"Wilson.. Wilson!! Wilson, Berhenti!!" Caroline berlari dan meneriaki nama Wilson.
Wilson berhenti melangkah dan memandang Caroline dengan malas. Lagi-lagi Caroline menghampirinya saat ia ada acara talkshow di stasiun televisi. Sekarang Caroline mengikutinya yang sedang berjalan kearah ruang tunggu.
"Apa lagi sih maumu?" Tanya Wilson ketus.
Caroline melihat sekitar sambil berjalan mendekati Wilson yang tengah berhenti. Banyak staff yang juga ikut berhenti dan memandang mereka aneh. Caroline langsung tersenyum dan melambai manis kepada semua orang yang melihatnya. "Maaf mengganggu. Teruskan saja pekerjaan kalian." ucapnya. Ia langsung menggandeng lengan Wilson dan menariknya kedalam Ruang tunggu Wilson dengan cepat sebelum laki-laki itu menepiskan tangannya.
"Lepaskan!" Wilson menarik tangannya begitu ia masuk kedalam ruang tunggu. Disana Sophie dan penata riasnya langsung melihat kearah mereka berdua bingung.
"Maaf, Kalian bisa keluar? Aku dan Wilson ingin berbicara." Pinta Caroline.
Sophie dan Penata rias Wilson, Dian, saling menatap bingung. Terutama Sophie.
"Kalian tidak usah keluar, Hanya dia yang ingin bicara. Tidak ada yang ingin kubicarakan dengannya." Ujar Wilson datar.
Caroline menyerah untuk mengusir kedua orang itu keluar. Ia tidak mau malah ia yang diusir nantinya. "Kau masih marah padaku?" tanya Caroline manja.
Wilson menghela nafas datar dan duduk di kursi riasnya. "Tidak." Jawabnya singkat. "Untuk apa aku marah padamu?" Tanya Wilson provokatif.
Senyum di wajah Caroline mengembang. "Benarkah? Syukurlah. Ku kira..."
"Kalau aku marah padamu, itu artinya aku harus terus memikirkanmu. Dan aku tidak mau memikirkan perempuan sepertimu." Sela Wilson tidak peduli. Senyum yang tadi sempat tercetak diwajah Caroline mendadak hilang. Sophie dan Dian seperti mencoba menahan tawanya. "Dengan kata lain, Aku sama sekali tidak ingin mengingatmu."
"Kau..." Caroline mengontrol suaranya agar tidak bergetar. "Aku tahu kau tidak bermaksud berkata seperti itu." ia memaksa untuk tersenyum dan mengabaikan kedua orang yang sedang menahan tawa di sudut ruangan. "Aku kemari ingin mengajakmu ke pesta pernikahan Roy dan Cinthya Sabtu nanti, Kau pasti maukan mendampingiku menghadiri..."
"Maaf, Aku sudah punya pasangan!" Sela Wilson langsung. "Kau boleh pergi sekarang kalau hanya itu yang mau kau bicarakan." Wilson menunjuk pintu masuk yang tadi mereka lewati. "Aku sibuk." lanjutnya.
Caroline mengepalkan tangannya kesal. Untung saja ia menarik Wilson kemari dan hanya disaksikan 2 orang yang tidak penting di sudut ruangan. Kalau ia dipermalukan di depan Staff yang berlalu lalang didepan, ia rasa dirinya akan berlari dan menangis sekarang.
"Kau masih tidak mau pergi?" Tanya Wilson sinis.
Tiba-tiba pintu ruang tunggu terbuka dan terlihat seorang perempuan seusia sophie terengah-engah di ambang Pintu. "Ternyata kau disini, Caroline." Ujar perempuan itu mencoba mengatur nafasnya. Ia lalu menyerahkan sebuah amplop cokelat kepada Caroline. "Ini yang kau minta." tambahnya.
Caroline menatap sinis kearah managernya lalu menerima amplop itu dengan kasar. Tanpa ragu ia langsung merobek amplop itu dan mengambil isinya. Matanya terbelalak tidak percaya lalu memandang Wilson dan Sophie bergantian dan tertawa hambar. "Hah! Apa ini?"
Wilson awalnya penasaran karena Caroline melihat dirinya setelah melihat isi amplop itu, tapi ia yakin kalau Caroline hanya memancing perhatiannya.
"Menarik sekali." Gumam Caroline memasukkan kembali kertas itu kedalam amplop. "Kita pergi sekarang." Caroline tersenyum sinis menatap Wilson dan Sophie lalu membalikkan badannya dan berjalan cepat menjauhi ruang tunggu Wilson.
"Menurutmu, Kertas apa itu?" tanya Sophie kepada wilson.
Wilson yang menatap kepergian Caroline tadi lalu mendengus. "Aku tidak tertarik untuk mengetahuinya." ucapnya Ketus.
Sophie melihat Wilson sebentar lalu kembali sibuk pada pikirannya. Entah kenapa perasaannya tidak enak setelah Caroline melihatnya tadi. Kertas itu pasti berhubungan dengannya dan juga Wilson. Tapi apa?
***
Caroline berhenti tepat di depan pintu pagar yang cukup tinggi. Tangannya menggenggam Amplop cokelat itu dan tangannya yang satu lagi terhenti di depan bel.
"Apa kau yakin akan melakukan ini?" tanya Molly, Managernya.
"Tentu saja. Aku akan melakukan apa saja agar Wilson bisa kembali kepadaku." ia tersenyum licik. "Dan itu harus dimulai dari pasangannya ini." dengan cepat ia menekan tombol Bel di depannya. "Kau kembalilah ke mobil. Aku tidak akan lama." perintah Caroline.
Molly tidak dapat membantah, ia berbalik dan kembali masuk kedalam mobil yang terparkir tidak jauh dari gerbang rumah itu.
"Selamat siang? Ada yang bisa ku bantu?" Sapa suara riang itu melalui Interkom.
"ya, Tolong bukakan pintu gerbang ini." Caroline membalasnya melalui Interkom.
"Maaf, Tapi tuan rumahnya sedang tidak ada. Kalau ada keperluan anda bisa menitipkan pesan." Balasnya lagi.
"Aku tidak ada keperluan dengan Wilson. Aku punya keperluan denganmu, Catherine Hovers." Suara Caroline menajam seakan ia menekan nama Catherine Hovers.
"Masuklah." Pinta Cath dengan suara Datar.
Tidak butuh waktu lama, pintu gerbang yang memerlukan kartu akses itu terbuka. Begitu juga Pintu Utama yang memerlukan Kode akses juga tidak terkunci seakan Cath menunggu kedatangan Caroline.
Caroline melangkah memasuki Pintu utama rumah tersebut. Dibalik pintu, Terlihat perempuan Tinggi, dengan rambut Cokelat ikal bergelombang, mengenakan Kaus santai dan celana Jeans panjang berdiri dengan wajah Kaku menyambut Caroline.
"Masuklah." Sapa Cath mempersilahkan Caroline untuk masuk. Raut mukanya terlihat datar dan tidak memancarkan senyum sama sekali. Senyumnya hilang setelah Caroline menyebutkan nama lengkapnya melalui Interkom. Dan tentu sekarang Cath bertanya-tanya darimana Perempuan itu tahu namanya sedangkan Cath merasa tidak pernah melihat Caroline sebelumnya.
Tanpa ragu, Caroline berjalan menuju Ruang tamu dan duduk disana. Ia memang sering kemari dulu saat hubungannya dan Wilson masih baik. "Kau tidak perlu merasa sungkan seperti itu." Sahut Caroline santai sambil menyilangkan Kakinya. "Meskipun kau berpura-pura menjadi Maid disini." sambungnya tersenyum sinis.
Cath mengambil posisi duduk di depan Caroline. "Siapa kau? Apa maumu?" tanyanya datar.
"Ah.. Aku lupa memperkenalkan diri." Caroline mendesah ringan lalu menjulurkan tangannya. "Perkenalkan, Namaku Caroline. Mantan pacar Wilson." Ujar Caroline.
Cath melihat tangan yang mengulur didepannya. Mantan Pacar Wilson? Kenapa hatinya tiba-tiba terasa tidak nyaman? Ia menyambut uluran tangan Caroline sebentar lalu melepaskannya lagi. "Apa maumu?" Tanya Cath tanpa merubah ekspresi datarnya.
"Kau tidak usah terlalu tegang. Aku hanya ingin bernegosiasi denganmu." Caroline menarik kembali tangannya dan menyerahkan amplop yang ia pegang sedari tadi.
Cath mengambil amplop itu dan terlihat bingung. Ia membuka isinya lalu mendapati foto dirinya yang mengenakan seragam Maid, Foto dirinya yang sedang keluar bersama Wilson, Dan foto dirinya memasuki rumahnya sendiri. Dibalik itu, Terdapat beberapa kertas yang di jadikan satu. Kertas itu menyiratkan nama lengkap Catherine, tempat tinggal, serta nama kedua orang tua dan pendidikan Cath. Sepertinya Caroline telah menyelidikinya diam-diam.
"Lalu apa maumu?" tanya Cath.
"Aku tidak membutuhkan Uangmu." jawab Caroline seakan bisa menebak isi pikiran Cath. "Kau hanya harus melakukan sesuatu untukku." lanjutnya menegakkan posisi duduknya sekarang. "Kalau kau tidak mau melakukannya, Kertas itu akan menyebar di berbagai infotaiment dan majalah." gertak Caroline.
"Aku tahu kau dan Bibimu itu menyembunyikan ini dari Wilson, Bukan? Dan aku juga tidak tahu bagaiman reaksi Ayahmu begitu melihat wajah Putrinya menjadi bahan perbincangan di sini." Caroline masih melanjutkan gertakkannya menghiraukan perubahan ekspresi Cath.
"Apa Maumu?" Sela Cath tidak sabaran.
Caroline tersenyum licik lalu mencondongkan tubuhnya mendekati Cath.
***
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
My Maid is A Princess
RomanceKehidupan Catherine Hovers memang berbeda dengan gadis sebayanya. Ayahnya yang seorang pengusaha ternama, membuatnya jarang mendapat perhatian dari keluarganya, nama belakang yang ia bawa membuatnya sulit untuk mendapatkan teman. Suatu saat Cath mem...