Lima : Dewa Lara * Park Jimin

138 35 17
                                    

Kau menyakiti hatiku. Akan tetapi itulah awal aku menyukaimu.
--------------

Tap ... tap ... tap ... tap ...

Langkah kaki seorang pria berjas hitam terdengar begitu nyata mengema di sepanjang ruangan lebar dengan penerangan remang-remang. Satu lagi seorang laki-laki berkulit pucat yang kerap disapa Min Suga itu masih enggan berbalik untuk menyambut kedatangannya yang terkesan tiba-tiba. Pria berkulit pucat itu tersenyum licik kala kedua lubang hidungnya mulai mencium aroma wangi yang khas untuknya. Aroma dewa lara--

Min Suga menancapkan ujung pisaunya pada meja kayu yang membatasi tempat duduknya dengan jendela bergorden hitam yang masih tertutup rapat. Lagian, untuk apa ia membukanya, toh juga tak akan ada cahaya yang masuk.

"Kau datang?" sahutnya lirih sesaat setelah derapan langkah kaki itu terhenti.

"Di mana gadis itu?"

"Dia tak memulai perang denganmu. Untuk apa mencarinya."

"Dia mulai menjadi layaknya manusia?"

Min Suga menoleh. Menatap kedua mata yang lebih sipit dari miliknya. Seorang pria berambut merah muda yang cocok dipadukan dengan kulit putih susunya.

"Manusia?"

"Aku hanya akan melarangnya. Tak adil jika aku membunuhnya sekarang sebelum dia mengetahui jati dirinya."

"Aku yang akan menanyainya."

"Tapi aku yang ingin menemuinya."

"Kau bisa menemuinya lain waktu," tungkas Min Suga dengan nada meninggi.

"Aku akan mencarinya sendiri," sambung pria berjas hitam itu menghilang tepat ketika tubuhnya berbalik, memunggungi pria pucat yang hanya terdiam mematung di tempatnya. Tak berbuat apa-apa? Atau tak melarangnya?

Tentu saja. Ketika seorang dewa yang biasa dipanggil dewa lara oleh para manusia itu mulai turun ke bumi hanya untuk menjadikan seorang gadis yang merupakan kutukan dewa sebagai taget kedatangannya. Maka, seorang Min Suga atau Dewa api itu tak akan bisa menghentikan langkah kakinya meskipun hanya sedetik. Ia tak ingin mati sia-sia ditangan dewa konyol itu. Meskipun kemampuan Min Suga melebihi kemampuan membunuh milik Park Ansa atau kemampuan menyembuhkan milik Dewa penyembuh atau Jung Ho Seok. Namun, kemampuan menghentikan waktu, memanipulasi kehidupan dan menerawang kehidupan milik seseorang itu tak akan ada apa-apanya jika dibandingkan kekuatan amarah milik Dewa Lara --Park Jimin--

🍂🍂🍂

Aku menatap jauh gumpalan awan yang terlihat semakin menghitam setiap detiknya. Entah apa yang sedang direncanakan Sang pengutuk untuk kehidupanku. Sekarang, terasa aku hanyalah serangga yang tak tau malu dengan mengutuk dan membunuh manusia karena nafsu dan amarahku. Sekali lagi, aku bukanlah dewa yang bisa menentukan sendiri kematian untukku. Aku hanyalah kutukan untuk mereka yang menyebut diri mereka sebagi dewa pemberi kehidupan manusia.

Aku mendesah kasar, diikuti kedua tanganku yang mengadah, harap-harap setidaknya ada hujan untuk sedikit melegakan hati manusia.

Baru beberapa saat setelah aku berpisah dengan pria jangkung yang entah bagaimana ia tahu tentang keanehan dalam diriku yang menanyakan --kau bukan manusia kan?-- Entahlah, dewa sedang mencoba membuat lelucon picisannya lagi.

ROMANSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang