19. Memorable

1.1K 57 12
                                    

Terkadang, aku tak bisa membohongi perasaanku sendiri. Aku munafik bila mengatakan aku tak cinta.

...



Malam ini, Daffa mengajak Sab keluar rumah untuk jalan-jalan. Dua bulan terakhir ini, Sab dan Daffa memang jarang keluar bareng. Mereka sibuk oleh tugas sekolah. Maklum. Sudah kelas dua belas. Mereka sibuk untuk belajar menghadapi ujian.

"Besok, habis ujian mau kuliah dimana?" Tanya Daffa.

"Em. Masih bingung."

"Bareng ya. Biar nggak jauh-jauhan lagi." Ucap Daffa.

Sab hanya mengangguk sembari tersenyum.

"Mau ngomong." Ucap Daffa.

Kemudian mereka berhenti berjalan.

"Apa?" Tanya Sab yang dari tadi sibuk memperhatikan jalan raya.

"Kalo ada yang ngomong, tatap matanya."

Akhirnya, Sab menatap ke arah Daffa.

"Hari ini, aku mau nanya jawaban." Ucap Daffa datar.

Deg!

"Jawaban apa?" Tanya Sab pura-pura lupa.

"Apa aku perlu nyatain lagi?"

Sab hanya diam.

"Tuh kan, diem. Gimana mau jawab pertanyaan aku abis ini."

Hati Sab tiba-tiba saja bergemuruh.

"Masih inget satu tahun lalu? Pas aku nembak kamu?" Tanya Daffa.

Mata Sab membulat.

"Sekarang, aku butuh jawaban. Udah satu tahun aku nunggu. Aku rasa, sekarang aku butuh kejelasan. Satu tahun itu lama, Sab. Mungkin cowok lain nggak akan mau digantungin selama itu."

Sab mulai menegang.

"Jangan diem aja. Cowok yang udah nyatain perasaan, butuh jawaban. Seenggaknya untuk ngehargain keberaniannya. Ya meskipun ditolak. Aku bukan cowok yang penuh percaya diri buat nyatain perasaan. Aku cuma Daffa. Cowok aneh dan nggak terduga. Yang nggak bisa sembarang suka sama cewek. Yang mungkin pengecut, karena nggak berani nyatain perasaan dari dulu."

Ucapan Daffa sungguh mengena di hati Sab.

"Udah terlalu lama aku nungguin jawaban yang mungkin nggak akan pernah kamu ucapin. Terima aku, kalo kamu juga punya perasaan yang sama. Tolak aku, kalo kamu nggak yakin. Nantinya, aku juga bakal mundur sendiri. Tapi, jangan ngebohongin perasaan kamu sendiri. Suka ya bilang suka. Enggak ya bilang enggak. Biar aku sadar diri, terus mundur."

Sab resah.

"Jadi, jawaban kamu apa?"

Daffa menatap manik mata Sab. Namun, Sab memilih memalingkan muka.

Aku tak ingin sebuah kepahitan di masa lalu, akan kembali ku rasakan saat bersamamu.

Aku si gadis buta perasaan, baru pernah merasakan sebuah cinta yang aku temui ketika bersamamu.

Aku takut aku salah melangkah.

Aku munafik jika aku bilang tidak mencintaimu. Namun, perlu kau tahu. Aku ragu.

Ada satu alasan yang menguatkanku untuk menerimamu. Dan ada satu alasanku untuk menolakmu. Yaitu antara mencintai namun takut dicintai.

"Mungkin kamu ragu. Kamu takut, aku bakal kayak Dony, kan?" Tanya Daffa.

Aku Takut Dicintai Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang