4.7 - LEY

65 5 0
                                    

Yah ternyata hari ini tidak seburuk yang kukira. Setelah nonton, kami makan es krim di Wendy's dan mulai memperdebatkan film yang kami tonton barusan, yang adalah The Dark Tower, film yang diadaptasi dari novel karya penulis ternama, Stephen King. Perdebatan kami pun seakan tiada habisnya sampai akhirnya semua mata memandang ke arah kami dan atas dasar rasa sungkan, kami memutuskan untuk pulang.

"Sudah seberapa familiar kau dengan kompleks perumahan ini?" Tanya Cara saat kami sampai di depan rumahnya.

"Hmm lebih familiar daripada saat pertama kali aku datang, tapi aku hanya kenal dengan keluargamu."

"Yang benar saja?"

Aku mengangguk. "Tidak ada yang berani menghampiriku untuk mengajak ngobrol duluan. Apa tampangku seram?"

Cara tertawa. "Mungkin karena mereka mengira kau tidak bisa bahasa Indonesia."

"Yah, bahasa tubuh juga aku mengerti."

Cara tertawa lagi dan aku hanya bisa terpana melihatnya. Sekali lagi gadis itu tertawa, aku tidak yakin aku bisa mengontrol diriku..

"Eh Ley, apa kau sudah ngantuk?"

Aku menggelengkan kepala. Jujur saja aku masih ingin ngobrol dengan Cara.

Melihat jawabanku, Cara langsung tancap gas menuju taman dan memarkir mobilnya di sana.

"Ayo turun, aku akan memberimu tour gratis." Cara mengisyaratkanku untuk turun dan aku menurut. Kami pun berjalan mengitari kompleks dan melewati gang-gang yang belum pernah kulewati sebelumnya.

"Ini rumah pak Win, dulu anaknya satu sekolah denganku saat TK. Aku ingat pertama kali berkunjung ke rumahnya, aku ngompol dan ayahku menjemputku pulang."

"Kau masih ngompol saat TK?"

"Hey, itu wajar! Beberapa temanku masih ngompol sampai SD."

"Eww.."

"Terakhir, di gang sebelah rumah pak Win, dulunya adalah markas rahasiaku dan Ian. Kami sering main petak umpet dan bersembunyi di sini saat Candy yang jaga."

"Aku tidak bisa membayangkan Ian main petak umpet." Aku bergidik ngeri.

Cara tertawa. Lagi. "Dulunya dia adalah anak yang ceria."

Aku seakan tidak bisa mendengar ucapan terakhir Cara. Aku hanya fokus memperhatikan wajah sumringah Cara, bibir Cara.. membayangkan bagaimana bibirnya terasa lembut jika..

"Ley?"

Aku tersadar dari lamunan ngawurku.

"Jangan bilang kau tidak mendengarkan ceritaku."

"Eh ya, maaf.. aku sedang memikirkan hal lain."

"Apa yang kau pikirkan?" Cara cemberut seperti anak kecil yang tidak diberi permen.

Tanpa sadar aku segera menutup jarak diantara kami dan mengecup bibir Cara. Selanjutnya, aku mulai dipenuhi rasa penyesalan.

Bodoh..

Bodoh..

Bodoh!

Aku tidak tahu apa yang membuatku begitu spontan, begitu nekat. Jika setelah ini Cara marah padaku, aku tidak menyalahkannya.

Diluar dugaanku, Cara hanya diam saja.

"Apa hal seperti yang kau lakukan barusan sudah biasa di Polandia?"

Aku salah tingkah. "Hmm, ya. Biasanya sebagai ucapan salam, atau tanda terima kasih."

"Dan yang tadi untuk..?"

"Tanda terima kasih." Melihat Cara masih menatapku dengan bingung, aku melanjutkan, "Terima kasih karena kau sudah menjadi teman pertamaku saat datang ke Indonesia, dan terima kasih karena kau adalah Cara."

"Karena aku adalah Cara?"

"Aku tidak akan menjelaskan lebih lanjut." Aku mengedipkan sebelah mata dan detik berikutnya berjalan kembali ke arah taman, ke tempat dimana Cara memarkirkan mobilnya.

Cara mengikutiku dari belakang sambil berteriak, "Ley! Apa maksudnyaa!?"

----

Pretty ThingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang