7.6 - IAN

42 6 0
                                    

Sudah lama aku tidak melihat wajah Cara, kangen rasanya. Aku memperhatikannya lekat-lekat. Gadis itu rupanya baru potong rambut. Rambutnya yang sekarang tampak lebih rapi dan menonjolkan kecantikannya.

Kalau dipikir-pikir lagi sebenarnya Cara memang cantik, hanya saja kurang merawat diri. Cara tidak perlu memakai makeup untuk menutupi kekurangan di wajahnya karena wajahnya mulus seperti kulit bayi. Aku selalu tergoda untuk menyentuhnya, tapi tentu saja aku menahan diri. Matanya pun memiliki lipatan mata yang sempurna dan bersih dari kantung mata. Kadang-kadang aku merasa mata Cara bersinar. Berlebihan memang, tapi nyatanya wajah Cara tidak memiliki kekurangan apapun. Apalagi bibirnya.. bibir Cara mungil dan merah tanpa harus mengenakan lipstick. Ah, sudahlah. Memikirkan hal ini hanya akan membuat imajinasiku menjadi liar.

Saat kami sampai di mall, Candy langsung menuju ke beberapa toko baju dan bisa ditebak, di satu toko saja kami memerlukan waktu sekitar satu jam untuk menunggunya bolak-balik ganti baju. Bayangkan, itu hanya satu toko!

"Yang ini bagaimana?" Candy keluar dari kamar ganti sambil melengak-lengokkan badannya di depan kami.

Aku mengangkat bahu.

Ley mengernyit dan menggelengkan kepalanya.

Cara tidak peduli.

Candy berkacak pinggang. "Benar-benar ya, percuma saja minta pendapat ke kalian! Ini sudah baju ke delapan yang kucoba dan kalian masih bilang tidak bagus!"

"Bukan tidak bagus," Ley yang menjawab. "Tapi kurasa semua baju yang kau coba berlebihan. Kita kan mau ke prom, bukan ke acara Grammy's."

Aku mendengus kecil, menahan tawa mendengar jawaban Ley. Untuk pertama kalinya aku setuju dengan bocah itu.

Candy berdecak kesal dan kembali masuk ke kamar ganti. Aku menoleh ke arah Cara, bertanya kenapa dia tidak memilih baju apapun.

"Eh.. aku tidak bisa pilih. Dan lagi semua toko baju yang dimasuki Candy bukan tipeku." Jawabnya malu-malu.

"Kau mau berpencar? Aku akan menemanimu ke toko yang lain supaya kau juga bisa ikut mencari. Feelingku berkata jika kau terus ikut Candy, bisa-bisa sampai besok juga tidak dapat baju."

Cara tertawa. "Lalu bagaimana dengan Ley?"

"Tidak apa, aku akan menemani Candy. Kalian pergi saja." Ley menimpali.

"Yakin? Yakin kau tahan berdua saja dengan Candy?" Cara mendesak. Ley hanya mengangguk dan mengisyaratkan kami untuk pergi. Reaksi Ley tidak seperti yang kuharapkan mengingat dia terang-terangan memberiku peringatan bahwa dia suka Cara. Tapi bodoh amat, dia memberiku cela. Sebaiknya dia tidak menyesali keputusannya sendiri.

Aku dan Cara kemudian memutari pertokoan yang lain, mencari gaun yang pas untuk gadis itu. Cara sudah beberapa kali mencoba baju namun terlalu malu untuk menunjukannya padaku.

"Kalau kau tidak menunjukannya padaku, aku tidak bisa tahu apakah baju itu pas buatmu." Ujarku saat Cara membayar di kasir.

Cara mengernyit. "Ehm, lagipula kau akan tahu saat prom. Untuk sekarang aku puas dengan pilihanku."

Aku menghela nafas. Sebenarnya aku hanya ingin melihat Cara dalam balutan gaun, selama ini kurasa kaos dan celana jeans adalah baju terbaiknya. Cara hanya pernah mengenakan gaun saat acara ulang tahunnya dan Candy yang ke tujuh belas tahun lalu karena Candy merayakan besar-besaran dan ibu Cara memaksa Cara untuk merayakan bersama meskipun gadis itu mati-matian menolak. Mereka kan anak kembar, akan aneh jika hanya salah satunya yang merayakan.

"Ian, yang ini bagus! Kau tidak mau mencoba?" Cara menunjuk ke salah satu manekin yang dipajang di toko, manekin itu mengenakan satu set jas berwarna biru gelap yang cukup trendi. Ternyata boleh juga selera Cara.

Aku mengangguk dan tersenyum pada Cara, "aku akan membeli ini diam-diam supaya aku tidak dipaksa mengenakan jas memalukan oleh Candy."

Cara tertawa mendengar ucapanku, dan tawanya seperti virus. Kami berdua pun tertawa terbahak-bahak sambil membayangkan reaksi Candy jika tahu.

——

Pretty ThingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang