13. Feeling?

1.3K 79 38
                                    

Hati adalah mulut yang diam. Ketika kau berbicara dengan hatimu, disitulah kau merasakan sesuatu yang terkadang tak bisa kau utarakan dengan kata. Hatimu hanya kau yang tahu. Dan hanya kau yang merasakannya. Namun terkadang, kita merasakan hati dan perasaan orang lain. Mungkinkah itu hanya perasaan empati saja?

....

Sab dan Daffa menjalani kehidupan normal seperti biasanya. Setelah sekian lama terkesan jauh, karena masing-masing disibukkan dengan pacar, sekarang tidak lagi. Ya. Mereka jomblo. Hampir setiap hari Sab dan Daffa meluangkan waktu bersama. Jomblo mah bebas. Udah nggak ada yang ngatur. Nggak ada yang mencemburui.

Kebetulan hari itu, sekolah pulang lebih awal, karena di sekolah ada acara. Tentu saja, semua siswa dengan hati riang gembira syalala, pulang dengan wajah berseri-seri. Ya iyalah. Kan pulang cepet. Tapi, OSIS sih enggak.

Paan sih?

Sab dan Daffa sudah keluar dari lingkungan sekolah.

"Sab, main kerumah yuk." Ajak Daffa.

"Rumah lo?"

"Iya."

"Ya udah, boleh."

Daffa mempercepat laju motornya. Suasana masih pagi seperti ini, begitu sejuk. Salah satu kemerdekaan siswa ya, pulang lebih awal. Banyak banget yang mau jalan-jalan, main di rumah temen, nongkrong di cafe, dan lain-lain.

Sesampainya di rumah Daffa, mereka bingung mau ngapain.

"Main PS mau nggak?" Tanya Daffa.

"Boleh." Jawab Sab.

Mereka berdua menuju kamar Daffa. Karena, memang Daffa biasa bermain PS di kamar.

"Sab, kamu nggak main sama temen-temen kamu?" Tanya Daffa.

"Temen siapa?" Tanya Sab.

"Temen kamu. Dony dan lain-lain." Jawab Daffa.

"Oh. Udah nggak pernah. Sekarang gue seringnya sama Tegar. Tapi tadi dia nggak masuk. Soalnya, kalo masuk sebentar doang, dia males berangkat."

"Emang kenapa sampe jarang main bareng gitu?"

"Males mungkin."

Mereka kembali fokus bermain PS.

"Daffaaaa.." Terdengar suara samar-samar.

"Bentar, Sab. Aku dipanggil mama."

Sab mengangguk. Daffa keluar dari kamarnya. Otomatis, permainan dipause.

Sab melihat-lihat seisi kamar Daffa. Terlihat rapi untuk anak laki-laki. Kamar Sab saja, tak serapi ini. Banyak sekali foto-foto hasil jepretannya. Daffa memang suka alam dan kemudian mengabadikannya dalam sebuah foto.

Kemudian, Sab melihat setumpukan obat di atas meja belajarnya Daffa. Obat apa? Daffa sakit? Sakit apa? Sebanyak ini obatnya? Nggak lah. Daffa keliatan sehat-sehat aja kok.

Kemudian, Daffa datang.

"Daff, lo sakit?" Tanya Sab curiga.

Mendengar ucapan Sab tadi, wajah Daffa seketika berubah. Ia segera menyimpan obat-obatan itu kedalam lacinya.

"Oh ini? Cuma vitamin kok." Jawab Daffa sembari tersenyum.

Dahi Sab berkerut.

"Masa sih. Vitamin sebanyak itu?"

"Iya. Ya udah. Itu aku bawa cemilan. Ayo dimakan." Ucap Daffa mengalihkan pembicaraan.

Ya udah. Lupakan.

Aku Takut Dicintai Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang