Tiga : Penulis Romansa

158 41 22
                                    

--Akulah kutukan yang ditentukan dewa karena ulah murka manusia sepertimu--

"Kau hanya cukup mengatakan nama manusia tua itu."

"Jika aku mengatakannya, memangnya kau mau berduka atas kematiannya? Lagian aku tak mengenal siapa dirimu. Gadis aneh yang tiba-tiba memanggil namaku dan berpura-pura akrab denganku. Kau itu aneh sekali." Pria berhidung mancung itu berkacak pinggang menatapku dengan tatapan aneh miliknya.

"Aku memang selalu aneh dimata manusia serakah sepertimu."

"Cukup, sudahlah, aku tak mengerti jalan pikiranmu. Pergilah, kembalilah ke rumah. Dan beristirahatlah.

Aku hanya memasang senyum samar, untuk manusia sepertinya, lagi-lagi aku harus mencampuri urusan kematian antara Sang pembuat takdir dengan roh yang diciptakan sebagai boneka dunia. Aku menatapnya, menghendaki untuk takdirnya berhenti saat itu juga, ingin rasanya kuhapus satu lagi manusia serakah yang menyebut dirinya sebagai penulis cerita ber-genre roman.

Seharusnya, jantungnya perlahan berhenti berdetak, tubuhnya mengubah suhu menjadi dingin dan membeku. Namun, ada yang salah dengan takdirnya terhadapku. Aku tak bisa melakukannya, pria itu hanya menatapku sembari menimang-nimang otaknya untuk berpikir --apa yang coba dilakukan gadis aneh ini padaku? Mengapa ia menatapku dengan mata tajamnya?--

Aku mengehela nafasku kasar. Diikuti dengan gerakan salah satu tanganku yang meraba bagian jantungku --Aneh, di sini rasanya sakit. Tak seperti biasanya. Aku tak pernah bisa merasakan tubuhku sendiri. Bahkan aku tak pernah memiliki denyut di kedua nadiku, apa ini? Dewa sedang bermain bersamaku dan lelaki berhidung mancung ini?--

"Kau kenapa? ada yang salah di dalam sana?" Pria itu mencoba mendekat. Menunduk menyamakan tinggi dengan tubuh pendekku.

--Tidak. Ini salah, benar-benar salah. Tidak boleh seperti ini. Ada apa ini? Siapa dia? Takdirku?--

"Menjauhlah," sambungku lirih.

"Kalau sakit. Masuklah dulu ke rumah. Hyung-ku sedikit pintar tentang medis. Mau ku panggilkan?" (*kakak laki-laki*)

Aku hanya menggeleng ringan. Diikuti dengan kepalaku yang perlahan mendongak kala bayangan hitam milik pria di depanku itu menghilang. Awan mulai menghitam. Matahari dan gerombolan awan putih baru saja pergi entah ke mana. Diikuti dengan embusan angin yang membawa dedaun kering dan mengoyahkan susunan rerumputan liat yang mengeliling pohon besar tepat di sisi halaman rumah besar milik pria yang baru saja ikut mendongak. Menatap tak percaya bagaimana awan yang berubah menghitam secepat itu.

"Apa ini, mau hujan? Kenapa tiba-tiba? Ramalan cuaca kurang ajar. Aku baru saja menjemur sepatu baruku. Gila, benar-benar gila."

"Masukalah, jika tak mau basah kuyup," ucapnya menatapku sayu.

"Kim Taehyung~" panggilku cepat kala pria yang kuserukan namanya itu hampir saja menghilang dari hadapanku.

"Hm?"

"Mau bantu aku berjalan?"

"Eoh?"

🍂🍂🍂

Mataku menatap jauh seorang pria yang masih sibuk meracik beberapa obat herbal yang katanya bisa sedikit meredakan rasa sakit di jantungku. Tidak, aku tak akan percaya hal semacam itu. Lagian, siapa sangka jika jantung dalam tubuhku ini sebenarnya sudah tak berdetak. Tentu. Hanya terdiam dan menuruti apa kata manusia satu itu.

ROMANSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang