Tomas pov
Halah, selalu aja gini. Tiap keinginannya nggak aku penuhi dia selalu ngambek. Sejak semalam Lia mendiamkanku karena kuberi dua pilihan yang tidak disukainya.
“udah dong yang ngambeknya, dosa tau ngediemin suami.” Ujarku membujuknya. Lia tetap diam sambil melanjutkan acara memasaknya.
“kalo kata orang-orang tua nih ya, kalo pas hamil cemberut terus ntar anaknya nggak cakep lo.” Bujukku lagi.
“mitos apaan tuh, ngarang.” Sinisnya.
“nah gitu dong ngomong, kan jadi imut. Tapi kurang cantik sih soalnya ngomongnya sambil marah gitu.” Cerocosku.
“biarin sih.” Sinisnya tanpa melihat kearahku.
“yang, jangan gitu ah. Nggak kasian apa sama suaminya? Udah berusaha jadi suami siaga, malah istrinya nggak mendukung.” Ujarku dengan suara kubuat sesedih mungkin.
“nggak usah pura-pura sedih deh mas, nggak ngaruh. Pokoknya aku sebel banget sama kamu.” Jawabnya masih ketus.
“yaudah, sekarang kamu maunya gimana?” tanyaku lembut lalu menghampirinya yang sedang membuat susu hamilnya.
“aku pengen ngelahirin di luar negeri.” Jawabnya mantab.
“oke, kita tanya dokter kamu dulu. Tapi kalo dokter bilang nggak boleh, kamu jangan maksa. Oke?” ujarku.
“beneran mas?” tanyanya dengan mata berbinar.
“iya.” Jawabku sedikit nggak ikhlas.
“yeaaayyy, makasih ya sayang.” Ujarnya lalu menciumi pipiku sementara aku hanya bisa tersenyum kaku.
“kalo gitu nanti sore kita ketemu sama Dokter Ratih ya.” Ajaknya gembira, aku hanya bisa mengangguk dan melanjutkan makanku.
.
.
.
Lia pov
Aaawww, seneng deh. Akhirnya suamiku luluh juga, tau segampang ini udah aku diemin dia sejak kemarin-kemarin, hahaha. Akhirnya cita-citaku untuk melahirkan di luar negeri tercapai juga, seneng banget sumpah.
“assalamualaikum.” Salam seseorang dari depan. Haduh itu pasti pesugihannya si Ivan.
“waalaikumsalam.” Jawabku dengan gembira lalu membukakan pintu, nahkan beneran pesugihannya Ivan.
“hai mbak, duh seneng banget itu ronanya.” Ujarnya mulai usil, aku yang disanjung begitu langsung tersenyum lebar.
“iya dong.” Jawabku bangga.
“waaah, ada apaan nih?” tanyanya kepo, tapi nggak apa-apa deh sekali-sekali berbagi kebahagiaan sama dia.
“masuk deh, masa kita kaya tuan rumah sama seles gini?” ujarku membuatnya manyun seketika.
“duh, ini bumil satu kalo ngomong suka sekata-kata. Masa cewek cakep bin kece semacam aku gini dibilang seles.” Ujarnya dengan nada sebal, aku hanya bisa terkikik geli.
“kenapa sih mbak? Kok kayanya seneng banget?” tanyanya lagi.
“tau ngga Kif?” ujarku menggebu sementara dia menggeleng takzim.
“yee, kamu nih menghancurkan moodku buat cerita tau nggak.” Ujarku sebal.
“nah, emang Kifa kan belum tau mbak.” Ujarnya dengan wajah tanpa dosa.
“oke, sekarang aku kasih tau ya.” Jedaku dengan mengulum senyum.
“aku mau ngelahirin di luar negeri!!! Yeeeayyy.” Hebohku, sedangkan Kifa sedang menatapku dengan wajah bloon maksimal.
KAMU SEDANG MEMBACA
You're My Cup of Tea
Romansawe're perfect each other, cos you're my cup of tea.