Aku bermimpi absurd. Aku bermimpi Ian masuk ke kamarku, mengelus kepalaku, mengajakku ngobrol, dan.. mencium keningku. Absurd bukan? Mana mungkin Ian dengan akal sehatnya melakukan hal semacam itu. Tapi anehnya, mimpi itu terasa begitu nyata. Aku rasanya sampai tidak ingin bangun. Tapi, aku harus bangun. Dari kemarin aku tidak punya nafsu makan sama sekali dan badanku lemas tidak karuan. Alhasil kemarin aku tidak masuk sekolah dan terbaring tak berdaya di ranjang seharian. Sekarang, perutku lapar.
"Oi! Akhirnya kau bangun juga." Ley berdiri di ambang pintu kamarku sambil mengamatiku.
"Astagaa, kebiasaanmu muncul secara tiba-tiba harus segera kau ubah!"
Ley tergelak, "Aku barusan datang kok. Waktu datang tadi Alice menyuruhku mengecek apa kau sudah bangun karena katanya kau tidur terus dari kemarin. Kau sudah sehat?"
"Masih tiga puluh delapan derajat."
"Kau tahu, aku kesepian di sekolah karena kau tidak masuk dua hari. Jadi lebih baik sekarang kau makan malam dan istirahat lagi. Setelah itu, jangan lupa minum obat."
"Kau kangen ya?" Godaku.
"Ya."
Entah kenapa raut wajah Ley sangat serius saat mengatakannya, padahal niatku ingin membuatnya bergidik ngeri karena candaanku yang geli.
Saat aku di dapur, keluargaku sedang makan malam. Aku pun duduk di meja makan bersama Ley dan yang lainnya.
"Gila Cara, kau ini boleh juga ya." Ujar Candy sambil menatapku dan Ley secara bergantian.
"Apanya?" Jawabku ogah-ogahan.
"Pakai acara sakit segala buat menarik perhatian dua cowok. Kemarin Ian, sekarang Ley. Mau jadi putri tidur? Kemarin dicium Ian, hari ini dicium Ley?"
Seluruh mata serentak menatap Candy. Aku hanya melotot. Hah? Ley sih memang menciumnya, tapi tidak hari ini. Nah Ian..?
"Candy, apa maksudmu?" Sahut Alex dan Alice nyaris berbarengan. Aku dan Ley hanya saling bertukar pandang.
"Iya, ayah dan ibu harus tahu. Ian memutuskanku karena Cara menggodanya, jadi sekarang jangan heran kalau sebentar lagi Cara yang jadi pacar Ian. Kemarin Ian sampai mencium Cara saat tidur, bayangkan? Pacar saudara sendiri direbut! Eh Cara, apa kau berniat menggebet Ley juga? Dua dong pacarmu?" Candy memberikan senyuman sarkastiknya.
"Aku tidak tahu kau bicara apa." Aku tidak berniat merespon Candy. Gadis itu sedang dalam fase kerasukan kuntilanak, jika kurespon nanti malah menjadi-jadi.
"Kau harus belajar berlapang dada Candy, mungkin Ian punya alasannya sendiri. Tidak seharusnya kau bertengkar dengan kakakmu masalah pria." Alice berusaha menengahi.
Mendengar itu, Candy langsung meletakkan sendok dan garpunya. "Kenapa sih semua orang membela Cara!?"
Aku juga meletakkan sendok dan garpuku, mendadak kenyang. "Aku mau kembali ke kamar saja."
"Cara, selesaikan dulu makanmu." Perintah Alex. Aku pun tidak berkutik jika sudah ayahku yang menyuruh. Sebagai gantinya, Candy yang pergi ke kamar.
Ley hanya diam seribu bahasa sepanjang makan malam.
"Terimakasih sudah menjenguk, dan maaf kalau kau harus terjebak di situasi canggung saat makan malam tadi." Ujarku saat Ley berpamitan pulang.
"Tidak apa," lesung pipi Ley menampakkan diri. "Sana istirahat lagi, semoga besok aku bisa melihatmu di sekolah."
Aku mengangguk dan melambaikan tangan ke Ley.
Selepas pemuda itu pergi, aku melamun.
Ian menciumnya..? Apa jangan-jangan dia kemarin sedang tidak bermimpi? Ley menciumnya di bibir, Ian menciumnya di kening. Apa-apaan mereka bisa mempermainkan perasaanku begini? Kalau begini caranya demamku tidak reda-reda!
----
KAMU SEDANG MEMBACA
Pretty Thing
RomanceCara tidak pernah tersenyum sampai tetangga barunya datang mengusik hidupnya dan membuat hari-harinya lebih ceria. Cara mengira dengan tersenyum, semua orang akan menyukainya. Yang Cara tidak tahu adalah, ada satu orang yang membenci senyuman Cara...