Empat : Hope-Min

138 37 29
                                    

Dewa akan sedikit mengusik tujuan awalmu. Untuk itu jangan pernah terganggu olehnya. Abaikan hal yang tak berguna untukmu.

Awan mendung kota Seoul masih terlihat begitu pekat. Benar saja, perkataan pria berkulit pucat yang kerap ku sapa dengan sebutan dewa api atau manusia biasanya atau lebih tepatnya lagi kaum hawa memanggilnya dengan sebutan Min Suga. Pria berambut pekat berbibir tipis itu baru saja mengatakan untuk menemui dewa lara atau katakan saja sebagai musuh bebuyutanku selama 1121 tahun yang lalu. Kini genap sudah setahun aku tak menemui lelaki berhidung pesek itu. Lagian, untuk apa juga aku menemuinya? Aku hanya akan menemuinya ketika sudah menemukan cara untuk melayangkan nyawanya ke akhirat kelak.

Langkahku kian jelas menapaki trotoar beraspal kasar itu. Sekilas menatap orang yang berlalu lalang dengan payung disalah satu sisi genggaman tangannya. Akan hujan, itulah yang mungkin para manusia pikiran tentang awan hitam yang tak mau menghilang sejak kemarin siang. Tepat ketika aku gagal untuk membekukan jantung milik manusia bernama Kim Taehyung.

"Ansa! Park Ansa?!" Suara seorang pria yang tak asing untukku menggema jelas di telingaku. Tubuhku berputar. Seorang lak-laki berjaket kulit dan celana jeans hitam yang tepat membentuk lekuk kaki jenjang itu perlahan mendekat. Dengan kedua tangan yang masih mengenggam erat sepasang cup berwarna coklat muda.

🍂🍂🍂

"Kenapa tiba-tiba?" Aku menatap pria berhidung mancung itu. Mencoba membaca pikirannya namun, lagi-lagi gagal. Entah ada apa atau siapa diriku sebenarnya. Jika menyebut diriku sebagai dewa atau anak didiknya maka, itu adalah kesalahan besar. Semua titisan dewa seperti Min Suga dan seorang pria yang sekarang duduk di sisiku ini mempunyai kemampuan untuk membaca pikiran seseorang. Mampu mempermainkan waktu dan mengubah takdir sesuai kehendaknya.

Namun, tidak denganku. Yang hanya memiliki kemampuan membekukan jantung seseorang.

"Aku merindukanmu," sahutnya tanpa ragu. Melirik sekilas wajah datarku yang seperti 1121 tahun yang lalu.

"Kau tak terkejut?"

"Ya! Jung Ho Seok, bahkan 1121 tahun yang lalu kau bilang kau akan menikahiku. Untuk apa aku terkejut saat kau mengatakan merindukannku? Huh?" Pria di sampingku itu tersenyum kecil. Meneguk habis coklat hangat miliknya.

"Temuilah dewa lara. Ku rasa dia merindukanmu."

Aku mendongak cepat, mengerutkan kening samar kala menyimpulkan bahwa dua pria yang biasanya menyuruhku untuk menjauh dari sesosok makhluk yang manusia sebut sebagai dewa lara itu menyuruhku datang padanya. Untuk membunuhnya?-- Aku mengangguk kecil. Bukan karena menuruti permintaan Jung Ho Seok atau Min Suga padaku. Namun, untuk kata --membunuhnya--

"Masih mencoba membunuhnya?"

"Ya! Berhentilah membaca pikiranku. Membuatku iri saja."

"Segeralah temui pria itu. Ku rasa ada yang tak kita ketahui tentangnya."

Aku hanya tersenyum pahit, menatap pria yang jelas mengharap anggukan kepala dariku.

"Memangnya apa yang ku ketahui. Siapa diriku saja aku tak tau. Lagian, tanyalah pada atasanmu. Manusia bilang, mereka tau segala hal. Kenapa malah bertanya padaku."

"Baiklah. Ku rasa awan mendung ini akan lama."

"Memangnya ada hubungannya dengan  itu?"

ROMANSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang