22. How to Heal a Broken Heart? (2)

35.8K 3.8K 14
                                    

Wilson menggerakan tangannya mengetuk meja tidak sabaran. Sophie tidak juga muncul meskipun ia sudah meneleponnya 20 menit yang lalu. Padahal jarak dari apartemennya kemari tidak memerlukan waktu 5 menit berjalan kaki.

Ia baru hendak menelepon Sophie lagi ketika pintu Cafe itu terbuka dan sosok sophie terlihat sedikit berantakan.

Sophie menghampiri Wilson yang duduk tidak jauh dari pintu tempatnya berdiri. Ia dapat mengenali Wilson meskipun laki-laki itu mengenakan Topi.

"Lama sekali." Seru Wilson begitu Sophie duduk di hadapannya.

"Maaf, Aku sedang dijalan tadi." Ujarnya kemudian.

"Bukankah kau di apartemenmu?"

"Aku berbohong." Jawab Sophie singkat namun datar.

Wilson ingin bertanya lebih lanjut kenapa Sophie berbohong, tapi urung karena Ia mempunyai pertanyaan yang lebih penting. "Apa kau tahu kenapa Cath tidak datang bekerja hari ini?"

Sophie merapatkan bibirnya. Ia baru saja pulang dari kediaman Cath dan menjawab berbagai pertanyaan yang di lontarkan Nanny Gracia mengenai kenapa Cath mengurung dirinya. Ia hanya bisa berbohong kalau Cath sedang terlalu sensitif karena sedang datang bulan dan ingin sendirian.

"Aku mencoba menghubungi Cath, tapi ponselnya tidak di aktifkan." Lanjut Wilson. Ia lalu mengeluarkan kertas yang ada dalam pangkuannya lalu menyodorkannya ke Sophie. "Aku juga datang ke alamat yang tertera disana, tapi mereka berkata kalau disana tidak ada yang bernama Cath tinggal disana." Wilson memandang Sophie menyelidik.

"Kenapa kau harus mengarang alamat itu? Sebenarnya kemana Cath?" Wilson bertanya sekali lagi.

"Mungkin Cath sudah berpindah.."

"Lalu kau pasti tahu kemana mereka pindah, bukan? Kau selalu mengantar Cath kembali setiap malam."

"A-aku tidak tahu. Aku hanya menurunkannya di halte bus." Bohong Sophie lagi.

Wilson seperti percaya dengan omongan Sophie. Namun ia masih merasa janggal. "Kemana perginya Cath?" Gumamnya bingung.

"Apa yang terjadi?" Tanya Sophie memancing.

"Aku terlalu sakit sampai aku kehilangan akal sehatku. Aku secara tidak sengaja menyatakan perasaanku dan mungkin aku sudah menakutinya." Wilson memijat pelipisnya

Kau menciumnya lalu mantanmu muncul mengusir Cath, tentu saja Cath ingin kabur darimu. Gerutu Sophie dalam hati.

"Biarkanlah Cath sendirian dulu. Ia akan muncul lagi kalau ia sudah siap." Ujar Sophie berusaha bersikap sebiasa mungkin. "Dan untuk perasaanmu, Kau harus menahannya agar tidak melukai Cath nantinya." Saran sophie.

"Kenapa perasaan Cintaku akan melukai Cath? Cinta tidak akan menyakiti siapapun."

"Maka itu janganlah mencintai Cath! Karena Cinta yang diterima Cath hanya akan menyakiti dirinya sendiri!" Sela Sophie cepat. Ia langsung menutup mulutnya. Ia sudah berbicara terlalu banyak dari yang seharusnya. "Kau kembali beristirahat saja. Tidak usah mengkhawatirkan Cath." Sophie beranjak untuk pergi.

"Kalian pasti menyembunyikan sesuatu dariku, Bukan?" Tanya Wilson kepada Sophie.

Sophie baru hendak membalas ucapan Wilson, namun ia teringat pada janjinya kepada Cath kalau ia akan membiarkan Cath sendiri yang mengatakan identitasnya kepada Wilson. "Kau tidak usah berpikir berlebihan." Sophie tidak menoleh, namun langsung berjalan meninggalkan Wilson terduduk sendirian.

***

Cath menghela nafasnya berat pagi itu. Ia dan Sophie baru saja sampai di depan gerbang Rumah Wilson pagi itu. Setelah berpikir seharian di dalam kamarnya, ia merasa lebih baik meskipun hatinya masih terasa sakit. Ia datang kemari dengan tekad untuk bersikap seperti biasanya dan mengabaikan debaran jantungnya yang mengganggu. Ia berharap tekadnya tidak akan goyah ketika bertatapan langsung dengan Wilson nantinya.

"Apa kau yakin kau sudah siap?" tanya Sophie yang melihat Cath termenung di kursi penumpang.

"Ya, Aku yakin. Aku harus menghadapi ini semua. Lagi pula, Minggu depan aku harus kembali menjadi Catherine Hovers, jadi aku harus memanfaatkan waktuku sebagai Catherine sebaik mungkin." Jawab Cath sambik tersenyum.

"Kau sudah bertambah dewasa, Cath." Sophie tersenyum menatap Cath. Ia yakin alasan kedewasaan Cath sebagian besar adalah karena Cath merasakan Jatuh cinta untuk pertama kalinya.

"Kalau begitu, Aku masuk kedalam dulu, Soph." Pamit Cath membuka sabuk pengamannya.

"Kau yakin aku tidak perlu menemaninu di dalam?" tanya Sophie lagi memastikan.

"Aku yakin." Cath tersenyum untuk meyakinkan Sophie. Ia lalu membuka pintu penumpang lalu turun dari dalam mobil dan melambaikan tangannya menunggu mobil Sophie melesat menjauh.

***

Cath mengerjap begitu melangkah masuk kedalam rumah itu. Piring pecah serta beberapa potong roti berserakan di lantai. Ia melangkah mendekat dan melihat sekitar. Ia tidak menemukan sosok wilson, mungkin Wilson masih tidur di atas karena mobilnya masih ada di depan.

Ia mengambil sapu dari lemari penyimpanan dan mulai mempunguti pecahan beling itu satu persatu sebelum menyapu sisa pecahannya.

Siapa yang melakukan ini? Apakah Wilson? Batinnya bertanya seraya memasukkan pecahan beling itu kedalam nampan untuk menampungnya sementara. Bukankah seharusnya Wilson senang karena Caroline menjaganya semalaman? Perih di hatinya timbul lagi.

Cath berdiri dan berbalik setelah ia memastikan tidak ada lagi pecahan besar di sekitarnya. Nampan yang ia pegang hampir terjatuh lagi begitu matanya menembus ruang tamu dan melihat sosok yang tidak asing berbaring di sofa.

Cath terlihat ragu apakah ia harus menghampiri Wilson atau tidak. Tapi ada satu perasaan yang membuatnya ingin melangkah maju. Ia ingin memastikan Laki-laki itu sudah sembuh dari sakitnya. Namun disisi lain, ia juga harus menghentikan debaran tidak wajar itu di hatinya.

Cath meletakkan nampan itu di meja makan lalu berjalan kearah Wilson dengan tatapan kosongnya. Seperti alam bawah sadarnyalah yang mengendalikan dirinya sekarang.

Ia berhenti di depan sofa yang ditiduri Wilson dan menatap Wilson sejenak. Wajah Wilson masih terlihat pucat. Cath berjongkok di sebelah Wilson dan menjulurkan tangannya perlahan ke keningnya.

Kemudian, dengan cepat tangan Wilson meraih tangan dingin Cath yang memeganggi keningnya. Awalnya ia mengira kalau Cath adalah Caroline yang datang lagi mengganggunya. Namun ketika ia menatap mata bulat abu-abu milik Cath, hatinya merasa lebih tenang.

Cath tercengang begitu melihat reaksi Wilson yang dengan cepat meraih tangannya. Laki-laki ini masih demam tapi ia tidur di sofa semalaman tanpa selimut satupun. Dan tatapan mata yang melihatnya sekarang, seakan membawa Cath hanyut kedalamnya.

"A..a" Tatapan mata Wilson seakan membuat Cath lumpuh untuk berkata-kata, begitu juga Wilson yang masih tidak percaya dengan pengelihatannya sekarang. Ia memerlukan seseorang untuk menyadarkannya kalau ini hanyalah mimpi.

Tangan Cath yang ditahan kemudian menepuk ringan kening Wilson, seakan ia bisa membaca pikiran Wilson yang memintanya untuk menyadarkannya. "Ada nyamuk." Bohong Cath lalu menarik kembali tangannya dan berbalik meninggalkan Wilson yang masih berada dibawah alam sadarnya dan melihat punggung Cath menjauh.

"Tunggu!" Perintah Wilson cepat.

Langkah Cath terhenti, namun ia tidak berbalik. "Kau masih demam, beristirahatlah diatas, aku akan membuatkan bubur untukmu." Cath melanjutkan langkahnya mengambil nampan berisi pecahan beling itu dan melangkah ke Dapur. "hati-hatilah dengan langkahmu. Masih ada pecahan kecil bertebaran."

Wilson berdiri perlahan, namun matanya tetap mengikuti sosok Cath. Meskipun baru sehari, ia sudah merasa rindu sekali pada Cath. Apakah pernyataan cinta kemarin hanyalah mimpi? Kenapa Cath bersikap seperti biasanya? Ia sendiri tidak berani untuk bertanya pada Cath mengenai kenapa ia tiba-tiba pergi malam itu, dan apakah ia benar menciumnya malam itu?

Cath sendiri sebisa mungkin berusaha menghindari untuk menatap Wilson. Meskipun ia merasa Wilson tidak berhenti menatapnya.

Cath berusaha mengabaikan sosok Wilson yang berdiri tidak bergerak di depan sofa sejak tadi, ia meraih sapu untuk menyapu beling-beling halus yang tersisa disana.

"Bukankah kita harus berbicara?"

***

Tbc

My Maid is A PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang