Lia pov
Seminggu setelah pesta pernikahan yang sangat sibuk, keluarga besar Tomas berkumpul –masih dirumah eyang tentunya. Ada banyak orang disini, jumlah pasti? Mana ku tau dan aku masih punya banyak pekerjaan yang lebih penting daripada menghitung jumlah orang yang ada di sini. Eyang lima bersaudara, beliau anak ke tiga dan eyang kakung tiga bersaudara, beliau anak pertama, kedua kakak eyang adalah laki-laki, adiknya yang pertama seorang lelaki dan yang kedua perempuan, Kedua adik eyang kakung adalah perempuan –hanya itu informasi yang dapat ku serap setelah mendengar cerita eyang panjang lebar. Bayangkan saja sebanyak apa jumlah manusia yang sedang sibuk bercengkrama disini hari ini.
“mas, emang mas kenal semua sodara kamu ini?” tanyaku iseng saat aku dan suamiku sedang membantu menata makanan di ruang makan.
“ya enggak dong.” Jawabnya bangga, idih nggak banget kan.
“kenapa nanya gitu?” tanyanya kemudian.
“nggak apa-apa, agak wow aja liat keluarga besarmu yang sebesar ini.” Jawabku.
“masih ada yang belom beres om?” tanya seorang gadis manis berhijab ungu menutupi hampir setengah tubuh atasnya.
“tinggal mindahin piring-piring yang di belakang, bawa kesini.” Jawab Tomas kalem.
“oke deh, aku bantuin om.” Ujarnya dengan ceria.
“siapa mas?” tanyaku bingung, oke ingatkan aku untuk membawa kamera besok.
“oh iya lupa ngenalin kamu, itu cucu tertuanya budhe Laras, kakaknya papa. Namanya Najwa” Jawab suamiku, aku hanya manggut-manggut, jangan tanya aku paham atau tidak karena jawabannya pasti aku nggak paham siapa itu budhe Laras dan aku nggak akan mau bertanya, karena suamiku ini pasti dengan semangat mengambil kertas lalu menggambarkan silsilah keluarganya.
Kami bekerja dalam diam, menata makanan, piring dan menyiapkan camilan kecil-kecil di atas meja-meja yang sudah di tata pagi tadi oleh Tomas dan para lelaki lain. Agak siangan keluarga super duper besar ini mulai lengkap, rumah mulai penuh dan aku mulai sibuk memandangi wajah-wajah baru sambil mendengar penjelasannya dari Tomas.
“aku ngambil minum dulu ya?” pamit Tomas yang ku angguki. Sepeninggal Tomas, aku masih saja sibuk memandangi para saudara.
“tante istrinya om Tomas ya?” aku sedikit kaget mendengar suara laki-laki dari sampingku.
“iya.” Jawabku dengan senyuman tanggung.
“kenalin Raka.” Lanjutnya sambil mengulurkan tangan.
“Lia.” Balasku.
“sebenernya sih aku sepupunya om Tomas, tapi nggak tau kenapa lebih suka manggil dia om daripada kak.” Ujar Raka dengan ekspresi lucu.
“oh, tante pasti bingung ya? Hehe. Aku anaknya Nita tuh, adik sepupu papanya om tomas.” Jawabnya cuek, aku tersenyum geli mendengar anak ini menyebutkan nama ibunya, seakan-akan dia sedang menyebutkan nama teman mainnya.
“kamu anak tunggal ya?” tanyaku sedikit penasaran.
“nggak kok, aku dua bersaudara cowok semua, bosen deh kalo dirumah.” Jawabnya dengan ekspresi yang sangat menderita.
“kenapa nggak bareng kakak kamu?” tanyaku, di rumah ini semuanya sedang sibuk bergerumbul ngobrol kesana kemari nggak tentu arah, tapi dia seperti bocah ilang.
“kakakku lagi di sana tuh, lagi seneng-seneng sama teman-temannya.” Jawabnya sambil menunjuk salah satu kelompok orang seusia Tomas dan seusiaku yang sedang asyik bercanda.
“kenapa nggak gabung sama mereka aja? Kan enak banyak temennya.” Tanyaku lagi.
“tante belum tau?” tanyanya dengan mata membelalak. Tau apa? Pikirku bingung.
KAMU SEDANG MEMBACA
You're My Cup of Tea
Romancewe're perfect each other, cos you're my cup of tea.