Lia pov
Tomas nggak berhenti senyum-senyum, semenjak kami keluar dari ruangan dokter tadi hingga kami sudah ada di jalan dan terjebak macet seperti ini pun senyumannya tetap setia bertengger di wajah tampannya.
“kenapa sih mas senyum-senyum?” sewotku. Entah kenapa aku sewot, rasanya seperti cemburu.
“aku seneng sayang, bayangin deh bentar lagi aku jadi ayah.” Ujarnya senang.
“oh jadi ayah.” Gumamku.
“kamu kenapa sih yang? Tampangnya kok udah bete gitu?” tanya Tomas sambil merapikan rambutku.
“nggak apa-apa, siapa juga yang bete.” Jawabku dengan bibir monyong monyong.
“nggak bete tapi monyong gini.” Tangan Tomas beralih membelai bibirku.
“ih mas, ini ditempat umum.” Sewotku lagi.
“emang aku ngapain sih sayang?” gemas Tomas sambil menarik salah satu pipiku.
“ih masss, sakit nih.” Ujarku sebal.
“jangan suka marah-marah sih, ntar kalo anak kita galak gimana?” ujarnya yang membuatku langsung diam dan merenung, emang aku marah-marah mulu? Perasaan nggak deh.
“siapa yang marah-marah sih mas?” ujarku.
“idih, nggak sadar dia sejak kemarin sewot mulu.” Ujar Tomas yang diikuti kekehan puas, ih sebel banget.
“tuh kan udah monyong-monyong lagi.” Ujar Tomas yang membuatku langsung memalingkan muka.
.
.
.
“capek banget.” Keluhku saat Tomas membukakan pintu di sampingku, biasanya juga kejebak macet, tapi nggak secapek ini.
“yaudah masuk yuk istirahat.” Ajaknya, aku memandangnya melas.
“gendong yang.” Ujarku manja. Tomas memandangku aneh, sementara tanganku sudah terulur ke arahnya.
“ayo sini bayi besar.” Ujarnya akhirnya lalu merengkuh tubuhku.
“ihhh, siapa yang bayi besar sih.” Sewotku lagi.
“iya iya bukan bayi besar tapi peri kecil.” Jawab Tomas dengan wajah kalem-kalem aja.
“iya peri besar.” Balasku, kemudian dia mengecup bibirku sekilas.
“ih mas, ini ditempat umum tau.” Omelku.
“ini kan di rumah sayang.” Jawab Tomas tak mau kalah.
“tapi tetep aja masih di depan rumah.” Sewotku lagi.
“ehem!” Tomas otomatis membalik tubuhnya ketika mendengar deheman.
“hai kak Tomas.” Sapa Kifa dengan canggung, sepertinya dia melihat adegan anget barusan deh.
“hai mbak Lia.” Lanjut Kifa.
“Hai Kif.” Balas suamiku dengan senyum merekah, loh? Kok udah kenal.
“mas turunin.” Rengekku.
“tadi katanya minta gendong.” Goda Tomas.
“ihhh, malu tau diliatin Kifa.” Bisikku yang aku yakini dapat di dengar Kifa dengan jelas.
“eum, kayanya aku namunya kepagian ya.” Ujarnya salah tingkah.
“eeehh, enggak kok Kif.” Ujarku panik, kepagian dari mananya? Udah lewat adzan dhuhur gini kok.
KAMU SEDANG MEMBACA
You're My Cup of Tea
Romancewe're perfect each other, cos you're my cup of tea.