberapa. Lalu, ditelannya 3 pil yang keluar dari dalam botol itu. Ia coba bernafas, walau kenyataannya susah.

Summer LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang