Tujuh : Puzzle

97 26 12
                                    

Ketika angin yang datang seakan mengatakan padaku tentang bisikan dewa yang berharap bayangan romansa lenyap dari dunia. Menyelesaikan ribuan kutukan yang membangun jati diri seorang gadis yang berjalan tanpa arah tujuan. Seorang gadis yang merupakan perwujudan nyata dari bayangan amukan duniawi. Seorang pria yang datang tiba-tiba. Mampu mencairkan darah yang membeku, mampu mengubah cara kerja hati yang membusuk. Yang kau sebut sebagai anugrah dewa adalah sebenarnya beban batu yang harus kau bayar kelak di penghujung penghakiman dewa. Satu lagi pria yang datang ke rumah Sang kutukan tanpa membawa bayangannya. Mampu menyentuh pintu yang dibuat oleh tangisan sang terkutuk. Melihat bagaimana asap biru yang menyambutnya datang waktu itu. Siapa dia? Takdir kematianmu sudah datang? Kim Taehyung. Ku rasa dialah manusia tanpa harapan yang akan menjadi target kematianmu kelak. Dialah ciptaan dewa yang dibentuk sedemikan rupa untuk memanipulasi pikiranmu. Dialah roh bersayap hitam itu. Yang dimana dosanya adalah anugrah untuk gadis yang terkutuk sepertimu. Dimana, nafsunya adalah hal suci untuk Sang langit. Dialah, Kim Taehyung.

Min Suga menatapku pilu. Tergambar jelas dari raut wajahku yang kini bercampur aduk antara marah, kesal, penasaran tak berujung dan kesedian yang entah dari mana datangnya. Setelah mendengar perkataan pria berkulit pucat itu. Tentang pria berhidung lancip yang mampu menyentuh pintu yang seharusnya hanya dewalah yang diijinkan untuk melakukannya.

Entah permainan teka-teki macam apa lagi ini. Genap seratus tahun waktu berjalan dengan aku yang selalu mengutuk pada dewa untuk menghentikan semua kehidupan di dalamnya. Aku yang dilahirkan kembali setelah hukumanku tentang dosa yang tak pernah ku ketahui arah sebabnya.

Lahir untukku bukan berarti keluar dari rahim seorang wanita yang manusia sebut sebagai --ibu-- yang nantinya akan menerima banyak cinta, tangisan pertama dan akhir, serta menerima apa itu penghakiam atas semua yang ia lakukan dalam mendidik anak titipan Sang Kuasa.

Lahir dalam artian hidupku adalah bebas dari jajaran besi panjang di tengah kegelapan malam dan siang. Besi yang dibuat oleh ribuan jeritan, tangisan, amarah, nafsu, ego, ketidakpuasan, dan murka para manusia di bumi. Aku tak mengerti untuk apa dewa mengirimku dengan banyak teka-teki tentang kehidupanku.

"Mau ku bantu dengan menanyakan langsung pada atasanku?" Min Suga yang sedari tadi hanya menarik-narik janggut lancipnya kini mulai mencoba mencari jalan keluar dari semua pertanyaanku.

Aku menggeleng. Memangnya Sang pengutuk langit sebaik itu? Memberi jawaban atas teka-tekinya selama 1121 aku hidup? Tidak. Ku rasa tidak. Mereka hanya akan meludah pada pertanyaan semacam itu.

"Kau benar-benar tak bisa menerawang masa depannya?" Min Suga hanya menggeleng tanda mengatakan tidak. Entah makhluk macam apa Kim Taehyung itu. Bahkan dewa api yang tak diragukan lagi dengan kemampuan menerawangnya itupun masih sulit untuk menembus lorong waktu masa depan pria jangkung itu.

"Park Ansa." Aku menoleh cepat. Menatap pria yang masih menimang-nimang otaknya untuk mengatakan sesuatu.

"Ini hanya sekadar dugaanku. Jadi, jangan terlalu dipikirkan, hm?"

Aku hanya mengangguk, "Katakan saja."

"Ku rasa Park Jimin tahu sesuatu tentang ini semua. Awan hitam yang ia ciptakan saat kau mencoba untuk membekukan jantung Kim Taehyung. Dan ia yang tiba-tiba datang ke bumi untuk memperingatkanmu tentang kemurkaan dewa. Kurasa ia mengetahui semuanya."

"Dewa lara?"

🍂🍂🍂

Taman surga. Tempat dimana ribuan dewa mengawasi jutaan manusia di bumi. Seorang pria yang kerap di sebut manusia sebagai dewa lara itu masih menatap jauh atap hitam dengan gumpalan awan pekat sebagai pelindung di atasnya. Satu lagi pria yang masih menatapnya lelah. Mencoba mengalihkan arah padangnya namun gagal.

ROMANSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang