Dua : Kau

305 54 27
                                    

Tik tak tik tak tik tak

Dentuman jarum analog kian menggema di ruangan berarsitektur kuno itu. Seorang pria berkulit pucat dan bermata sipit itu masih sibuk memainkan ujung pisau tajam miliknya. Diliriknya sekilas jam dinding besar yang terlihat kuno dipojok ruangan. Jarum yang seharusnya berjalan menyusuri setiap urutan angka yang berjajar apik mengelilingnya itu terhenti bersama dengan beberapa ikan kecil yang menghiasi aquarium besar di sisi ruangan. Bibir merah mudanya perlahan tersenyum sinis. Sebelum akhirnya memudar karena derapan langkah kaki yang mengema jelas di kedua gendang telinganya.

🍂🍂🍂

Datanglah kepersimpangan dimana manusia biasa menunggu rambu hijau untuk menyeberang. Disaat yang sama aku mencoba untuk menghentikan waktu dengan tenagaku. Seorang pria yang kemarin kau sebut sebagai anugrah dewa dengan ketampan yang membuatmu terpikat untuk pertama kalinya berdiri sebagai calon boneka takdir milik dewa. Aku menyelamatkannya, menghetikan waktu untuk mengubah takdirnya yang seharusnya berhenti saat ini. Untuk pertama kalinya, untukmu, aku berani mencampuri bagaimana dewa membuat takdir kematian untuk manusia.

Tap tap tap tap ....

Langkahku terhenti tepat di belakang seorang pria berkemeja biru muda dengan celana putih panjang yang jatuh tepat dikedua mata kakinya. Perlahan tanganku terulur mencoba menarik lengan kemeja pria berambut pekat itu. Menyeret tubuh kakunya menjauh dari ujung mobil yang baru saja ingin menyenggol tubuh tingginya.

"Berterimakasihlah pada Min Suga, jika bukan karenanya, aku tak akan menemukanmu karena terlalu sibuk dengan permasalahanku dengan yang di atas," ucapku lirih, tersenyum sendu kala menatap wajah tampan pria yang masih mematung kaku di tempatnya. Tentu, ia akan bergerak setelah si dewa api yang mengubah namanya menjadi Min Suga itu memutar kembali waktu yang berhenti.

"Terimakasih karena sudah bertemu denganku, Kim Seok Jin," sambungku lirih, menghilang kala tubuhku tepat berputar menciptakan sudut 45 derajat, meninggalkan aroma tubuhku yang perlahan menghilang bersama embusan angin. Dan, tentunya waktu kembali berjalan. Mungkin pria yang baru saja ku atur ulang takdirnya itu harus mengulang beberapa langkah, tak apa, toh jika ia tau, ia pasti akan bersyukur karena beberapa langkah yang hilang itu adalah langkahnya menuju ambang kematian.

🍂🍂🍂

Jika bukan karena dewa yang mengutukku sebagai perwujudan emosi, ego, nafsu, kemarahan, kemurkaan, dan ketidakadilan manusia tak mungkin aku berada di dunia kotor semacam ini. Seseorang hanya menganggapku sebagai dongeng yang mereka tuliskan di selembar kertas kuno sebagai legenda tak bermakna. Mereka tak pernah mengetahui, karena kesalahan merekalah aku diciptakan di dunia fana ini. Mereka hanya menganggap diri mereka sebagai anak didik dewa ketika mereka telah melakukan secuil kebaikan, dengan tak bercermin pada setumpuk dosa mereka pada dunia.

"Nona, kau akan membeli buku ini?" suara berat seorang pria yang baru saja berdiri tegap di depanku perlahan membuat tatapanku teralih. Melirik sekilas seorang pria dengan syal coklat dan kumis merata serta hidung lancip dan kulit putih langsat membuat siapapun yang melihatnya tak akan percaya jika ia menginjak usia kepala lima.

"Kau bisa mengambilnya. Lagian, aku sudah membaca semua serinya," jawabku menyodorkan buku tebal berjudul --Sleep story : Romansa--

"Baiklah, gomawo." (*Terimakasih*)

----------------

ROMANSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang